FR • 10

3.8K 447 30
                                    

Fake Relationship
Bagian 10 | Ali Berubah
• • •

     Prilly gelisah dalam duduknya. Pikirannya masih saja tertuju pada Ali, si pacar palsunya. Entah kenapa, pikirannya tidak bisa teralihkan.

Cewek itu menggigit ujung kuku jarinya. Matanya menatap kosong kedepan. Ada apa dengan Ali? Cowok itu.. berubah. Dan dirinya tidak tahu alasan kenapa sikap Ali berubah padanya. Apa dia salah bicara? Atau Ali sudah bosan dengan tingkah kekanak-kanakannya?

Prilly gelisah sendiri memikirkan itu semua. Dalam hatinya, ia sangat takut sekali. Entah dari mana datangnya rasa takut itu. Mungkinkah itu rasa takut kehilangan? Emh, mungkin tidak.

Pagi ini otaknya benar-benar tidak bisa diam. Itu membuatnya sedikit pusing. Kenapa juga ia harus memikirkan cowok itu? Bukannya Ali hanya pacar palsunya? Kenapa harus ribet dipikirin, sih! Biarin aja, deh..

Karena pusingnya bertambah, Prilly menundukkan kepalanya diatas meja dengan kedua tangannya sebagai tumpuan. Rasanya kepalanya ingin pecah karena sudah pusing memikirkan pelajaran, lalu ditambah dengan Ali.

Sebenarnya, alasan dia menundukkan kepalanya ada dua, yaitu dirinya memang benar-benar pusing, dan yang kedua adalah apa Ali akan bertanya atau menaruh sedikit perhatian padanya.

Namun, sepertinya itu tidak berpengaruh pada Ali. Cowok itu hanya diam dan menatap fokus kedepan, sama seperti hari kemarin. Sebenarnya, apa ada yang salah dengan otak pacarnya?

Prilly masih diam dengan posisi ternyamannya sambil memejamkan mata, berharap rasa pusing di kepalanya bisa hilang secepatnya.

"Prilly..!" teriak sang guru yang melihat Prilly tidak mendengarkan apa yang ia sampaikan.

Sontak, kepala Prilly mendongak dengan mata yang sayu, sepertinya kali ini ia benar-benar sakit.

"Kamu kenapa? Sakit? Kalau sakit, silahkan pergi ke ruang UKS! Dan cuci wajah kamu supaya nggak ngantuk dan kelihatan segar," lanjut sang guru.

Tanpa menjawab, Prilly bangkit dari duduknya, dan hendak keluar dari ruang kelas. Prilly sempat melirik kebawah, Ali menatapnya singkat dengan tatapan khawatir. Ekspresi Ali sangat bisa dibaca oleh Prilly. Namun, beberapa detik kemudian, Ali mengalihkan pandangannya kedepan, cowok itu kembali fokus kepapan tulis putih.

Selama Prilly pergi ke ruang UKS, Ali yang masih berada di kelas merasa sedikit gelisah dan khawatir. Ada apa dengan Prilly? Sebenarnya, Prilly sakit apa? Apa sakitnya parah sampai wajah Prilly tadi pucat banget?

Berbagai pertanyaan dibenaknya saat ingin ia katakan kepada Prilly, namun dia tidak bisa. Ini demi Andira. Demi pujaan hatinya saat ini. Sebisa mungkin, dia tidak boleh memikirkan apapun tentang Prilly yang sampai sekarang masih berstatus pacar palsunya.

"Rileks, Ali.. Jangan pikirin apapun. Fokus aja kedepan, jangan pikirin apapun tentang Prilly," gumamnya tanpa suara.

Tetap saja, wajah Prilly yang pucat tetap terngiang dibenaknya, padahal dirinya sudah mencoba untuk fokus dengan apa yang dijelaskan oleh sang guru didepan.

Ali mendesis pelan. Kenapa wajah Prilly yang pucat namun masih tetap cantik itu masih berada dipikirannya? Apa harusnya dia menyusul ke ruang UKS? Atau tetap di kelas mendengarkan penjelasan sang guru yang membosankan? Ingin rasanya memilih pilihan pertama. Apa ada caranya?

Aha..!

Ke toilet. Itu satu-satunya cara untuk menjenguk Prilly di ruang UKS. Kebetulan, ruang UKS dan toilet siswa tidak begitu berjauhan. Itu ide yang bagus!

"Pak, saya boleh izin ke toilet?" ucap Ali sambil mengangkat sebelah tangannya.

"Silahkan..," balas sang guru dan melanjutkan materi yang diajarkan.

Ali keluar kelas dengan berlari kecil. Kemudian sampailah dia didepan ruang UKS. Dia melihat dari kaca yang bening, disana Prilly tengah terbaring sambil memejamkan matanya. Sepertinya cewek itu sedang tidur. Terlihat dari wajahnya yang tenang dan nafasnya yang teratur.

"Cepet banget tuh cewek tidurnya," gumamnya tak bersuara.

Dalam hatinya yang paling dalam, ia berniat membuka pintu UKS dan melihat keadaan Prilly dari dekat. Tapi, apa dia bisa seberani itu? Mungkin bisa dicoba!

Dengan perlahan, Ali membuka knop pintu ruang UKS tanpa membuat suara yang keras. Ruang UKS ini sangat sepi, hanya ada Prilly yang sedang tidur dengan pulas. Dia berjalan menghampiri Prilly dan menatap wajahnya lekat.

"Lo sakit apa, sih? Jangan bikin orang khawatir, lah.. Makanya, jadi orang jangan susah diatur, harus nurut!" bisik Ali yang masih menatap wajah Prilly yang pucat.

"Sejujurnya, gue kangen sama lo. Kangen biasa, sih.. Nggak kangen banget,"

"Maaf, ya.., gue udah bikin lo kesal selama dua hari ini. Mungkin gue bakalan bikin lo kesal selama seminggu atau lebih, karena ini demi rencana kita, juga demi Andira,"

Ali tahu, Prilly tidak akan mendengar suaranya. Tapi dirinya sangat ingin mengeluarkan semua kalimat yang dari tadi sudah ada dibenaknya.

Ali rasa sudah cukup waktunya untuk menjenguknya. Sebelum pergi, cowok itu mengecup pucuk kepala Prilly, lalu pergi dengan perasaan yang lega karena perasaannya sudah tersampaikan meskipun yang ia ajak bicara tidak mendengar.

—————

Prilly terbangun saat mendengar suara bell istirahat yang berbunyi keras. Cewek itu menguap, lalu mengusap kedua matanya dan melihat sekitar. Dirinya masih didalam ruang UKS.

Prilly bangkit dan berjalan keluar dari ruang UKS. Kepalanya masih sedikit pusing, tapi dirinya bisa fokus. Dilihatnya, koridor sekolah sudah ramai. Para siswa maupun siswi berbondong-bondong pergi menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong.

Prilly yang melihat pun sama-sama mengikuti mereka pergi menuju kantin. Kantin terlihat sudah begitu ramai. Tempat duduk pun juga ikut penuh. Dan disana, Prilly melihat Ali dan Andira yang asyik mengobrol, entah mengobrol tentang apa.

Setelah membawa makanan bersama minumannya, cewek itu segera mencari tempat duduk. Dan dia memutuskan untuk bergabung dengan Ali dan Andira.

"Ali, Dira, gue boleh gabung, nggak?" tanya Prilly yang tiba-tiba berdiri dibalik tubuh Ali.

"Boleh, kok! Gabung aja, kali, Pril!" jawab Andira sambil tersenyum.

"Nggak! Lo mending cari tempat lain aja, deh," potong Ali tanpa menengok ke belakangnya.

"Ali, kok lo gitu, sih? Gimana pun, Prilly itu, kan—," belum sempat Andira melanjutkan ucapannya, Prilly sudah mundur satu langkah.

"Udah, nggak apa-apa, kok. Gue bisa makan di kelas atau di taman. Gue.. duluan, ya, bye..!" potong Prilly cepat. Cewek itu lantas berjalan cepat meninggalkan mereka berdua.

Prilly menghabiskan makanan dan minumannya dikursi panjang yang ada di depan kelasnya. Dia duduk sendiri, sementara teman-temannya berada di dalam kelas.

Mulutnya memang sibuk mengunyah, tapi pikirannya sedang sibuk memikirkan Ali. Selama dua hari terakhir ini, sikap Ali berubah. Ali yang dulu sudah berubah. Ali yang dulu perhatian, sekarang menjadi cuek. Ali yang dulu ramah, sekarang menjadi sombong. Dan Ali yang dulu baik padanya, sekarang menjadi jahat.

Apa salahnya sampai-sampai sikap Ali berubah?

Selama jam pelajaran terakhir, pikirannya tidak bisa lagi fokus. Dirinya seperti terkena sindrom kecemasan yang berlebihan atau lebih dikenal dengan Anxiety Disorder.

Suara bell pulang khas sekolahnya telah berbunyi. Prilly langsung bangkit dan memakai tasnya. Sejenak dia diam, lalu menatap Ali yang tengah merapikan dan memasukkan buku-bukunya kedalam tas.

"Li, lo berubah..," ucapnya singkat, kemudian cewek itu berlari keluar kelas meninggalkan Ali yang diam mematung.

Published:
Jakarta, 16 Juli 2017
by misspuckle

Fake RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang