Bab II

2.5K 66 0
                                    

Driyan adalah seorang pengusaha muda yang sukses dengan perusahaan jasa konstruksi yang dirintisnya. Dengan bermodalkan kemampuan ekonomi yang diperoleh di bangku kuliah dan modal nekatnya untuk meminjam dana di perbankan, akhirnya dia sukses merintis bisnis konstruksinya. Tetapi, Kehidupan cinta Driyan tidak sesukses kariernya. Hubungannya dengan mojang Bandung, Elyshana Nana Herdiana yang sudah berjalan selama 4 tahun tak kunjung mendapat restu oleh ibunya dan keluarga besarnya dengan alasan yang sama sejak mereka menjain hubungan. Hubungan Driyan dan Shana tetap jalan di tempat. Shana tidak pernah mempermasalahkan keadaan itu. Shana yang berprofesi sebagai staff perbankan ini masih menikmati hubungannya dengan Driyan.

" Pak, tadi Ibu telpon. Bapak di suruh menelpon Ibu", kata Frida, sekertarisnya.

Driyan mengehela nafas panjang.

Driyan menekan nomer 2 di ponselnya untuk panggilan cepat yang langsung terhubung dengan Ibunya.

" Bagaimana Le, kabarmu hari ini?"

" Baik Bu, Ada apa?". Driyan mencoba menekan amarahnya karena selama sebulan penuh dia di desak orangtuanya untuk segera menikah. Ibunya menghubungi Driyan setiap hari untuk memmintanya segera menikah. Sedangkan hubungan Driyan dan Shana masih seperti biasa jalan ditempat.

"Besok Ibu dan ayah akan terbang ke Bandung,untuk urusan penting?"

"urusan apa?", Driyan memotong. Driyan curiga dengan tingkah kedua orangtuanya.

" Kamu itu urusan orang tua gak perlu tahu",kata Ibunya menghindar.

"baiklah, besok Driyan akan jemput".

Driyan menghela nafas dalam. Desakan orangtuanya setiap hari untuk menikah membuatnya semakin gila. Beberapa pekerjaannya tidak selesai dan sekarang dia tidak berniat untuk tinggal berlama-lama di kantornya. Driyan melirik jam masih menunjukkan pukul 15.00, Shana masih bekerja, satu jam yang lalu Shana memberitahunya ada rapat mendadak. Driyan ingin segera bertemu dengan Shana dan memberitahukan mengenai keinginan orangtuanya untuk segera menikah. Driyan berencana ingin mengenalkan Shana kepada orangtuanya besok. Meskipun empat tahun yang lalu, ketika Driyan memberitahu Ibunya dia dekat dengan adik kelasnya asli Bandung. Ibunya langsung mengatakan ketidaksetujuannya dan tak pernah akan memberikan restunya jika Driyan masih bersikekeh untuk menjalin hubungan dengan gadis itu. Akhirnya, selama empat tahun Driyan menjalani hubungannya dengan backstreet. Driyan selalu mengaku kepada orangtuanya dia masih sendiri dan apapun yang terjadi Driyan akan meminta restu untuk hubungannya dengan Shana. Apapun itu.

Driyan kembali ke Apartemennya. Dia hanya bermalas-malasan di depan tv. Pandangannya di tv pikirannya memikirkan bagaimana caranya agar orangtuanya memberikan restu untuk hubungannya. Driyan beralih menghadap laptop mencari fakta-fakta untuk menyangkal semua pandangan yang dianut orangtuan Driyan. Tapi hasilnya nihil.Temuannya menunjukkan condong ke fakta yang negatif.

Driyan menghela nafas. Driyan melirik lagi jam di tangannya. Driyan segera menghubungi Shana, untuk meminta bertemu malam ini juga.

" Maaf sayang, hari ini aku tidak bisa. Aku capek banget sayang. Rapatnya baru aja selesai. Besok aja kita ketemu. Aku mau pulang",katanya sebelum menutup handphone miliknya.

Driyan mencoba menghubungi lagi. Handphone Shana dimatikan. Driyan mengacak acak rambutnya. Dia frustasi.

Keesokan harinya

Driyan menjemput sendiri orangtuanya di bandara. Dia tidak ingin menjadi anak yang tidak berbakti dengan meminta sopir kantor untuk menjemput orangtuanya. Untuk urusan orangtua Driyan selalu menomersatukan, patuh dan nurut, kecuali masalah percintaannya.

Driyan membawakan koper kedua orangtuanya. Driyan melihat kedua orangtuanya yang masih setia satu sama lain, terbersit dalam benaknya untuk melakukan hal yang sama dengan isrinya nanti.

Driyan mengantarkan Bapak Ibunya ke rumah mereka. Rumah yang dibeli ketika Driyan sekolah di salah satu Universitas di kota ini. Dengan alasan mengirit biaya kos selama empat tahun, akhirnya orangtuanya yang merupakan pengusaha Restoran di Jawa Timur yang memiliki ratusan cabang membelikan rumah yang bergaya jawa dengan pekarangan luas untuk tempat tinggal Driyan. Orangtuanya pun mengirimkan sopir pribadi, pembantu dari Jawa Timur. Sewaktu kuliah pun para pegawai ibunya diwanti-wanti agar Driyan tidak boleh membawa perempuan ke kamarnya. Driyan yang merupakan anak tunggal selalu diberikan fasilitas terbaik oleh kedua orangtuanya.

"Selama Bapak Ibu di sini, kamu tidur di rumah ini ya Le", pinta Ibunya

"iya", Selama Driyan di dekat kedua orangtuanya, dia akan mencoba untuk merawatnya dengan baik.

" Oh ya Le,Ibu hari ini pingin ditemani sama kamu, jadi hari ini kamu gak usah berangkat ke kantor ya Le. Ibu nanti mau pergi-pergi ditemenin ya Le". Driyan hanya bisa mengiyakan. Driyan segera menghubungi Frida, untuk menghubungi semua clientnya untuk menjadwal ulang semua meeting yang sudah dijanjikan.

Setelah Bapak dan Ibu Driyan selesai membersihkan diri. Mereka terlihat menggunakan pakaian yang rapi.

"Bapak sama Ibu mau kemana kok rapi ?", Driyan sudah berganti pakaian casual.

Bapak dan Ibu Driyan saling memandang. Ibu Driyan hanya berdehem seolah tenggorokannya teras kering.

"Nanti ada acara Le",kata Ayahnya.

Driyan merasa aneh dengan sikap kedua orangtuanya ini.

" Apa yang sebenarnya kalian ...". sebelum Driyan menyelesaikan pertanyaannya. Pak Dullah, sopir pribadinya masuk.

"nyuwun ngapunten Pak, Bu. Tamunya sudah datang"

"Siapa Pak?", tanya Driyan bingung.

"suruh masuk saja Pak Kresna", kata Ayahnya Driyan.

Driyan terdiam melihat apa yang dilihatnya sekarang. Ekspresinya datar dan jauh di dalam hatinya dia sangat kecewa.

Setetes EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang