Bab XXV

2.4K 96 11
                                    

Orangtua Driyan dan Ayuna datang ke kediaman Ayuna. Mereka senang sekali melihat cucu pertama mereka. Cucu pertama yang sangat mereka damba selama ini. Terkadang mereka berebut untuk menggendong Arya. 

" Akhirnya, di usiaku yang sudah kepala 6 akhirnya bisa menimang cucu",kata Pak Kresna

" Sempat aku khawatir tak bisa menimang cucu, tapi Tuhan akhirnya memberi kesempatan pada kita untuk menimang cucu", ujar Pak Darmawan. 

Mereka sedang duduk berdua di teras bersama cucunya yang masih tertidur di kereta bayi.

" Wajahnya mirip Driyan",ujar Pak Kresna. 

" Semoga Ia bisa secerdas Ayuna",sahut Pak Darmawan. Cucu mereka terlihat terlelap dengan jarit yang membungkus tubuh mungilnya. 

" Ayo segera di bawa masuk, gak bagus di luar terus Pak, nanti kedinginan Arya",ujar Ibu Utami. 

" Iya ini mau di bawa  masuk",jawabnya.

Kedua orang tua Driyan dan Ayuna terlihat sangat bahagia dengan kehadiran Arya. Pak Dullah dan Bu Dullah pun juga merasakan kebahagiaan keluarga besar majikannya ini. 

Hari menginjak siang, acara syukuran atas kelahiran Arya dilakukan. Beberapa keluarga besar Driyan dan Ayuna datang seperti acara mitoni beberapa bulan yang lalu. Semua acara di persiapkan dengan baik oleh kedua orang tua Ayuna dan Driyan serta dibantu keluarga besar mereka. Ayuna lebih banyak duduk di dekat bayinya. Ia terus mengamati wajah putranya yang kini sedang tertidur karena kekenyangan meminum Asi Ibunya. Driyan sibuk mempersiapkan semua keperluan yang dibutuhkan untuk acara itu. 

" Nduk, kamu makan dulu. Dari tadi pagi kamu belum sarapan",ujar Ibunya. Ayuna tersenyum melihat Ibunya. 

" Iya Bu, bentar lagi. Ibu ke sini Bu", Ayuna meminta Ibunya untuk duduk di sampingnya. Ibunya mengambil tempat di samping putrinya.

Sejak Ibunya Ayuna datang, Ayuna tidak banyak bicara dengan siapapun termasuk Ibunya. 

" Maafin Ayuna bu selama ini", Ayuna tiba-tiba memeluk Ibunya. Ibunya memeluk Ayuna. Ia menyisir lembut rambut Ayuna yang sudah terlihat sangat panjang. Sembilan bulan hamil Ayuna tak diijinkan memotong rambutnya.

" Apa kamu ada masalah nduk?", ujar Ibunya. Ayuna menggeleng di pelukan Ibunya. Ayuna belum siap menceritakan kepada Ibunya. 

" Menjadi seorang Ibu apalagi ketika melahirkan perjuagnannya luar biasa Bu. Bahkan nyawapun jika diminta, Ayuna pasti akan berikan Bu demi Arya. Ayuna baru mengerti perjuangan itu, Bu. Maafkan Ayuna selama ini yang kerap membantah pada Ibu dan Ayah", AYuna menangis di pelukan Ibunya. 

" Iya, Ibu selalu memaafkan kamu Ayuna dan Ibu sudah memaafkan sudah dari dulu. Udah jadi Ibu kok masih nangis", Ibunya menangkup wajah Ayuna. Ayuna mengangguk dan mengusap airmatanya. Ayuna seperti remaja yang beranjak dewasa, bermanja-manja pada Ibunya seperti dulu. 

" Ayo  makan dulu, Ibu yang tungguin Arya". Ayuna beranjak ke meja makan. Ia melihat Driyan juga sedang makan siang bersama anak saudara sepupunya  yang masih berumur 6 tahun. 

"Tante Ayuna Tante Ayuna, sini duduk di samping aku", pinta Galuh yang terlihat masih memainkan sendoknya di piringnya. 

" Tante deket aku aja, deket Galuh pasti minta suap thu tante",ujar Galih, kakaknya. Mereka kembar dampit.

" Kak Galih jahat", teriak Galuh. Terlihat Galuh mau melempar sendok ke kakaknya. 

" Sudah gak usah berantem, Tante duduk di sini aja dekat sama Om Driyan", Ayuna akhirnya memilih kursi di samping Driyan. 

" Ih Tante... gak mau jauh-jauh sama Om Dliyan",gerutu Galuh yang masih cadel.

" Iya.. Tante thu gak mau pisah",sindir Galih. Ayuna tersenyum melihat tingkah kedua bocah cilik ini. 

Setetes EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang