Epilog

3.1K 102 13
                                    

Setelah perjalanan panjang dari jakarta menuju Paris dengan AF259 selama 15 jam, ternyata membuat tubuhku membutuhkan tenaga extra terutama perjalanan ini kali pertamanya aku pergi dengan buah hatiku. Ya...selama perjalanan aku harus  terus mengecek kondisi putraku. 

Aku tak peduli tatapan orang melihatku menggendong bayiku dengan koper di kiri dan tas jinjing di sebelah kanan serta tas ransel di punggung. Aku tak peduli harus tiap 2 jam mengganti pampersnya karena aku takut iritasi kulitnya. Aku juga tak peduli tatapan semua orang ketika aku meminta pramugari untuk meminta air hangat untuk menyedu susu formulanya. Terkadang mereka simpati padaku menanyakan dimana istriku. Aku menjelaskan pada setiap wanita itu bahwa istriku sedang di wina, dan kami akan kesana menemuinya.

Aku gemas sekali dengan putraku ini. Aku melihat ia sedari tadi masih memainkan benda plastik lunak di tangannya. Ia terkadang tersenyum meski tak satupun gigi terlihat. Terkadang juga ia terlihat bahagia ketika ia memainkan air liurnya sendiri. Bersama putraku meski melelahkan tapi aku senang. AKu sangat senang sekali.

"hai jagoan, kita akan segera bertemu  bunda", kataku padanya. Ia masih tersenyum di gendonganku.

Selama aku transit di Paris masih ada waktu sekitar dua jam untukku sebelum melanjutkan penerbangan selanjutnya.

Aku segera ke kamar mandi untuk mengganti pampersnya. Ia menurut sekali. Setelah aku duduk , aku beri susu botol padanya. Ia terlihat kehausan. Aku menuju cafe terdekat dan meminta air hangat dua gelas untuk bekal pembuatan cadangan susu untuknya. Aku senang ia terlihat baik-baik saja. Aku mengecek ponselku yang sedari tadi mati sejak perjalanan di pesawat. Aku merasa bersalah pada Ayuna, karena aku yakin ia akan khawatir padaku dan Arya. Aku melihat ada beberapa pesan email darinya tapi aku tidak membalasnya, karena aku ingin memberi kejutan padanya. 

"Maafkan aku Ayuna, sayang, sebentar lagi aku akan segera tiba. Tunggulah kita"

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Panggilan untuk segera boarding pass sudah mulai terdengar, tapi kini aku harus bersikeras untuk menenangkan Arya. Sejak setengah jam yang lalu, dia baik-baik saja.  Tidak seperti sekarang. Ia rewel, sedari tadi menangis dan  tak juga berhenti.

Aku mengecek pampersnya masih terlihat kering. AKu memberikan ia susu formula, ia menggeleng-geleng. Tangisnya terus pecah. Aku telah mendekapnya di dadaku dan membisikkan kata kata padanya untuk tidak menangis tapi ia tetap saja masih menangis. Bahkan beberapa wanita yang tak tega melihatku panik karena putraku tak juga berhenti menangis, Ia berhenti dan ikut menggendongnya. Mendekap putraku di pelukannya tapi ia tak juga berhenti, tangisnya semakin keras. 

" Lebih baik kita bawa ke klinik, Pak", saran wanita itu yang juga terbang bersamaku dengan pesawat yang sama dari Jakarta.

Aku langsung mengiyakan saran wanita itu dan sudah tidak bisa berpikir lagi tentang pesawat yang sebentar lagi berangkat.

"Ayo pak saya temani". Ia ikut membawakan satu tas jinjingku yang berisi perlengkapan Arya. 

" Terimakasih"

"Kemungkinan ia sakit pak".

Tapi, Aku tak merasakan keningnya hangat atau suara nafasnya yang terdengar susah bernafas.

Akhirnya Aku membawanya ke klinik ditemani wanita itu. 

Sesampainya di klinik, seorang wanita perawakan tinggi setengah baya segera memeriksa kondisi Arya. Aku khawtir melihat putraku yang kini terdengar sesenggukan, nafasnya tidak teratur.

" He's okay", He's just sleepy",jelasnya

 Arya sendiri terlihat mulai lelah menangis, Ia mulai tidur. 

Setetes EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang