Ia tinggal disana selama aku masih bisa bernafas. Ia tak pernah pergi meski banyak pisau yang datang untuk melukainya. Ia tetap disana, menjadi sosok yang sangat tegar.
Terlalu banyak kata yang ada di otakku saat ia menyebut nama itu. Deskripsi tentang dirimu mungkin tak habis setebal buku skripsi mahasiswa. Namun jika bicara tentang alasan, aku hanya punya dua kata untuk itu. Tidak tahu. Yang aku tahu, ia tulus untuk bertahan meski tahu itu sakit.
Layaknya menggenggam mawar berduri, aku akan tetap melakukan itu sembari menatap indahnya dirimu. Tanpa ingin melepaskanmu. Kau tahu, mawar hanya bisa memberikan kebahagiaan dari paras cantiknya. Jika kau terus bertahan lebih dalam untuk menggengamnya, kau harus sudah tahu apa resikonya. Eratnya tanganmu mungkin dapat menghangatkannya, tapi tajamnya duri itu akan terus terasa selama engkau menggenggamnya.
Entah kenapa, aku seperti dihipnotis pada indahnya dirimu. Seolah aku tak dapat menoleh pada keindahan yang lain. Gemuruh petir kadang kala menyadarkan tentang kebodohanku, dan membuatku berantakan. Namun setelahnya, rintikan hujan selalu memberiku ketenangan, membawaku pada arah yang terjaga. Konsentrasi pada irama rintikan hujan. Pun itu sudah membuatku terarah. Memupuk kesabaran, agar tumbuh dengan lebat di raga ini. Menciptakan ia yang istimewa. Yang dikagumi.
Aku menyerah untuk meyakinkannya, bahwa sebenarnya apa tujuan bertahan pada seseorang yang jelas-jelas hanya dapat menciptakan airmata. Saat aku berfikir bahwa itu adalah perbuatan bodoh, semuanya terasa hancur. Sementara aku lemah akan hal kehancuran. Dan sebenarnya, bertahan inilah hal yang paling melemahkanku.
Aku tak pernah mengerti, darimana datangnya perasaan ini. Ia selalu ramah dengan pendatang baru, tapi tak pernah sampai terjebak seperti ini. Terjebak pada permainan yang berhasil membuatku sulit untuk menemukan titik awalnya. Berteriak di gurun pasir paling gersang, meminta agar dikeluarkannya aku dari jebakanmu.
Aku benci, karena aku tak dapat memahami hatiku. Hatiku yang ku sebut "ia" pada tulisan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent [then] Gone
PoetryHanya sekedar kata-kata yang terlintas saat tengah memikirkan seseorang. Sebuah perasaan yang terbuang telah menyisakan cerita pilu yang siap tuk dikenang. Akibat diamku, kemudian dia pergi.