Yang terlintas saat diriku terpaku

123 7 1
                                    

Kadang kala ketika aku sendiri dengan kesepian, tak jarang bayang mu lagi-lagi hadir disana. Mengisi lamunanku. Menjadi satu hal yang tak bosan ku pikirkan, meskipun beribu-ribu kali otak ini selalu menolak akan hadirnya.

Selama hati ini sendiri, disana masih ada sosok kamu yang seolah belum benar-benar pergi.

Padahal ...

Kamu yang paling jahat. Kamu yang paling jahat.

Lebih baik, dari awal kau tak usah datang ke hidupku, berlagak manis dengan semua janji yang kau ucap, mengemis cinta dan mencari perhatian, kalau pada akhirnya kau kembali ke masa lalu mu. Yang padahal jelas, dulu, dia yang mengabaikanmu.

Kau jadikan aku apa? Kalau pelarian, aku rasa itu jelas. Dan itu sakit.
Tapi selain itu, apa? Kata dan janji manis yang kau ucap seolah hilang arti begitu saja.

Kau ditinggal olehnya, dan datang kepadaku. Kau singgah dihatiku untuk mengobati segala luka, untuk melupakan segala lara yang dia beri dengan tega.

Tapi saat dia mulai menyesal telah mengabaikanmu, dia merengek kepadamu untuk kembali. Bodohnya, kau ikuti dia dan meninggalkan si penawar sakitmu.

Aku. Penawar sakitmu adalah aku.

Kau pergi tanpa pamit, meninggalkan semuanya tanpa permisi.

Hal yang paling menyakitkan adalah, denganku kau tak ingin terlihat layaknya sepasang kekasih. Tapi dengannya--yang sebelum denganku kemudian kini bersatu lagi, kau selalu bangga untuk menegaskan kepada dunia bahwa dia adalah kekasihmu.

Tak apa kau seperti ini, aku tak akan membalas. Biar kau berbahagia ria. Tapi setidaknya Tuhan tahu, aku tak pernah lapang dada diperlakukan seperti ini. Dan kau seharusnya tahu, Tuhan tak akan diam untuk seseorang yang hatinya benar-benar terluka.

Silent [then] GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang