tweleve; that should be me

25.3K 1.7K 12
                                    

Tolong kasih gue recommended cerita yang rame dan memorable dongs~

Happy reading~

Suara ketukan di pintu membuat Alvis mengalihkan pandangan dari laporan di dokumennya, lalu mendongak untuk menatap pintu ruangannya yang barusan diketuk dari luar. "Masuk." seru Alvin pada siapapun yang ada di balik pintu itu.

Pintu terbuka sedikit demi sedikit dan berjalan lambat saat celahnya menampilkan kepala menunduk Nadiar yang terlihat gugup. "B-bos ..." cicitnya.

Alvis hanya berdeham untuk membalasnya.

Nadiar terlihat menggigit bibir bawahnya saat mencoba masuk lebih dalam dengan kepala yang masih menunduk dalam. "B-bos ...," panggilnya lagi.

Alvis harus menahan diri untuk tidak mendengus sebal pada Nadiar. "Ada apa?"

"S-saya ...," ucap Nadiar gugup, dan Alvis tetap diam tanpa menjawab saat Nadiar bergerak tidak nyaman ditempatnya. "S-saya gak bawa dompet."

Alvis mengerutkan alis mendengarnya, sedangkan Nadiar masih tetap berdiri tidak nyaman disana sambil sesekali menatap Alvis. Sedangkan Alvis diam dengan segala pikiran berkecamuk di otaknya. Ia berpikir tentang mengapa Nadiar harus melapor kepada Alvis perihal dompet. Apakah ada di peraturan perusahaan jika sekertaris harus melapor pada bosnya saat tidak membawa dompet? Atau bagaimana? Alvis bingung sendiri dibuatnya.

"Bos gak peka?" tanya Nadiar yang nampaknya sudah lelah menunggu respon Alvis.

"Apa itu ada hubungannya dengan peraturan perusahaan?"

Mulut Nadiar terbuka lebar beberapa detik, sebelum menutup rapat, dan kepalanya terangkat hanya untuk mendelik sebal pada Alvis.

Hey! Tidak sopan! Alvis baru saja akan protes atas kelaukan Nadiar itu. Namun Alvis urungkan dan lebih baik duduk tenang ditempatnya sambil menunggu Nadiar mengatakan apa maksud kedatangannya pada Alvis.

"Saya ingin makan, bos," Nadiar kemudian berkata dengan helaan napas yang menyusul kalimatnya. "Tapi, saya gak bawa dompet."

Alis Alvis sukses bertautan mendengar perkataan Nadiar yang tetap tidak dapat dimengerti oleh Alvis. "Jadi?"

"Saya gak bisa makan jadinya."

Alvis hanya menganggukan kepalanya. "Oh."

Raut wajah Nadiar terlihat kesal melihat respon Alvis. "Iya, bos. Saya gak bisa makan."

Alvis hanya mengangguk membalasnya. "Iya, saya tahu."

Senyum Nadiar terukir lebar mendengarnya. "Sekarang, bos udah peka?"

Alvis kembali menautkan alisnya. "Saya harus peka apa lagi?"

Nadiar mengedip cepat dengan mulutnya yang terbuka setengah. "Jadi, tadi bos peka karena apa?"

"Karena kamu bilang tidak bawa dompet dan tidak bisa makan siang?" Alvis menjawab pertanyaan Nadiar dengan pertanyaan, membuat perempuan yang masih berdiri didepannya itu tampak semakin kesal.

Beberapa detik kemudian, Nadiar menghela napas panjang. "Bos, saya ini gak punya hape!" serunya kesal. "Saya gak bisa ngehubungin orang rumah karena hape saya gak ada, Bos!"

"Emang, hape kamu ke mana?" tanya Alvis heran dengan alis yang mengerenyit bingung.

Nadiar mengusap wajahnya kasar, lalu menjambak rambutnya dengan frustasi. "Hape saya di lempar Bang Alden ke kebun binatang, trus di makan gajah. Abis itu, gajahnya di kirim keluar negeri dan poop di sana. Makanya, hape saya sedang berada di luar negeri dalam keadaan rusak."

Alvis mengangguk mengerti dengan mulutnya yang mengucapkan 'O' tanpa suara. "Itu beneran?"

"Ya enggak, lah!" kesal Nadiar dengan dadanya yang mulai naik turun, dan wajahnya yang memerah marah.

Handsome CEO [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang