twenty two; story of my life

21.8K 1.3K 34
                                    

Ngeh, gak, sih, kalo setiap judul di chapter HC pada judul lagu semua?

"AYAH!! BUNDA!! BANG ALDEN!! KABAR GEMBIRA UNTUK KITA SEMUA!! BUKAN TENTANG KULIT MANGGIS, TAPI TENTANG HAPE NADIAR YANG DI KASIH GRATIS SAMA CEO NADIAR YANG BAIK HATI DAN TIDAK SOMBONG ITU!!"

Nadiar langsung berteriak heboh dan mencari-cari ketiga anggota keluarga di rumahnya. Namun, Nadiar tidak menemukan siapapun di ruang makan rumahnya. Nadiar mengerenyit heran, lalu mencari-cari tiga anggota keluarga di rumahnya. Nadiar menemukan 3 anggota keluarga disana ternyata sedang berkumpul mengelilingi satu objek di tengah-tengah, yang entah apa itu Nadiar pun tidak tahu. Nadiar lalu menghampiri mereka. "Bun, Yah, Bang, lagi ngapain?"

Ketiga orang di sana mengangkat wajah, lalu tersenyum pada Nadiar.

"Sayang, kamu sudah pulang?" tanya sang Ayah dengan senyum cerah, yang terlihat kilatan jahil di matanya.

Nadiar mengangguk pelan. "Iya, dan Nadiar punya kabar gembira untuk kita semu-" Nadiar menghentikan perkataannya saat suara kecil tidak jelas terdengar di telinganya. Langkah Nadiar lalu mundur perlahan.

Ayah Nadiar berdiri, dan menggendong sebuah makhluk di tangannya. Alden ikut berdiri dan Bunda hanya tersenyum kecil di tempatnya

Nadiar menggeleng dan menutup mulutnya tidak percaya. "Kalian ..., tidak mungkin jika ..."

"SERANG!!" Alden dan Ayah berteriak bersamaan, lalu berlari menghampiri Nadiar. Nadiar memekik pelan, lalu berlari menjauhi keduanya. Berbeda dengan Ayah dan Alden serta makhluk yang berada di gendongan Ayah yang tertawa, Nadiar malah terus berlari dengan wajah panik.

"TIDAK!! JAUHKAN DIA DARI NADIAR!!"

Mereka tidak mengacuhkan Nadiar dan terus mengejar Nadiar. Alden yang sudah di samping Nadiar dan langsung memeluk Nadiar dari belakang, membuat tangan Nadiar terkurung dan Nadiar hanya bisa memberontak sebisanya.

Ayah dan makhluk di gendonganya berjalan mendekat, dengan senyum jahil di wajah sang Ayah. "Ayah datang, Diar anakku sayang."

"TIDAK!! KAU BUKAN AYAHKU!! PERGILAH!! PERGILAH!! AYAHKU ADALAH ADAM LEVINE!! PERGILAH!! JAUHKAN MAKHLUK DI GENDONGANMU ITU DARIKU!!" Nadiar terus berteriak sambil memberontak sekuat tenaga. Dan Ayahnya hanya tersenyum kejam sambil mendekatkan makhluk di gendongannya pada Nadiar. "AAA!!!!" teriak Nadiar kencang, saat makhluk itu sudah ada di depan wajahnya.

Makhluk di depan Nadiar itu dinamakan bayi. Bayi yang tadinya tertawa itu, kini cemberut dengan matanya yang berkaca-kaca. Nadiar melotot, mengetahui hal yang ditakutinya akan terjadi. Ya, bayi tersebut menangis sambil berteriak. "EYAKK!! EYAK!! EYAKK!!"

"AAAA!!!" teriak Nadiar sekuat tenaga, lalu pura-pura pingsan untuk mengerjai Alden dan Ayahnya

***

Nadiar cemberut saat mendapatkan sentilan di kening, lalu di telinganya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Alden dan Ayah?

Nadiar lalu membenarkan posisi tidurnya menjadi duduk. Ya, sesaat setelah Nadiar pura-pura pingsan dan membuat 2 orang itu panik, Alden langsung menggendong Nadiar dan membaringkam Nadiar di sofa ruang tv. Dan saat Alden mengguncang tubuh Nadiar dengan kencang, Nadiar mengakhiri pingsannya dengan meringis sambil berucap, "Aw, biasa aja dong. Lebay amat lo."

Dan begitulah akhirnya sampai Nadiar mendapatkan sentilan di kening dan di telinga.

"Bikin orang khawatir aja, lo!" Alden berujar kesal, lalu berdecak dan mendesis kesal.

Nadiar tersenyum jahil. "Ciee, khawatir, ciee."

Ayah Nadiar menghela napas panjang. "Kamu itu bercandanya kelewatan, Nad. Ayah hampir di suruh tidur di luar tuh sama Bunda."

"Lagian, Ayah sama Alden duluan yang jailin Diar." balas Nadiar sambil cemberut.

"Elo yang aneh!" Alden menyahut sambil menjitak ubun-ubun Nadiar. "Mana ada cewek yang takut bayi?"

Nadiar melotot. "Gue gak takut bayi! Gue cuma takut tangisan bayi!"

"Sama aja!"

"Beda!"

"Sama aja!"

"Beda!"

"Beda!"

"Sama aja!" Nadiar melotot saat mengucapkan kalimat tersebut. Ia lalu menjitak kepala Alden keras-keras. "Beda, Abang!!!!"

Ayah tertawa. Dan untuk informasi, Pak Sultan masih menggendong bayinya. Dan bayi tersebut ikut tertawa karena melihat penyiksaan Nadiar pada Alden. "Kamu kok aneh, Nad? Kenapa juga kamu harus takut sama bayi yang nangis? Trus ntar, kalo bayi kamu nangis gimana?"

Nadiar mengedikan bahu dengan cuek. "Tangisan bayi itu kenceng banget. Kenapa harus mangap sambil teriak, coba? Apalagi, badannya kan kecil. Diar kan jadi takut tar meledak bayinya. Anak Nadiar mah gak akan nangis kenceng-kenceng. Tar Diar bekap pake dot sampe gede."

Alden menatap Nadiar aneh, seolah Nadiar adalah orang yang nyasar sambil telanjang.

Nadiar hanya mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Apa? Terinspirasi bakal gituin anak lo?"

Ayah tertawa, sedangkan Alden bergidik ngeri. "Kamu pinter banget, Nad."

Nadiar tesenyum bangga. "Of course," katanya sambil nyengir. "Dan omong-omong, dia anak siapa, Yah?"

Ayah membenarkan letak bayi di gendongannya. "Dia anaknya Reva."

Alis Nadiar terangkat sebelah. "Tante Reva sahabatnya Bunda itu? Tante Reva itu kakaknya Bang Sat, kan?"

Ayah tersenyum, lalu mengangguk.

***

Alvis duduk santai di balkon apartemennya dengan sebuah laptop yang berada di pahanya. Sedangkan sebelah tangan Alvis menggenggam ponselnya yang menempel di telinga. "Halo?" sapanya saat panggilannya sudah di angkat Devan.

"Hoi, Vis. Lo gak kira-kira, ya, kalo nelfon. Lo ngebangunin gue, bro."

Alvis mendengus. "Itu gak penting. Yang penting sekarang, gue butuh lo secepatnya buat ngejalanin rencana baru gue."

"Rencana? Erm ..., Irene?"

"Yah. Apalagi?" jawab Alvis sambil memutar kedua bola matanya, malas karena Devan bertanya hal yang sudah tidak usah ditanya lagi. Alias, retoris.

"Owkay. Gimana? Kali ini, apa rencana lo?"

Alvis terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Irene ..., lagi hamil."

"Alvis! Maksud lo-"

"Gue gak sejahat itu," Alvis memotong cepat sambil mendelik kesal. "Gue gak mungkin ngebunuh anak yang bahkan belum ngeliat dunia."

Devan terdengar menghela napas lega. "Alhamdulillah. Alvis dah gede."

"Shut up! You, jerk!"

Devan malah tertawa. "Lagian. Tumben-tumbenan banget lo ngurusin anak orang selain Irene."

"Bayi itu sebagian dari diri Irene. Gue gak mungkin rebut hal yang berpotensi besar bikin Irene bahagia."

"Tapi ..., dengan lo yang mau misahin-"

"Stop di situ!" Alvis kembali memotong cepat, mengetahui kalimat apa yang akan di ucapkan Devan pada Alvis selanjutnya. Ya, tentang si Inandra-Inandra itu.

"Owkay. Jadi, apa rencana lo?"

Alvis menghela napas panjang, lalu mulai mengatakan rencananya.

Handsome CEO [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang