Wanita berkacamata dengan penampilan ala Betty La Fea, tokoh dalam telenovela tempo dulu itu, melangkahkan kakinya yang bertumit sepatu tiga centimeter dengan mengentak. Bunyi tumit sepatunya teredam konblok yang menyusun jalan setapak menuju sebuah pintu kayu jati berat berwarna coklat tua di rumah besar yang ditujunya. Betty La Fea KW itu berhenti sejenak, mengatur napasnya lebih dulu, sebelum mengangkat tangannya dan mengetuk pintu itu.
Beberapa saat dia menunggu, hingga kemudian pintu dibuka, dan muncullah seorang pria berwajah tampan dengan gurat tajam yang membuatnya tampak matang, dan tatapan mata yang menusuk, membuat siapa pun lawan bicaranya, akan tertunduk saat bertemu pandang dengannya. Kecuali Betty La Fea versi Bandung ini. Paris Alexander SH MH, sang hakim.
"Saya mau bicara, Pak Hakim," wanita itu berkata tanpa membuang waktu.
Pria di hadapannya itu mengangkat sebelah alisnya yang rapi, sementara mata tajamnya memaku tatapan si Betty La Fea.
"Saya tidak mau bicara dengan Anda, Nona Aktivis. Tunggu saja nanti, kalau perkara milik klien Anda inkrah. Oke?" sahutnya, lalu menutup pintu di depan hidungnya.
Betty La Fea KW melongo. Apa-apaan ini? Sopan betul hakim ganteng ini? Dia pikir dia cowok paling ganteng seantero Jawa Barat, mungkin? Biarpun ... bisa dibilang begitu juga, karena ... helloooo ... cuma orang buta yang bilang Paris Alexander SH MH jelek, karena orang sirik pun tidak akan bisa bilang begitu. Ck! Fokus, Kirana! Kenapa malah mengomentari tampang hakim memyebalkan itu, sih?
Chandra Kirana SH, Betty La Fea KW itu menghela napas, lalu kembali mengetuk pintu lebih keras dari sebelumnya.
Kembali pintu dibuka, dan wajah mirip aktor Daniel Henney itu kembali muncul dengan tampang tengilnya.
"Ada apa lagi, Nona Aktivis? Tidak boleh saya sedikit tenang? Ini saya sudah ndak di pengadilan, lhooo ... ini waktu pribadi saya, ngerti?" omelnya.
Kirana menatapnya dengan mata membelalak dari balik kacamata botolnya.
"Saya sudah bilang, saya harus bicara. Tolong, Pak Hakim. Saya betul-betul harus bicara!" Suara Kirana meninggi pada ujung kalimatnya.
Paris, seorang hakim dengan jabatan wakil ketua Pengadilan Negeri Ciamis itu, mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
"Tidak bisa menunggu sampai perkara inkrah?" Tanyanya.
Kirana langsung menukas. "Tidak!"
Paris menatapnya lama. "Saya baru saja menyidangkan perkara dengan klien Anda sebagai terdakwa, dan dengan bicara pada Anda, maka saya sudah melanggar kode etik seorang hakim, dan bertindak tidak netral, tidak peduli dari LSM mana pun Anda berasal. Anda mengerti?" tanyanya dingin.
Kirana mengerjap beberapa kali.
"Justru itu yang ingin saya bicarakan, Pak Hakim. Bagaimana bisa Bapak memvonis klien saya hanya karena tiga belas buah kakao? Apa Bapak tidak punya kasus lain yang lebih besar? Memangnya tidak ada koruptor yang bisa diadili, yang lebih bersalah di mata hukum?" Kirana berkata sengit.
Paris memiringkan kepalanya, lalu menyandarkan tubuh di ambang pintu sambil menyilangkan lengan di dada.
"Apakah klien Anda mengambil kakaonya?" tanyanya datar.
"Ya ... tapi..."
"Apakah kakao itu miliknya?"
"Bukan. Cuma saja ...."
"Apakah Anda setuju kalau beliau bersalah karena sudah mencuri atau mengambil apa yang bukan miliknya?"
Kirana tergagap. "Iya ... tapi, Anda tidak bisa begitu ...."
"Dua kata kunci, Bu Aktivis, mencuri dan bersalah," Paris berkata dingin.
Kirana ternganga. "Tapi ... yang bener aja, Pak Hakim. Nenek-nenek Anda vonis bersalah cuma gara-gara tiga belas buah kakao? Anda punya hati enggak, sih?"
"Ada alasan kenapa patung Dewi Keadilan mengenakan penutup mata, Nona Aktivis. Karena di mata hukum, semua sama. Kaya, ataupun miskin. Saya punya hati, tapi dalam sebuah vonis yang adil, bukan hati yang bicara, tapi bukti."
"Oya? Lantas kapan hati Anda dipakai? Jangan-jangan hati Anda udah enggak ada ...."
"Hati-hati, Nona. Anda tidak seharusnya bicara soal hati saya, karena bisa jadi Anda benar. Hati saya sudah tidak ada, karena dicuri oleh seseorang. Dan orang itu ... Anda."
Kirana ternganga, dan sebelum dia sempat mengambil napasnya yang sempat tercuri, Paris mengulurkan lengannya, dan melingkari pinggang kurus Kirana, lalu menariknya hingga membentur tubuhnya yang tegap dan padat. Bibirnya membentuk seringai nakal, dan sesaat kemudian, menyentuh lembut bibir Kirana yang perawan, membuat wanita itu menegang dalam rangkulannya.
Ollaaaaa......
Ayang Paris indehauss...Finally, Ayang Paris udah bisa kalian peyuk sayang bentar lagi, yah, karena sekarang Pre-order Sang Hakim dan Pencuri Hati udah dimulai ... Tadaaa!
Kalian boleh hubungi olshop2 kesayangan kalian, buat dapetin si hakim galak dan Neng Aktipis, daaaannn ...
TADAAAA! ADA EXTRA PART LOH!
Yes! Ada ekstra yang ga ada di versi wattpad, bagian mesra2an Paris plus Kirana ... Uhuy! Jadi kalian rugi aja kalo ga beli .... Eaaaa iklan. Aih ... Mak keren kan kalo udah iklan? Ehem!
Pokus ...
Sooo ... Maaciiihhh.
Winny
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Hakim Dan Pencuri Hati (Sudah Terbit)
RomanceCerita sudah dihapus sebagian besar karena sudah diterbitkan. Kalau hakim ganteng tapi galak, yang telat kawin, ketemu perawan tua feminist, enggak punya malu, dan paling anti kalah sama laki-laki, apa jadinya dunia? "Yang bener aja, Pak Hakim. Nene...