[JV] Reevaluasi

334 36 77
                                        

Cerita: Jakarta Vigilante

[SPOILER WARNING] Bagi yang belum membaca JV sampai tamat, sebaiknya tidak membaca cerita ini.

.

.

.

-- Jakarta, Februari 2018

"Gus, kita harus bicara," ujar Tiara tiba-tiba.

Bagus menatap Tiara dengan mata yang mengekspresikan rasa terkejutnya. Dari pengalamannya dalam dunia nyata, selain dari menonton di film-film, tidak pernah ada kabar baik jika seseorang mengatakan hal tersebut. Apalagi jika itu kekasihmu. 

"Ada apa, Ti?" tanya Bagus dengan jantung berdebar-debar. 

Spontan pikirannya berkelana, apakah ia sudah berbuat salah? Rasanya tidak. 

***

Beberapa hari yang lalu, Tiara membuat janji temu dengan Bagus di sebuah restoran yang masih terletak di kawasan Sudirman. Restoran makanan Thailand yang terkenal lezat dan cukup mahal, namun Bagus masih sanggup merogoh koceknya untuk membayar bagiannya sendiri. Ia jarang mentraktir Tiara -- bukan karena ia tidak mau -- tetapi karena Tiara tidak mau. Perempuan itu hanya mau ditraktir jika diajak makan di warung tenda yang harganya tidak terlalu mahal. 

Sebenarnya, bukan di luar kebiasaan Tiara untuk mengajak Bagus makan di luar seperti ini. Di samping kesibukan mereka, mereka selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Kadang mereka hanya menonton bersama di apartemen Tiara, atau berjalan-jalan di ruang terbuka sedikit di luar kota. Untunglah Tiara sudah mau diajak ke mana-mana naik motor, bus, atau kereta, walaupun ia selalu mengenakan tudung kepala, kacamata hitam, dan kemeja lengan panjang serta celana panjang untuk menghindari debu dan sinar matahari. 

Mungkinkah Tiara tak suka gaya berpacaran yang merakyat? Namun Bagus tahu, Tiara tak pernah segan mengatakan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Kalau ia bilang mau, tak mungkin ia berbohong hanya untuk menyenangkan Bagus. Tiara bukan tipe orang seperti itu. 

Jadi Bagus benar-benar tidak tahu apa yang akan dikatakan kekasihnya padanya. 

***

Setelah Bagus dipindahkan dari posisinya sebagai pimpinan Operasi Singa Putih, tugas baru segera menantinya. Ia dimasukkan ke tim Detasemen Khusus Anti Teror 88 alias Densus 88 yang ditempatkan di Solo, kota kelahiran ibunya, selama kurang lebih setahun. Tentu saja, ia tidak bisa memberitahu Tiara mengenai misi barunya karena bersifat rahasia, namun sang kekasih tetap saja menggali informasi dari kepolisian dan mengetahuinya. 

Bagi Tiara, kejadian ini bagaikan realita menghantamnya di wajah. Selama delapan bulan berpacaran dengan Bagus, ia tidak pernah kesulitan bertemu dengan sang detektif polisi yang berkantor di Polda Metro Jaya, Sudirman, hanya beberapa menit dari kantornya. Akan tetapi, kali ini, Bagus bukan hanya tidak memberitahunya tentang tugas barunya, melainkan juga merahasiakan lokasinya, karena ia memang tidak diizinkan memberitahu warga sipil.

Sebagai orang yang harus selalu mengontrol situasi apapun yang ia hadapi, Tiara tidak menyukai hal itu. Bukannya ia melarang Bagus dipindahkan ke Densus 88 di Solo. Ia hanya tidak suka karena Bagus tidak dapat memberitahunya. Ia melihat ke dalam beberapa tahun ke depan, jika mereka menjalani hubungan ini lebih serius, bahkan sampai ke tahap pernikahan. Tiara merasa dirinya bukan perempuan manja, namun ia tidak ingin tinggal berjauhan dengan suaminya setelah menikah nanti. Apalagi ia trauma karena ayahnya nyaris tak pernah hadir dalam hidupnya. Jika ia memiliki anak, ia tak mau anaknya bernasib sepertinya. 

Sketsa HarianWhere stories live. Discover now