SEMOGA YA PART INI TERAKHIR PENYELESAIAN KONFLIK JUNGCATH.
Udah mulai bosen nulis mereka... sampai asupan borax berikutnya #eh
Anyway enjoy. Ini lumayan nyambung ke Escapade bab 1 walaupun jeda bbrp hari/minggu sih dari cerita itu.
.
.
.
Tanjung berusaha menutupi kebahagiaan di wajahnya yang semringah ketika ia dan Catherine keluar dari kamar mereka bersama-sama, seperti tahun-tahun sebelumnya. Ia membiarkan Catherine berjalan dalam kesunyian, terhanyut dalam pikirannya, sambil mengiringinya ke ruang makan di dekat foyer untuk sarapan bersama.
Baru Rara sendirian yang telah hadir. Perempuan tua berambut perak yang dikonde rapi di belakang itu menurunkan surat kabar yang dibacanya dan melepas kacamatanya.
"Pagi, Tanjung, Cathy," sapanya dengan anggun.
"Pagi, Bu," balas Tanjung, menarik kursi yang biasa diduduki Catherine ketika ia masih tinggal di rumah ini.
"Pagi, Bu," tutur Catherine dengan suara perlahan.
"Ibu senang lihat kalian akur seperti ini. Pengennya, sih, kalian rujuk, tapi Ibu serahkan ke kalian saja. Toh, kalian juga sudah dewasa," ucap Rara sambil melipat surat kabarnya dan menyerahkannya kepada pelayan yang berdiri di belakangnya.
"Doakan saja, Bu," sahut Tanjung sambil melirik ke Catherine, yang masih memasang wajah tegang.
Beberapa menit kemudian, Puspa datang memasuki ruang makan. "Pagi, Bu," ujarnya sambil mencium pipi ibunya, lalu menepuk bahu Tanjung, yang duduk di sisi tangan kiri ibunya, dengan santai. "Pagi, Kak. Kamu terlihat berbinar-binar sekali hari ini," ujarnya sambil menyengir. "Oya, pagi juga, Kak Cathy. Senang melihatmu lagi di sini."
"Pagi, Ndhuk. Ibu juga senang melihat kita semua berkumpul. Tinggal tunggu Nella dan Tiara, kita sudah lengkap," ujar Rara dengan wajah berseri-seri.
"Dan Kak Surya," timpal Tanjung, memandangi kursi di hadapannya yang biasa ditempati putra sulung keluarga Jati itu. "Serta Angela," bisiknya sambil menundukkan kepala. Hatinya masih terasa sesak mengingat putri bungsunya yang telah meninggalkannya.
"Ngomong-ngomong," Puspa membuka suaranya, "gimana kalian bisa pulang barengan semalam? Kukira Kak Tanjung bakal nginep di Puncak."
Tanjung dan Catherine saling berpandangan sekali lagi. Karena Catherine tampaknya belum ingin berbicara, Tanjung mengambil alih.
"Kami pulang pinjam motor anak buah Cathy. Soal gimana cara aku mengajak dia pulang ... well, let's just say I succeeded," jawabnya sambil tersenyum.
"Baguslah, lebih cepat daripada yang kuperkirakan," respon Puspa sambil mengangguk-angguk. "Aku jadi mikir, apa jadinya kalian kalau nggak ada aku? Dulu pas kalian mau nikah, aku yang urusin. Sekarang kalian ribut, aku juga yang harus rujukin. Haduhhh." Ia meletakkan punggung tangannya ke dahi dan memejamkan matanya untuk efek ekstra dramatis.
"Kamu juga, kan, yang pasang lagu I Don't Wanna Miss a Thing di kamarku?" tembak Tanjung. "Kamu kira hidupku film, hah?"
"Bukan film, tapi sinetron seratus season dan ribuan episode. Sampe yang mainnya udah bangkotan, terus yang nonton udah bosen dan jenuh," sahut Puspa sambil memutar bola matanya.
Tanjung beranjak dari tempat duduknya. "Kamu bilang aku apa?"
"Bangkotan," balas Puspa sambil menjulurkan lidahnya.

YOU ARE READING
Sketsa Harian
Short StoryCerita-cerita pendek mengenai semua tokoh ceritaku di Semesta Nusantara. Canon (benar-benar terjadi pada tokohnya), namun tak berhubungan dengan cerita utamanya. Ada juga cerita tentang tokoh yang belum pernah muncul di Semesta Nusantara. Dibuat unt...