Masih soal JungCath, biar abis dulu idenya supaya gak ganggu di Escapade. Tapi di sini ada sempilan Puspa juga uhuyyy. Lanjutan [Liaisons] Inside. Lama2 dikumpulin jadi work slice of life JungCath ini. (Gak bakal ada yg baca sih tp ku bomat)
.
.
.
Tanjung mengeluarkan sepeda motor hitam milik anak buah Catherine dari garasi. Ia mengambil helm berwarna hitam yang digantung di stang motor dan memasangnya ke kepalanya. Untuk helm Catherine, ia mengambil helm berwarna putih yang digantung di stang sepeda motor sebelahnya.
"Pinjam dulu, nanti kuganti," ujar Tanjung.
"Sekarang kamu yang sok misterius. Emangnya mereka bakal langsung datang mencari kita?" cecar Catherine tanpa mengencangkan helmnya maupun naik ke boncengan sepeda motor.
"Aku nggak tahu, Cath, tapi lebih baik berjaga-jaga, kan?"
"Lalu gimana dengan anak-anak dan para guru?"
"Kelompok itu cuma akan mengincarmu."
"Kamu udah berapa tahun nggak pernah naik motor?"
"Masih kadang-kadang, kok."
"Moge macam Harley dan Ducati, kan? Bukan motor bebek seperti ini?"
"Justru motor bebek seharusnya lebih gampang. Ayo naik, Cath."
Tanjung mengencangkan tali helm Catherine dan menepuk jok belakang motor. Dengan ogah-ogahan, Catherine terpaksa merentangkan kakinya yang dibalut celana jins biru tua di atas jok belakang motor.
Motor melesat di jalan raya Puncak menuju Jakarta. Tanpa tol, tentu saja, karena motor tidak boleh memasuki jalan tol. Sepanjang perjalanan, Catherine ketar-ketir ketika motor sedikit miring ataupun oleng, seakan-akan ia akan terjatuh, tetapi itu tidak terjadi. Awalnya Catherine hanya meletakkan kedua tangannya di pundak Tanjung. Namun semakin cepat motor melaju, ia pun lagi-lagi "terpaksa" memegangi pinggang lelaki itu.
"Aaaa!" Catherine berteriak kecil ketika motor berhenti mendadak. Dadanya menabrak punggung Tanjung. Namun suaranya lenyap ditelan deru motor dan bisingnya mesin kendaraan lain di jalan raya.
Di tengah perjalanan, mereka berhenti di pom bensin. Tanjung meminta petugas SPBU mengisi tangki sampai penuh, sementara Catherine masih berdiri kaku dengan jantung berdebar-debar.
"Aku mulai curiga semua ini hanya akal-akalanmu saja, Tanjung Jati," omel Catherine sambil memegang helmnya dengan satu tangan dan merapikan rambutnya yang acak-acakan dengan tangan lainnya. "Dan jangan bilang rem mendadak tadi hanya trik basimu."
Tanjung masih memasang tampang serius. "Kamu masih aja curiga padaku," desahnya sembari menarik risleting jaketnya. Namun senyum jenaka perlahan mengembang di wajahnya. "Tapi tadi seru, kan?"
"Seru apanya? Jantungku hampir copot," ucap Catherine. "Aku terakhir kali boncengan motor ... sepertinya di London sebelum kita menikah. Hampir empat puluh tahun yang lalu."
"It's never too late to start again, darling." Tanjung menyerahkan kartu kreditnya kepada petugas SPBU untuk membayar. "Pake helmmu, kita udah mau berangkat lagi."
***
Perjalanan Puncak-Menteng ditempuh selama tiga jam lebih. Mereka berhenti tiga kali, sekali untuk mengisi bensin, sekali untuk makan malam, dan sekali hanya untuk meregangkan tubuh. Tanjung sebenarnya mulai pegal karena tidak biasa mengendarai motor malam-malam sejauh itu, tetapi ia tidak mau mengaku.
Akhirnya mereka pun tiba di kediaman keluarga Jati di Menteng, Jakarta Pusat, pukul setengah sepuluh malam. Satpam di pos dekat pagar memicingkan mata dan memasang wajah galak ketika ia melihat motor asing berhenti di depan rumah. Namun ketika Tanjung membuka helmnya, ia langsung terkejut.

YOU ARE READING
Sketsa Harian
Historia CortaCerita-cerita pendek mengenai semua tokoh ceritaku di Semesta Nusantara. Canon (benar-benar terjadi pada tokohnya), namun tak berhubungan dengan cerita utamanya. Ada juga cerita tentang tokoh yang belum pernah muncul di Semesta Nusantara. Dibuat unt...