Kim Jongin
Seoul, Januari 2007
Jongin menghentikan mobilnya, lalu melangkah keluar menuju rumahnya yang bercat putih sempurna. Rumah yang baru enam bulan menjadi tempatnya untuk pulang. Setelah melalui negosiasi yang panjang, akhirnya ibunya bersedia menetap di negara asal ayahnya ini. Bukan berarti Jongin lebih memilih Seoul dibanding New York.
Jongin suka keduanya karena itu adalah bagian tak terelakkan darinya. Jongin hanya menyukai perubahan dan rumah baru, juga lingkungan hidup baru merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang disukainya. Masih dengan langkah ringan juga bibir yang bersenandung, Jongin memasuki rumah. Segalanya tertata rapi juga harmonis.
Sebuah foto keluarga berbingkai indah berisi dirinya juga kedua orangtuanya-Kim Jongwoon dan Kim Kyuhyun-menjadi titik sentral dari tema ruang tamu itu. Jongin tersenyum ketika melihatnya. Foto itu juga baru diambil beberapa minggu yang lalu. Ia nampak begitu bahagia, diimbangi dengan senyum orangtuanya yang terlihat amat menenangkan.
Mengisyaratkan bahwa kehidupan mereka akan terus seperti itu, bahagia dan tenang. Jongin mengerutkan kening ketika melihat pintu ruang keluarga terbuka lebar. Mengikuti bisikkan hatinya, Jongin mengubah arahnya dan berdiri di depan pintu. Segalanya tampak aneh di mata Jongin, ayahnya berdiri kaku, sementara ibunya duduk dengan wajah pucat juga tangan terkepal di dada.
Kemudian ada Paman Jonghyun -kakak ayahnya-yang berdiri menghalangi pintu. Jongin tidak mengerti apa yang menjadi penyebab keganjilan itu, hingga Paman Jonghyun bergeser dan memberi Jongin pandangan yang lebih luas. Ada seorang gadis berdiri di tengah ruangan itu. Seorang gadis yang mungkin seusianya, dengan tubuh tinggi juga rambut merah gelap.
Dengan perasaan familiar yang aneh, Jongin terus mengamati gadis itu bersama suasana tegang yang mewarnai ruang keluarganya. Seakan-akan mereka semua sedang berada di tengah medan pertempuran. Jongin tersentak ketika gadis itu berbalik menatapnya, dengan mata berwarna hitam kelam yang merefleksikan warna mata Jongin sendiri.
Perlahan, seulas senyum tersungging di wajah gadis itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Jongin merasa tidak tenang. Pertanyaan demi pertanyaan datang memenuhi benak Jongin. Dan seluruh pertanyaan Jongin terjawab dengan satu sapaan ramah dari gadis itu. "Halo, Adik." Seluruh mata di ruangan itu beralih pada Jongin dengan ekspresi syok dan panik menjadi satu.
Jongin membeku sepenuhnya, tak mempercayai pendengarannya. Tiba-tiba segalanya nampak kabur. Ibunya berseru memanggilnya, sementara Paman Jonghyun berusaha meraihnya ke dalam pelukan. Namun Jongin menolaknya. Ia melangkah mendekat dan terus menatap gadis itu, yang kini senyumnya berubah menjadi lebih dingin.
"Apa maksudmu?" tanya Jongin dengan suara yang dipaksakan datar. Lalu penjelasan itu mengalir dengan lancar. Selayaknya cerita pengantar tidur lengkap dengan nada yang terkontrol. Jongin tetap mendengarkan dengan seksama, tak peduli pada rasa sakit yang terus menggerus hatinya seiring berjalannya cerita itu.
Cerita yang terasa seperti mimpi buruk, namun memberi fakta tak terbantahkan, segalanya masuk akal. Gadis berambut merah gelap itu bernama Kim Baekhyun dan mengaku sebagai anak dari Kim Jongwoon. Usianya genap delapan belas tahun tiga bulan yang lalu. Hanya tiga bulan lebih tua dari Jongin yang akan berulang tahun besok.
Sekarang Jongin mengerti perasaan familiar yang dirasakannya, karena ternyata mereka berbagi darah yang sama. Seakan fakta itu belum cukup menghancurkan, Baekhyun mengatakan fakta lainnya. Bahwa ibu kandungnya adalah Cho Jaejoong-adik kandung dari Cho -Kim- Kyuhyun, ibu Jongin-yang menghilang bahkan sejak sebelum Jongin lahir.
Jaejoong pergi untuk menyembunyikan fakta bahwa dirinya mengandung anak dari suami kakaknya. Kini, semua benar-benar masuk akal. Setelah Baekhyun menyelesaikan ceritanya, yang ditutup dengan kesediaannya untuk menjalani tes DNA, keheningan membalut dengan sempurna. Keheningan yang menyimpan duka, sesak, juga jeritan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Angel
FanfictionDan kau adalah milikku, Oh Jongin. Malaikat tak sempurna yang menyempurnakan hidupku.