PHP

1.8K 213 21
                                    

Hari ini harusnya Daffa sudah menemuinya. Tapi sampai detik ke 47 menit ke 56 dan di jam yang hampir pukul sepuluh malam, tuh cowok sama sekali nggak nongol juga.

Zeva mendengus keras. Wajahnya sudah kusut karena saking lamanya menunggu dari pagi. Zeva merelakan semua kegiatan minggunya hanya di rumah untuk menunggu Daffa tapi cowik itu malah nggak ada kabar sama sekali. Telepon nggak, chat nggak dan di semua media sosialnya juga nggak ada tanda-tanda dimana Daffa sekarang.

Zeva menatap nomor Daffa yang sudah berulang kali ia lihat, tapi keinginannya untuk menelepon cowok itu selalu batal.

Nggak mungkin kan Zeva nelepon Daffa buat nanyain jadi atau nggak terus ngomel karena gara-gara janji cowok itu ia rela di rumah hari minggu ini? Bah! Bisa-bisa Daffa joget hula-hula karena tau kalo Zeva ngarep banget ketemu.

"Dek! Lo kenapa kusut amat?"

Zeva melirik sekilas pada kakak perempuannya yang berdiri di ambang pintu kamar dengan mug di tangan.

"Nggak."

"Makan dulu gih, itu gue bawain ayam."

Zeva menggelengkan kepalanya di balik guling. "Nggak ah, maunya siomay deket PN."

"Ngaco! Jam segini tuh abang siomay lagi nonton D'academy di rumah sama istrinya."

Zeva diam. Nggak lagi menyauti perkataan kakaknya. Moodnya benar-benar berantakan.

"Yaudah, ayamnya di meja ya. Gue kamar dulu. Pintunya udah gue kunci juga."

Zeva tetap bergeming. Walaupun hatinya ingin berkata untuk jangan mengunci pintu dulu, siapa tau Daffa akan datang memberinya kejutan tiba-tiba dengan ayam goreng yang ditata seperti buket bunga.

Lo siapa segala disurprisein?

Pertanyaan menyebalkan itu datang dari sebagian dirinya yang masih waras -masih belum terkena pesona Daffa- yang selama ini menyelamatkannya kalau akan bertindak bodoh di depan Daffa.

Zeva akhirnya menyerah untuk berharap dan memilih untuk tidur. Ia sudah membaca doa dan memejamkan matanya.

Hampir saja Zeva benar-benar tertidur ketika ponselnya berdering nyaring.

Dengan decakan dan mata setengah menutup, ia mencari ponselnya di antara tumpukan bantal.

"Dimana sih? Elah!"

Tangannya berhenti di pojok dekat tembok. Benda persegi itu segera ia tarik dan tanpa melihat siapa penelepon ia mendekatkan ke telinga.

"Halo."

"Zeva."

Mata Zeva langsung terbuka lebar. Ia hapal betul suara siapa itu.

"Apa?" jawabnya dengan suara -yang diusahakan untuk terdengar- datar.

"Sorry, gue lupa ngabarin kalo gue nggak jadi pulang hari ini."

"Hmm."

"Gue lupa kalo harusnya minggu ini gue ngetrip sama temen-temen gue dan gue juga lupa ada janji sama lo."

Zeva mengangguk. Matanya memicing sinis. "Ya nggak pa-pa, lo kan manusia yang bisa lupa."

"Zev."

"Udah ya gue mau tidur, capek nunggu tapi dilupain gitu aja, mending ngabarin lah ini nggak sama sekali. Ck, parah emang tuh orang."

"Zev, sorry, gue-,"

"Yayaya what so ever."

"Sorry Zeva, gue kesana sekarang ya?"

"Sekarang?" Zeva tertawa sinis. "Lo kira lo Edward Cullen si vampir yang bisa dateng gitu aja pas disebut namanya? Atau lo Mr. Grey yang punya helikopter dan bisa dateng di waktu yang singkat?"

"Gue bisa kalo lo mau."

"Nah, gue nggak mau."

"Zev, serius."

"Gue juga serius. Males banget ketemu sama tukang PeHaPe kayak lo, janji beliin siomay aja diingkarin apalagi janji-janji yang lain?"

"Zevanya."

"Nggak heran Diba ninggalin lo."

Zeva mulutnya sadis emang ckckck parah dah Diba aja kalah
Makasih ya semuanya yang udah baca, vote dan komen!
Makasihhhhh!

One ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang