Jangan kira setelah Daffa mengucapkan hal itu, akan ada kejadian manis yang berujung pada status hubungan mereka naik tingkat.
Faktanya, setelah turun dari mobil Daffa bersikap biasa aja, seolah cowok itu nggak pernah mengucapkan kalimat ngebaperin yang bikin Zeva dag dig dug ser.
Bukannya ngarep sih, tapi kan kalimat Daffa itu yang bikin Zeva baper sampai nggak bisa tidur malemnya.
Banyak hal yang Zeva pikirkan. Tentang jenis hubungannya dengan Daffa ini, tentang pertemuan mereka yang super absurd juga tentang perasaannya.
Iya, Zeva ngaku. Hatinya udah tertambat pada Daffa, entah sejak kapan. Tuh cowok dengan sialannya bikin hatinya deg-degan tiap ngelihat senyumnya. Perlakuan manisnya yang kadang bikin Zeva gemes tapi kesal juga.
Kesal karena itu artinya ia jatuh makin dalam pada pesona Daffa.
Ponselnya berdenting. Zeva buru-buru menyambarnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.
Matanya membulat begitu selesai membaca sederet kalimat yang muncul di ponselnya.
Zevanya, lo udah enakan belum? Nyokap mau ketemu sama lo. Ntar sore gue jemput ya.
"Daffa! Kenapa sih hobinya bikin gue kelimpungan terus!"
Zeva mendengus keras sebelum kemudian melemparkan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap langit-langit kamarnya.
"Mau ngapain coba nyokapnya Daffa ketemu gue?"
Angan-angan gila berterbangan di otaknya. Kemungkinan bila Daffa mengenalkannya sebagai teman dekat saja sukses membuatnya melebarkan bibirnya.
"Apaan sih! Kok gue ngarep banget!"
Zeva lalu bangkit dari posisi rebahannya. Satu tangannya menyentuh dahi. Sepertinya ia sudah lumayan sembuh. Entah karena waktunya sembuh atau karena ajakan Daffa barusan.
"AAAAAAKKKKKKK MALUUUUU!" pekik Zeva membenamkan wajahnya ke bantal.
Ponselnya kali ini berderung nyaring. Menjeritkan nada panggilan yang buru-buru Zeva angkat.
"Halo."
"Zeva."
"Iya, kenapa?" tanya Zeva dengan suara pelan. Jantungnya berdegup begitu cepat sekarang.
"Bisa nggak?"
"Apanya?"
"Ck, lo udah baca chat gue belum sih?"
Zeva menepuk jidatnya. Tuh kan, Daffa bikin fokusnya buyar gitu aja.
"Oh iya, udah, udah."
"Jadi?"
"Jadi."
"Oke."
"Oke."
"Lo kenapa sih? Masih pusing ya?"
Zeva tergagap. "Nggak, nggak kok."
"Bener?"
"Iya, emang kenapa sih? Gue udah mendingan kok."
Zeva duduk di tengah kasur sambil menutupi sebagian wajahnya dengan bantal. Pipinya memanas hanya karena mendengar suara Daffa! Ini gila!
"Lo kenapa? Gue tau ada yang nggak beres."
"Ck, sok tau nih!"
"Yaudah."
"Eh, eh, Daffa!"
Zeva masih ingin mendengar suara Daffa.
"Gue pake baju apa?"
Hening. Tak ada jawaban dari Daffa. Dahi Zeva kontan berkerut.
"Dari tadi chat gue nggak dibales tuh karena lo mikirin itu?"
Zeva membasahi bibirnya yang kering. Ia mengangguk tanpa menjawab apa pun.
Suara tawa Daffa terdengar dari ujung sana.
"Pake baju yang lo suka. Santai aja. Nyokap gue nggak gigit kok."
"Iya lah, emangnya lo sukanya gigit-gigit."
"Emang gue pernah gigit?"
"Pernah, nggak inget waktu itu pas lo kesurupan terus gigit tangan gue?"
Daffa nggak benar-benar kesurupan, hanya saja Zeva menyebutnya begitu karena tingkah aneh Daffa waktu itu. Tiba-tiba saja tuh cowok berlaku sangat manis, sering tiba-tiba menggandeng tangannya, tiba-tiba mengacak rambutnya, dan sederet tingkah aneh yang membuatnya jantungan.
Kekehan Daffa mengembalikan fokus Zeva. "Oiya waktu itu ya, lo gemesin banget sih."
Kalau saja Daffa ada di depannya. Pasti lengan tuh cowok udah jadi sasaran empuknya buat ditonjok.
"Nggak salah?"
"Nggak salah kok, kadang lo gemesin."
"Ck, apaan sih, sok pengen ngebaperin lo ya!"
"Nggak, itu jujur, Zevanya."
"Ck, serah, gue nggak percaya."
Kebenarannya adalah Zeva benar-benar dibuat tersenyum karena itu. Perempuan dan rasa gengsinya.
"Gue nggak minta lo buat percaya."
"Ntar sore jam berapa?" tanya Zeva mengalihkan pembicaraan agar pipinya nggak tambah memanas.
"Jam empat, gue jemput."
"Kemana?"
"Ke rumah gue. Nyokap udah masak tuh buat lo."
"Wow, gue tersanjung nih."
"You should."
•
Gaes, yang baca ini tolong komen dong. Komen apa aja biar gue tau nih cerita ada yang nunggu apa kagak.
Komen hai kek komen satu huruf juga gapapa kok wkwkwkMakasih yaaaaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
One Chance
Short Story"Kesempatan lo cuma satu kali." "Dan gue nggak akan bikin lo nyesel karena ngasih kesempatan itu." •Sequel Once Again• One Chance Elok Puspa | Juli 2017 Photo taken from Pinterest.