Abu-abu

1.1K 151 20
                                    

Zeva kira Daffa itu hanya sebatas menyebalkan saja, tapi rupanya ia salah. Daffa juga bisa jadi sangat kekanakan.

Seperti tadi sore saat mereka mengobrol santai di ruang tengah. Daffa bergabung dengan dua adik kembarnya yang bermain ular tangga sedangkan ia membicarakan banyak hal bersama mama Daffa yang ternyata memiliki pemikiran yang sama dengannya, apalagi saat menyangkut hak-hak perempuan dan masalah sosial.

Obrolannya terpaksa berhenti karena perdebatan Daffa dengan dua adik kembarnya semakin sengit. Daffa dengan kegihihannya yang sama sekali tak mau mengalah, dan dua adik Daffa yang sepertinya kesal dengan abangnya itu.

"Males main sama abang!" ujar adik Daffa yang laki-laki, namanya Fabian Davian Hakim.

"Abang curang!"

"Curang dari mana sih?! Eh bocah kalo kalah ya kalah aja."

"Mama!" perempuan kecil yang memiliki wajah mirip dengan mamanya itu kembaran Vian, Fabina Davina Hakim.

"Ngadu aja sana, dasar bocah tukang ngadu!"

Zeva geleng-geleng kepala sambil menahan senyum. Daffa emang menyebalkan pada siapa pun.

"Udah ah, nggak mau main sama abang."

"Mending main sama bang Faisal!"

"Dih!"

"Iya, sama kak Diba juga enak, malesin sama abang!"

"Ma! Adeknya siapa sih ini? Ganti aja lah!"

"Abang!" Koor keduanya kompak dengan ekspresi kesal yang sama persis!

Zeva benar-benar dibuat tertawa melihatnya. Apalagi reaksi mama Daffa yang hanya mengangguk tanpa berniat memisahkan perdebatan anak-anaknya itu.

"Capek mama ngasih taunya. Terserah kalian deh, berantem aja sana bertiga ntar yang menang dihajar sama Papa," ucap mama Daffa setelah dari tadi cuma menggeleng-geleng kepala dan ikut tertawa.

Obrolan mereka terhenti karena suara dari depan pintu rumah. Mama Daffa langsung bangkit dan berjalan menuju ruang tamu.

Tatapan Zeva tertuju pada Daffa, ia menggeleng dengan tatapan geli.

Daffa bergerak cepat. Bangkit dan melemparkan diri ke samping Zeva yang duduk di sofa panjang.

"Apa lo? Mau ikut ngatain gue kayak dua tuyul itu?" tanya Daffa dengan mata tertuju pada dua adiknya yang sudah berlari menyusul mamanya.

"Lo bocah banget Daf, serius," jawab Zeva dengan kekehan.

Daffa yang memakai kaos putih polos dan dipadu jeans warna hitam itu hanya bisa mendecak. Samar-samar Zeva bisa menghirup aroma parfum Daffa. Aroma parfum yang kini selalu bisa membuatnya rindu.

"Itu tadi mantan lo?"

"Iya. Gue nggak tau kalo dia disini, sebelum jemput lo gue main sama temen-temen SMP gue," jelas Daffa menatap matanya. Seolah ingin menjelaskan bahwa ia nggak sengaja mempertemukannya dengan mantan kesayangan Daffa itu.

"Oh." Zeva mengangguk. "Terus tadi pacarnya? Temen lo yang waktu itu lo ceritain?"

"Iya. Faisal itu."

"Lucu."

"Apanya?"

"Mereka berdua lucu. Faisalnya nyenengin, terus Diba juga kelihatan sayang banget sama Faisal."

"Tau dari mana? Lo ngomong kayak gitu cuma mau ngeledekin gue?" Daffa menaikkan satu alisnya dengan tatapan jengah.

"Nggak, Daf, gue bisa lihat kok dari mata mereka. Kelihatan bener-bener saling sayang, semoga aja mereka langgeng," jawab Zeva dengan mata menerawang. Mengingat interaksi Diba dan Faisal di depannya tadi.

"Hmm."

"Lo cemburu ya?"

"Nggak."

"Bohong. Gue tau, Daf, lo nggak bisa bohongin gue."

Daffa menoleh. Jarinya bergerak mencubit hidung Zeva pelan.

"Jangan sok tau."

"Nggak sok tau! Emang bener kan?"

"Nggak tuh, gue nggak cemburu." Daffa mengedikkan bahu.

"Masa?"

"Iya, soalnya udah ada lo."

"Lo jadiin gue tameng doang gitu? Biar lo kelihatan bahagia di depan mereka?" tanya Zeva dengan nada tajam.

"Nggak juga."

"Terus?"

"Ya gue nggak cemburu ngelihat mereka karena ada lo," jawab Daffa menatap mata Zeva.

"Maksudnya gimana sih?"

"Menurut lo gimana? Lo aja bisa langsung paham cuma ngelihat dari mata, masa gue udah bilang terang-terangan gini lo nggak ngerti?" tanya Daffa lagi dengan seringaian.

"Gue nggak tau. Gue nggak paham. Gue nggak pernah bisa ngerti atau pun pahamin lo, apalagi hati lo."

Seringaian Daffa lenyap. Dua mata Zeva yang berkaca-kaca itu membuatnya bungkam.

"Lo tuh abu-abu."

HAHAHAHAHAHA DAFFA

oke vote dan komen ya gengs biar semangat nih nulisnya

Makasihhh!

One ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang