Membujuk Ibu

355 4 2
                                    

Terbangun dari tidur lamaku. Semenjak aku mengenakan jilbab, tak hanya diriku saja yang ingin berubah, namun juga hati. Benar kata orang-orang baik yang menyeru pada setiap muslimah untuk berjilbab, mereka selalu bilang "Berjilbab tidak setelah menjadi baik, namun berjilbab itu setelah balig."

Kata-kata yang dulu sering aku sangkal. Dulu menurutku orang berjilbab itu harus suci dulu, tidak berbuat buruk dan tidak mencela orang lain. Tapi, setelah aku menggunakan jilbab sendiri, rasanya kata-kataku dulu adalah tamparan keras buatku. Aku berjilbab, tapi aku sama sekali tidak suci dari dosa. Terkadang lisan ini masih sering menyakiti orang lain, terkadang hati ini masih suka berprasangka buruk, dan terkadang pikiran ini masih dikelilingi angan-angan buruk. Nah, kalau kita menunggu untuk benar-benar suci lalu kapan kita mau berjilbab? Sedangkan kita ini hanya manusia biasa yang tidak pernah luput dari dosa.

"Astaghfirullahal'adzim.." seketika air mataku mengalir. Aku bertanya pada diriku sendiri, "Kenapa aku tidak langsung berjilbab setelah balig dulu?"

Aku merasa bahwa aku ingin menjadi lebih baik setiap detiknya. Jilbab memang bukan membuat kita langsung menjadi suci, namun setiap detiknya jilbab bagiku selalu memberi makna yaitu semakin ingin menahan diri untuk tidak membuat Allah murka padaku, semakin membuatku merasa diawasi Allah. Sungguh hidayah Allah itu sebenarnya telah ada pada setiap orang, tinggal bagaimana kita akan menyikapinya. Akan kita ambil atau kita abaikan saja?

Hari-hariku tidak pernah lepas dari keinginanku untuk lebih mengenal islam. Agama yang sejatinya ada pada diriku sejak lahir, namun miris sekali aku baru ingin belajar ketika usiaku yang bukan kanak-kanak lagi.

Awalnya aku sangat malu bertanya tentang hakikat islam yang sebenarnya pada temanku. Aku berprasangka tidak baik pada orang-orang yang aku tanya soal islam. "Bisa jadi dia mengira aku hanyalah islam KTP selama ini." Atau "Bisa jadi mereka berpikir aku tidak pernah dididik soal agama." Atau "Bisa jadi mereka berpikir aku tidak pernah melaksanakan shalat lima waktu"

NO!

Keluargaku mendidik aku dengan ajaran islam. Kami melaksanakan shalat, puasa, dan zakat seperti orang muslim lainnya. Hanya saja, setiap harinya kami tidak pernah menggali lebih dalam lagi makna islam yang sebenarnya. Dan inilah waktuku untuk berbakti pada orang tuaku. Dulu mereka yang mengenalkan aku tentang shalat, puasa, dan zakat. Dan sekarang waktunya aku untuk melengkapi hakikat islam yang kurang pada keluargaku.

"Astaghfirullahal'adzim.." lagi-lagi aku beristighfar. Beginilah manusia, tiada yang luput dari dosa. Meskipun itu hanya prasangkaku, tapi itu pun juga menimbulkan dosa, karena aku menebak-nebak buruk tentang hati orang. Tapi aku beruntung, jilbab selalu membuatku tersadar bahwa sebisa mungkin aku tidak boleh membuat Allah murka padaku meski itu hanya terlintas dalam prasangkaku.

Keinginanku mengenakan jilbab sebenarnya sudah semenjak SMA. Namun karena alasan yang terus bergulat didalam pikiranku. Akhirnya aku mengulur-ulur waktu. Sungguh miris hatiku, ketika aku melihat foto-fotoku dulu yang belum berjilbab. Rambut yang dibentuk-bentuk sesuka hati, dan dipamerkan di media sosial. Air mata ini pun tak terbendung. Betapa tidak berbaktinya aku pada orang tuaku, setiap langkah kakiku yang keluar dari rumah tanpa menutup aurat akan membawa satu langkah kaki mereka menuju nereka "Naudzubillah mindalik.."

Jilbab memang tidak mudah dikenakan bagi perempuan muslim yang belum mengerti hakikat jilbab sebenarnya. Awalnya aku yang dirundung galau karena tidak segera mengenakan jilbab, sekarang aku lihat kegalauan itu ada pada ibuku.

"Arin, nanti Ibu mau kondangan, enaknya pakai jilbab enggak ya?"

"Pakai aja Bu, kecantikan Ibu nambah lho kalau pakai jilbab" jawabku seraya tersenyum.

JilbabkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang