"Lo lagi lo lagi, kenapa sih harus ketemu lo lagi?"
"Jelaslah ketemu, orang saya juga menuntut ilmu disini."
"Hahaha.. menuntut ilmu? Lo anak kelahiran tahun berapa sih? bisa gitu ngomongnya, formal banget." Katanya dengan sedikit senyuman sinis.
"Saya memang ngomongnya seperti ini kalau sama orang yang enggak saya kenal." Kataku santai sambil mengambil roti yang akan kubeli.
Seketika laki-laki itu ber-O ria. "Gue tau, ini modus Lo kan? Biar gue ngajak kenalan Lo?."
"HAHAHAHA.." tawanya meledak dan aku tidak terima dibilang modusin dia.
"Apa? Maaf ya saya enggak pernah kepikiran untuk berkenalan sama anda. Malahan saya enggak berharap bisa bertemu sama orang yang sombong seperti anda." Kataku ketus padanya. Dia langsung berhenti tertawa dan wajahnya mulai memerah. Badanku tiba-tiba kaku melihat tangannya yang segera mengepal.
"Haiii... Arin..." teriak seseorang dari jauh. Seketika aku menoleh ke arah suara itu dan laki-laki itu pun ikut menoleh juga.
"Mina?" kataku segera menghampirinya.
"Alhamdulillah, kamu balik lagi. Kamu tau enggak? Aku kangen banget sama kamu.." kataku seraya memeluknya.
"Lo punya urusan sama gue!" kata laki-laki itu mendekatiku dengan Mina. Lalu dia pergi dengan wajah yang masih memerah seperti udang rebus. Bukan karena kepanasan terik matahari, tapi sepertinya dia tersinggung dengan kata-kataku.
"Siapa Rin?" Tanya Mina. Aku menceritakan kronologi awal bertemu laki-laki yang menyebalkan itu. Mina malah terkekeh mendengar ceritaku. Dia sama sekali enggak merasa kekhawatiran yang aku rasakan saat ini. "Kok kamu ketawa aja sih dari tadi? Aku itu lagi takut banget, aku belum pernah ngeliat wajah orang yang semarah itu karena ucapan aku. Aku takut, kalau dia dendam sama aku. Gimana ini Min?"
"Tunggu deh, kamu bisa bilang dia sombong alasannya apa? Katanya kamu enggak kenal dia, tapi kenapa bisa bilang kalau dia sombong?"
Aku bercerita lagi pada Mina tentang kejadian tiga hari yang lalu di swalayan. "Tanpa sengaja aku mendengar laki-laki itu sedang mengejek seorang perempuan yang uangnya enggak cukup buat bayar belanjaannya di kasir. Dia bilang gini "Makanya kalau enggak punya uang itu, enggak usah sok-sokan beli sayuran di swalayan. Injakin kaki ke pasar. Perempuan kok males ke pasar." Sinis banget pokoknya Min, sombong banget kan itu orang?"
"Astaghfirullah.. masa sampai kaya gitu orangnya? Terus habis itu si perempuannya gimana?"
"Enggak tau, aku langsung pergi gitu aja. Kan aku juga pas lagi bayar di kasir. Beruntung aku di kasir sampingnya, jadi enggak kelihatan deh kalau aku enggak sengaja denger dia ngomong sesinis itu."
"Astaghfirullah.. jangan begitu Arin. Kamu enggak tau kejadian sampai akhirnya. Bisa jadi pas kamu keluar dari swalayan, dia malah bayarin perempuan itu."
"Ah mana mungkin?"
"Apa jilbabmu enggak bersuara lagi?"
"Maksudnya?"
"Katamu semenjak pakai jilbab, semua apa yang kamu lakuin menjadi pengoreksi buat dirimu sendiri." kata Mina sambil memegang jilbabku. "Apa ini tidak menyadarkan kamu kalau kamu sedang su'udzon sama laki-laki tadi?". Aku pun langsung terdiam mendengar pertanyaan Mina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilbabku
SpiritualRank #2 in Hamasah (16-08-2018) [Jangan lupa tinggalin jejak ya readers, hargai sebuah karya. Terima kasih :) ] Memperbaiki diri itu, pandangan lurus kedepan! Ingat! Apapun yang baik itu datangnya dari Allah, maka tidak perlu ragu untuk terus menja...