Mulai Candu

158 4 0
                                    

 

Malu adalah salah satu akhlak seorang muslim. Namun malu yang dimaksud bukanlah malu pada setiap hal. Makna malu dalam islam itu ada dua yaitu malu terpuji dan malu tercela. Salah satu contoh malu yang tercela adalah segan untuk mendalami ilmu agama. Maksudnya adalah takut untuk bertanya pada seseorang yang memiliki ilmu lebih dalam dari padanya. Segan belajar bersama dengan orang-orang yang lebih paham tentang suatu ilmu.

Saidatina 'Aisyah pernah berkata: "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, mereka tidak dihalang oleh perasaan malu untuk mereka mendalami agama"

Aku segera menangkis sifat maluku yang salah. Semua orang yang mengenalku tahu bahwa aku adalah orang yang pemalu. Sampai-sampai saat aku duduk dibangku sekolah, aku tidak berani tanya pada guruku bila aku kurang paham. Efeknya ternyata tidak baik untuk kemajuanku. Seharusnya aku menjadi paham pada suatu hal, tapi aku malah dibuat bingung karena aku tak mau bertanya pada orang yang memiliki ilmu lebih. Contoh sederhananya efek dari malu adalah yang terdapat pada pepatah "Malu bertanya, sesat dijalan.".

Baiklah, aku tidak ingin tersesat lagi. Apalagi ini soal agama. Aku belajar dan bertanya pada yang benar-benar tahu. Aku mencari seorang temanku yang pandai mengaji. Awalnya Mina adalah orang pertama yang akan aku pinta sebagai guru mengajiku. Namun, ternyata Mina harus cuti kuliah beberapa bulan karena harus menemani ayahnya berobat ke luar negeri. Mendengar kabar tersebut, aku sangat sedih. Bukan karena Mina tidak bisa mengajari aku, tapi karena ayah dari seorang sahabatku sedang sakit. Aku tahu bagaimana perasaan Mina. Pasti dia sangat sedih. Jadi setiap harinya aku tidak pernah bosan untuk mengirim foto setiap catatan materi kuliah yang baru. Aku pun juga selalu memberi semangat pada Mina agar tidak bersedih hati.

Aku tidak berhenti begitu saja, aku tetap mencari seseorang yang mau mengajari aku mengaji. Sangat bersyukur ternyata temanku satu kelas ada yang mau mengajari aku mengaji.

Ada pepatah Arab yaitu "belajar di waktu muda bagaikan mengukir diatas batu, sedangkan belajar di waktu tua bagaikan melukis di atas air". Bayangkan, betapa susahnya melukis di atas air? Mustahil bukan?

Ya, awalnya aku menyerah ketika diajari membaca tiap huruf hijaiyah yang harus sesuai makhraj. Aku malu sekali dihadapan Intan, ketika disuruh membaca surat Al-Fatihah sebagai doa pembuka saat akan mengaji. Kupikir bacaan Al-Qur'anku tidak terlalu jelek, tapi nyatanya hancur sekali! Tidak pernah aku duga sebelumnya.

Dari Alif hingga Ya, aku mengulang-ulang sampai benar. Hari pertama belajar mengajiku dengan Intan aku habiskan untuk belajar makhraj saja.

Tidak hanya pada hari pertama saja, tapi belajar melafaskan makhraj sampai benar aku lakoni setiap pertemuan mengaji berikut-berikutnya.

"Alhamdulillahirobbil 'alamin.." aku mencoba untuk kesekian kalinya membenarkan pelafasan huruf ha (ح) sesuai makhraj. Kata Intan, huruf ha (ح) dibaca berbeda dengan ha (ه).

"Kalau ha (ح) ini," kata Intan sambil menunjuk salah satu huruf hijaiyah tersebut. "Dibaca dengan suara di tengah tenggorokan, jadi seperti ada hembusan yang keluar dari mulut. Berbeda dengan ha (ه) yang ini.." lanjutnya sambil menunjuk huruf ha (ه) dikertas yang telah dia tulisi berbagai macam huruf hijayah.

"Ha (ه) yang ini suaranya ada di pangkal tenggorokan,"

Aku perhatikan mimiknya dengan seksama, sambil meniru dengan pelan-pelan. Apapun yang dia jelaskan, aku menulisnya dalam buku kecil khusus catatan mengaji.

Ada beberapa huruf hijaiyah yang membuatku kesulitan dalam membedakan satu dengan yang lainnya.

Seperti huruf ka, kha, dan qa. Dulu aku membaca ketiga huruf tersebut sama dengan ka. Tapi, ternyata aku salah besar, selain salah dalam pengucapannya, ternyata juga bisa merubah arti dari ayat yang aku baca. Aku jadi khawatir, bila selama ini aku mengaji namun banyak arti yang berubah karena kesalahanku dalam membaca.

Ka (ك) dibaca seperti ada selingan huruf "h" ditengah-tengahnya sehingga seperti kha, agak ditekan, dan mengeluarkan nafas yang banyak.

Kha (خ), ketika dibaca huruf vokalnya diganti o jadinya "kho" di puncak tenggorokan dan bersuara seperti mendengkur.

Qa (ق), ketika dibaca huruf vokalnya diganti o sehingga dibaca "Qo" dan seperti tercekik, terletak pada pangkal lidah mengenai langit-langit.

Dalam membenarkan makhraj tidak hanya mengulang satu per satu huruf hijaiyah, namun juga mengaplikasikan ketika mulai membaca suatu ayat. Maka, ketika salah akan tahu bagian mana yang dirasa kurang pas. Dan dapat diulangi terus hingga lidah tidak kaku lagi dalam melafaskan huruf hijaiyah dengan benar.

Hampir satu bulan aku didampingi belajar mengaji oleh Intan, dan ada dua belas kali pertemuan. Satu harinya berdurasi dua jam. Selain belajar bersama Intan, aku setiap malamnya melanjutkan sendiri ayat yang setelah aku baca dengan Intan. Dan setelah satu bulan selesai, aku melanjutkan mengaji sendiri. Akan tetapi, jika aku menemui kesulitan lagi saat membaca, aku langsung bertanya pada Intan. Entah itu melalui sosial media atau menemuinya secara langsung. Dan syukur alhamdulillah, dalam waktu kurang lebih dua bulan aku sudah bisa khatam Al-Qur'an.

Namun, tidak sampai disitu saja. Aku tidak merasa puas dengan selesainya membaca Al-Qur'an sampai surat terakhir. Aku pun mengulanginya dari surat yang awal lagi. Dan aku rasa aku mulai candu dengan Al-Qur'an.

Rasanya, ketika membacanya hatiku menjadi tenang. Dan setiap kegelisahan atau prasangka buruk yang hinggap dihati maupun pikiranku, aku pun memilih membaca Al-Qur'an. Karena dengan membacanya bagiku adalah obat yang paling manjur.

JilbabkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang