[7] Kotak biru III

36 3 0
                                    









     Hari ini Flora berangkat lebih pagi kesekolah, dengan sedikit tergesa--agar tak ada yang melihatnya membawa kotak biru kemarin--Flora duduk sendiri dikelas menunggu kedatangan Vano dan Dea.

"Udah sampe?" Yang ditunggu datang juga, Vano menaruh tasnya terlebih dahulu dimejanya sebelum akhirnya datang menghampiri Flora. Dea? Ia sedang memulai tugas piketnya hari ini. Jangan tanya apakah selama ini Dea cemburu pada Flora atau tidak? Dea itu tak pernah sedikitpun merasa cemburu pada Flora, padahal dulu Vano memang pernah--sempat--menyukai Flora tapi itu semua ia kubur dalam-dalam agar tidak merusak persahabatannya. Hingga akhirnya Vano menemukan wanita pilihannya. Sabar, setia, penuh cinta, tapi satu kelemahannya yaitu tak pernah cemburu. Tapi itu semualah yang membuat Vano jatuh hati pada Dea.

"Ntar an aja piketnya" Vano berusaha mengambil sapu yang Dea pegang agar tidak piket sepagi ini, sebab hari ini juga jadwal Abrar piket. Anak itu pasti akan memanfaatkan keadaan dan orang banyak dengan datang terlambat dan melupakan tugasnya.

Dea tersenyum, "Gak apa, itung-itung amal bantu Abrar masuk surga" ujarnya penuh senyuman hingga membuat Vano gemas sendiri "Rara udah sarapan?" Dea mencoba mengalihkan perhatiannya dari Vano.

"Dia kalo sarapan perutnya mules" sahut Vano hingga dea menggeleng samar dan pergi keluar kelas untuk menyapu halaman kelas.

"Pacar lo rajin banget Van, lo nya jorok"

"Bodo! Bilangin sama Abrar suruh piket jangan Dea mulu. Kasian pacar gue" ujarnya seraya membuka kotak biru yang sedari tadi ditaruh Flora diatas meja "Nanti kalo lo mau kasih ini sama Abrar, lo mesti tenang. Kalo bisa mendingan kasihnya pulang sekolah aja, dan lo jelasin semuanya sama Abrar. Dan jangan lupa salamin tuh salam orang" lanjutnya dengan nada agak malas diakhir kalimatnya.

"Tapi gue juga malu Van, yakali gue ujug-ujug ngomong gitu sama dia. Jangan kan ngomong serius, ketemu papasan dikantin aja berantem"

"Ya emang gitu sih kalo tanda-tanda udah jodoh mah" ucap Vano enteng hingga membuat Flora terbelalak. Entah senang atau terkejut. "Lo mah geer an Ra, pantes aja gak pernah akur sama Abrar" lanjutnya hingga satu pukulan mendarat manis dibahu Vano.

"Si anjir! Sakit tau" Vano mengusap bahunya. "Udah mendingan tuh kotak lo simpen aja dulu dikolong meja lo. Biar gak banyak orang yang kepo" perintahnya.

Flora menurut dan segera menaruh kotak biru itu dikolong meja. Hari semakin siang, siswa-siswi Mentari mulai berdatangan. Namun Flora tetap duduk berdiam diri dikelas ditemani dengan sahabat setianya--Vano. Bahkan Dea pun kini ikut menemaninya mengobrol bersama.

Dea duduk disamping Vano hingga memutar tubuhnya menghadap Flora. "Ra, semangat dong jangan layu gitu" ujarnya menyentuh tangan Flora dengan seulas senyum manis dibibirnya. Sebenarnya orang kedua yang mengetahui masalah ini setelah Vano adalah Dea. Untuk itu, Dea mencoba memberi semangat pada Flora agar tidak canggung bahkan tegang.

Vano yang melihat itu pun ikut tersenyum. "Aduhh pacar gue manis banget dah ah" Vano mencubit gemas pipi Dea hingga Dea mengusap pipinya dengan wajah sedikit cemberut "Jangan cemberut ih ntar kayak yang didepan kamu tuh. Emang kamu mau dipanggil Dea judes? itu tuh cubitan sayang dari Vano" lanjutnya sedikit mencibir Flora.

"Apaan sih! Lo tuh demen banget ledekin gue--"

"Kayak Abrar ya?" Ledek Vano hingga membuat Flora memukul bahu nya sangat keras. Kali ini Dea tidak berkomentar, sebab ini memang salah Vano.

"Ada apa nih rame-rame" sambar seseorang masuk kedalam kelas.

"Aduh duh pada ngumpul begini, ada arisan? Siapa yang menang?" Rupanya suara-suara itu adalah milik ketiga teman Flora, Rania, Hanin dan Vina.

Flora's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang