[8] Si penyelamat

21 2 3
                                    


"LO?"

Ketiga orang didalam kelas dibuat terkejut dengan kedatangan Abrar.
Lelaki itu masuk, melenggang dengan santainya.

"Apaan si?" Abrar malah bertanya balik.

Flora masih dibuat melongo tak percaya, berbeda dengan Vano dan Dea yang mulai kembali sadar.

"Lah bukannya lo udah balik?"sebuah pertanyaan lolos dari mulut Vano. Bahkan Vano melupakan perihal ancamannya tadi pagi pada Abrar.

Abrar melenggang ke mejanya, semua mata tertuju pada Abrar. "Charger gue ketinggalan" ujarnya seraya merogoh kolong meja yang kemudian menemukan sesuatu disana dan dimasukkannya kedalam tas. Lalu ia bergegas pergi keluar kelas kembali.

Namun sesaat Flora tersadar, ada yang masih harus diselesaikan antara dia dengan makhluk menyebalkan itu. Flora berdiri cepat, memberanikan diri sebelum Abrar menghilang dari balik pintu. "Abrar tunggu!" Suaranya yang nyaring mampu menahan langkah Abrar dan membuatnya menoleh pada yang memanggilnya.

Bukannya menjawab, justru Abrar hanya mengangkat dagunya pertanda ada apa?.

Melihat itu, Vano dan Dea bergegas pulang. Mereka tak ingin membuang kesempatan dua makhluk aneh ini.

"Lah lo mau kemana?" Tanya Flora cepat.

"Balik" ujar Vano singkat dan menghilang dari balik pintu bersamaan dengan Dea.

Flora menarik nafasnya dalam, kini Abrar berjalan ke arahnya. Suhu tubuh Flora berubah, peluh keringat dingin mulai menetes walaupun terlihat samar. Ia tetap menetralkan wajahnya dengan bersembunyi di wajah judes nya.

"Apa?"

Satu kata bernada amat datar terlontar dari mulut Abrar. Sungguh, ini semakin membuat Flora merasa gugup yang teramat sangat. Sebisa mungkin ia netralkan kegugupannya.

Flora sedikit merundukan punggungnya, tangannya menggledah kolong mejanya. Menarik suatu benda kemudian mengangkatnya ke atas meja.

Brukk

Mata Abrar tertuju pada kotak itu. Sedangkan Flora menatap balik Abrar.
Keadaan menjadi hening, sebelum akhirnya Abrar kembali angkat bicara.

"Apaan sih? Gue nggak ngerti bahasa isyarat. Lo diem gitu artinya apa coba?"

Flora tersentak, ia sadar lamunannya sangat tidak baik dalam keadaan seperti ini.

"Itu ... hadiah buat lo" ujar Flora to the point.

"Hah?" Abrar mengernyit sekaligus bingung. "Buat gue?"

Flora mengangguk, diluar dugaan, kata-kata Abrar membuat Flora ingin marah sekarang juga.

Abrar tertawa yang terdengar seperti meremehkan, "Heh Cinaaa, lo kalau mau kasih hadiah ke orang tuh inisiatif dikit kek. Masa iya, ngasih hadiah ke orang pake kotak bekas"

"Kotak bekas kata lo?!" Flora mencoba untuk tidak marah pada Abrar. Ayolah Flora bersabarlah menghadapi makhluk langka seperti Abrar.

"Iya, itu kotak yang kemarin dikasih adek kelas buat lo kan? Iya kan? Nggak usah ngelak deh, gue lihat sendiri" kenapa Abrar senang sekali menuduh?

Ternyata Abrar mengira kalau kotak ini merupakan hadiah dari Flora.

Flora menarik nafasnya dalam, "Dengerin penjelasan gue dulu sebelum lo buat argumen sendiri" ujar Flora dengan nada serius. Jika sudah begini maka Abrar pun akan diam.

Abrar diam, dan menoleh ke arah Flora yang wajahnya mulai kembali seperti semula, Judes.

"Sebenernya ini hadiah bukan dari gue-"

Flora's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang