Sunbaenim-Hoshi

2.5K 319 49
                                    

Lama juga ya gak update....
******
15 tahun hidupku, aku hanya pernah jatuh cinta sekali.

Itupun bukan jatuh cinta yang sesungguhnya, hanya rasa suka yang tiba-tiba hadir dan pergi.

Setelahnya, aku hanya menjalani hidup hambar tanpa pernah mengalami bagaimana deg-degannya ketika tangamu digenggam laki-laki lain selain keluargamu.

"Y/N!"

Aku melepaskan headset yang tersumbat di kedua lubang telingaku.

Gila, volume terkencang saja dapat dikalahkan teriakan Inseol.

Aku melirik malas ke arahnya yang kini telah berlari ke arahku dengan wajah yang menyebalkan.

Kalau bukan teman, sudah lama kau kubuang di parit besar depan sekolah.

"Kau ini... Bisakah jangan terlalu heboh?" ,tanyaku kesal.

Lah, bukannya minta maaf, wajah dia malah gak kalah galak. Aku malah dimarahin pula.

"Kamu tuh ya, jangan terlalu kenceng kalau pake headset! Itu ada kakak kelas nyariin kamu dari tadi tau gak!" ,bentak Inseol sambil menunjuk seseorang.

Aku melirik ke arah ujung jari telunjuk Inseol mengarah, mendapat seorang yang mukanya tak familiar sedang menatapku sambil tersenyum.

Dari pada kena semprot lagi, mending langsung kusamperin aja deh. Inseol kalau ngamuk gak beda jauh sama Madam Im.

"Ada apa ya, sunbaenim?" ,tanyaku pada orang itu.

Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Tapi, dia sangat tinggi, jika dibandingkan denganku yang hanya setinggi ketiaknya saja.

"Kau Jung Y/N yang mendaftar di ekskul lukis kan?" ,tanyanya.

Aku mengangguk. "Apa ada yang bisa dibantu sunbae?" ,tanyaku lagi.

Orang itu menggeleng. Ia menatapku lembut sambil mengacak pelan rambutku.

"Aku hanya ingin berkenalan dengan adik kelasku kok, panggil saja aku Hoshi ya" ,katanya.

"Oh ya, jangan lupa. Hari ini ada pertemuan perdana anggota ekskul lukis" ,katanya lagi.

Aku mengangguk. "Baik Hoshi sun-"

"Ssstttt" ,ia meletakkan telunjuknya di mulutku yang membuatku langsung bungkam.

"Just call me Hoshi" ,katanya kemudian menepuk pipiku pelan sebelum meninggalkanku.

Aku terpekur dan hampir saja akan ditabrak murid-murid yang berlarian jika saja Inseol tak langsung menarikku.

"Yak, ada apa denganmu? Kau gila?"

"Aniya" ,balasku pelan.

"Aku hanya masih bingung, sepertinya Tuhan mulai bosan dengan orang-orang normal hingga menciptakan makhluk abstrak sepertinya" ,gumamku sambil menggelengkan kepalaku.

Sepertinya, sunbaenim yang satu itu perlu lebih mendekatkan dirinya pada Yang Maha Kuasa.

.

Aku segera melangkahkan kakiku dengan cepat begitu tugas piketku selesai.

Sial, jika saja Mingyu tidak bolos, aku pasti tak akan telat seperti ini.

Masa murid baru telat. Bisa-bisa didamprat kakak kelas nantinya.

Aku tinggal selangkah lagi menuju ke ruang lukis jika saja tangan seseorang tak menarikku, membuatku jatuh di dadanya.

"Jangan kesana dulu" , bisik seseorang yang suaranya sedikit familiar.

Aku menoleh ke belakang, mendapati Hoshi-sunbaenim dengan wajah kesal menatap ke arah pintu ruang lukis.

"Ahhh... Disi- ahhh"

Wajahku memerah sempurna ketika suara laknat itu menerobos indera pendengaranku.

Hoshi-sunbaenim yang melihatnya langsung menempelkan kedua telapak tangannya pada sisi kanan dan kiri telingaku.

Semuanya seketika hening- iyalah kalo enggak ngepain telinganya ditutupin. Aku menatap wajah Hoshi-sunbaenim takut-takut.

Wajahnya tampak sangat kesal. Aku rasa sekarang ia ingin menghajar wajah orang yang berbuat hal tak senonoh itu.

Tak lama kemudian, sepasang siswa dan siswi keluar dengan tampilan acak-acakan.

Tangan Hoshi-sunbaenim yang tadinya menutupi telingaku kini terkepal kuat.

BUGGHH!!!

Benar saja, Hoshi-sunbaenim menghajar siswa itu tepat di pipinya.

"Aku sudah rekam semuanya, tinggal tunggu hasilnya besok" ,katanya sambil menarik tanganku menjauh dari tempat itu.

Aku tak tahu kalau dia bisa semarah itu.

Kami berdua berjalan menyusuri koridor kelas yang mulai terasa sepi. Dia terus menggenggam tanganku erat, agak sakit sih.

"Su-sunbae.." ,panggilku.

Hoshi-sunbaenim menghentikan langkahnya, kemudian berbalik dan menatapku bingung.

"Ta-tanganku.." ,kataku sambil menatap tanganku yang digenggam erat olehnya.

Hoshi-sunbaenim langsung melepaskan tangannya dengan wajah sedikit memerah, membuat suasana menjadi canggung.

Dia hanya terkekeh pelan sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. Aku jadi salah tingkah sendiri.

"Maaf ya, hari pertamamu harus berakhir seperti ini" ,katanya lirih. "Aku merasa gagal sebagai ketua.."

"Aniya sunbaenim. Ini pasti diluar kehendakmu kan? Lagipula, merekalah yang salah karena berbuat tak senonoh" ,kataku.

Ia tersenyum sambil menatapku. Tangannya menepuk puncak kepalaku beberapa kali.

Senyumnya lucu juga...

"Maaf ya, sepertinya kita harus menunda kegiatan ini. Minggu depan kau datang lagi ya?"

Aku mengangguk kecil. Hoshi-sunbaenim akhirnya mengantarku pulang tanpa berbicara apapun.

.

Sudah terhitung seminggu semenjak kejadian di depan ruangan itu berlalu. Kedua murid yang aku dan Hoshi-sunbaenim pergoki sudah dikeluarkan tepat sehari setelah hari itu.

Kali ini, aku sudah berdiri tepat di depan pintu ruang lukis. Sebenarnya sudah 10 menit yang lalu, hanya saja aku terlalu gugup untuk sekedar mengetuk pintu itu.

Aku menggosok tanganku yang mendingin berkali-kali. Sumpah, aku belum siap bertatap muka dengan Hoshi-sunbaenim semenjak kejadian itu.

Aku terus-menerus meyakinkan diriku, namun hasilnya tetap sama saja. Nyaliku ciut.

"Kenapa kau hanya berdiri saja?"

Aku langsung membalilkan tubuhku, mendapati postur sang ketua yang begitu ingin ku hindari saat ini.

"A-anu-" ,perkataanku terpotong saat Hoshi-sunbaenim menarik tanganku pelan.

"Tak perlu malu lagi, kami tak menggigit kok" ,candanya.

Aku terkekeh pelan. Andai kau tau sunbae-nim, bukan mereka yang kutakuti melainkan dirimu.

Aku takut padamu yang sudah merebut hatiku dengan pesonamu.

.

.

.

Enaknya end ato TBC?

Seventeen's ImaginesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang