I was a Bother - Wonwoo (1)

1.5K 155 31
                                    

Hai! Saya kembali dengan cerita yang di request oleh salah satu pembaca eheheheh...

Selamat membaca!

______________________________

Hari ini, aku mati dengan tragis.


25 tahunku yang berharga terhenti begitu saja karena peristiwa bodoh itu.


Wanita bergairah yang penuh dengan semangat dan terlihat selalu tersenyum cerah ini mati karena kecerobohannya. Benar-benar kejadian yang memalukan untuk menjadi peristiwa terakhir yang dapat diingat orang tentang dirimu.

Seharusnya aku sudah berada di suatu tempat di mana aku akan diadili jika yang biasa dijelaskan kepadaku oleh para pemuka agama tentang kematian itu benar. Tapi nyatanya? Aku masih di sini, memandangi jasadku yang bersimbah darah di samping pria laknat yang hanya bisa memandangiku dalam diam.

Matanya menatap jasadku dengan tatapan yang dingin. Aku bahkan tak melihat setitik air mata membasahi pipinya, entah karena hujan atau ya memang karena melihat pacarmu tewas dengan mengenaskan tidak semenyedihkan itu.


"Ma-maaf mbak..."


Sebuah suara terdengar dari sampingku. Aku menoleh dan mendapati sosok berpakaian serba putih sedang menatapku ketakutan sekaligus merasa bersalah. Aku menatapnya dengan seksama dari ujung kepala hingga ujung kaki, mencoba menebak siapa gerangan sosok yang berbicara denganku ini.


"Kuntilanak cowok?" tebakku setelah beberapa saat berpikir.

"Bukan lah! Mana ada kuntilanak cowok yang mukanya glowing kayak saya?" jawab sosok itu sambil memamerkan wajahnya yang bersih, mulus, dan tampan.


Aku mengangkat sebelah alisku, heran sekaligus kesal. Aku baru saja mati dengan tragis dan mungkin saja akan jadi arwah penasaran. Kenapa sekarang aku harus berurusan dengan makhluk antah berantah yang mengganggu ini?

Menyadari bahwa aku tidak merestui kehadirannya di sini, sosok itu berdeham pelan, mengumpulkan kembali wibawanya yang sempat hilang karena 'kuntilanak cowok' yang kulontarkan padanya. Wajahnya menjadi serius tetapi matanya tetap menatapku sedikit takut.


Ia terdiam sebentar, berusaha menyiapkan dirinya dengan merangkai kata-kata yang akan dia katakan padaku. "Ja-jadi, harusnya mbak belum meninggal-"

"Lah, kamu liatkan itu yang ada di jalan yang berdarah-darah itu aku? Yang begitu masih bisa diselamatkan?" aku memotong perkataanya cepat.

"Ih mbaknya mah.... Dengerin dulu!" balasnya kesal. Aku yang baru ingin menimpali omongannya menutup mulutku.


"Jadi gini. Saya sangat minta maaf. Sebenarnya belum saatnya mbak menghadap Yang Kuasa sekarang. Saya salah kalkulasi sehingga jadinya mbak harus kembali lebih cepat dari yang dijadwalkan."


Setelah menjelaskan panjang lebar, sosok itu terdiam. Wajahnya terlihat pucat, apa setakut itu dia karena hal ini? Ya, kematian memang sesuatu yang besar, tapi kenapa dia terlihat sangat ketakutan saat ini? Salah kalkulasi apa yang dia maksud?


Aku menatapnya dengan batin yang penuh tanda tanya. "Kamu siapa?" hanya hal itu yang berhasil keluar dari mulutku dari sekian banyak pertanyaan.

Seventeen's ImaginesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang