Nine

20.7K 365 27
                                    

Aaron menghela nafas kemudian berjalan entah kemana ia akan pergi.

"Tinggal seminggu. Dan aku belum bisa merebut keperawanannya. Astaga."batin Aaron.

Seminggu?ya. Aaron memang hanya diberi waktu kurang lebih 1 minggu beberapa hari saja. Tapi,sebenarnya ia tidak tega kalau melakukan ini pada gadis polos sepertinya. Sungguh.

***

Point Of View Aaron

Jarum jam sudah menunjukan waktu pukul 21.40,dan wajahnya belum juga hilang dari pikiranku. Aku sepertinya menyukainya. Tapi,aku bukan laki-laki lemah yang mudah menyerah. Dan aku,bukanlah laki-laki yang mudah jatuh cinta. Tugasku disini hanya untuk merebut mahkotanya. Tapi aku tak bisa. Aku tidak tega.

''Argghh. Kenapa harus dia? Kenapa?"kesalku sambil mengusap rambutku.

"Aku bisa saja dengan mudah menjadikan Angel atau Christine sebagai taruhanku. Tapi tidak denga dia. Aku sudah sering melakukan ini tapi aku tidak pernah melakukannya dengan paksa. Pasti jika aku lakukan itu dengan Clarra,semuanya atas paksaanku. Bukan kemauannya. Astaga."

Aku terus saja berujar di dalam kamar besarku ini. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Tapi tunggu....

Apa dia tidak ingat kejadian semalam?
Apa dia tidak tau kalau tadi malam aku menciumnya bahkan ingin membuka bajunya?
Apa dia tidak ingat kalau semalam aku mau menyentuh breast miliknya?
Apa dia tidak ingat kalau semalam aku menyatakan rasa sukaku?

Argghh...

"Bodoh! Dasar bodoh."aku terus saja merutukki diriku sendiri. Tapi ini memang salahku.

"Mungkin karena pengaruh obat yang aku berikan padanya. Dan mungkin karena alkohol semalam."pikirku lagi.

Aku menghela nafas kemudin beranjak dari tempat tidur dan meraih jaketku. Di London sangat dingin. Aku ingin keluar.

---

"Mau pergi kemana lagi kau ini! Dasar anak nakal."teriak ayahku yang tengah duduk di ruang keluarga bersama ibuku.

"Aku tak mendengarmu,ayah. Telingaku tak bisa mendengar ocehan orang yang tidak punya sopan santun sama sekali."ucapku sambil terus berjalan tak peduli dengan ayah dan ibuku.

"Aaron,tunggu nak. Kemarilah."ucap ibu lembut.

Aku menghentikan langkahku lalu menghela nafas dan menghampiri ibuku.

"Duduklah."ucap ibu lembut.

Aku mengangguk lalu duduk di samping ibu.

"Ibu ingin sekali kau berubah,nak. Jadilah Aaron kecil yang ibu kenal. Jangan menjadi Aaron yang seperti ini."ujar ibu sambil mengusap punggungku.

"DENGAR! AYAH TIDAK PERNAH MENYURUHMU UNTUK MENJADI BEJAT SEPERTI INI!"bentak ayah.

Aku menyipitkan mataku kemudian berdecih. Aku tak menjawabnya. Aku memang selalu begini. Berbuat baik selalu dihina. Nakal pun aku dihina. Ini lah aku. Tak pernah jauh dari ocehan ayah.

"Kecilkan suaramu,sayang."ucap ibu lalu merangkulku.

Hangat. Ya. Ini sangat hangat. Aku tak pernah merasakan kehangatan seperti ini sebelumnya. Semenjak ibu sakit dan ibu sering meluangkan waktunya untuk murid-muridnya disekolahku,aku menjadi jarang bertemu dengannya. Ayahku sibuk dengan pekerjaannya. Lantas saat ibu sakit,siapa yang mengurusnya?pembantu dirumahku.

"BIARKAN SAJA! ANAK NAKAL SEPERTINYA TIDAK USAH KAU BELA. AKU TAK PERNAH PUNYA FIKIRAN UNTUK PUNYA ANAK SEPERTINYA. KAU SERING MABUK DAN KAU SERING BERSETUBUH DENGAN PELACUR!"bentak ayah lagi.

Naughty GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang