1.
Wajah itu mengingatkanku pada masa lalu. Gelaknya, kedipnya, tak ada yang terlintas di benakku selain hitam putih masa lalu yang mengintip dari balik memori. Tanpa sadar, aku tersenyum. Gaun putih itu terlihat begitu anggun membalutnya. Meski kini, tawa hangat pria lain lah yang menemani lengkung senyumnya di pelaminan.
By :
**********
2.
Sore itu, orang-orang ramai memenuhi altar sebuah gedung. Bukan tempat ibadah, pasalnya kedua mempelai menyewa sebuah balai kota untuk melangsungkan resepsi.
Pemuda yang telah lengkap dengan jas hitam dan kemeja putih telah siap melangkah memasuki area gedung. Belum sampai di depan pintu, langkahnya terhenti. Ia berdiri, terpaku. Dahinya mengernyit bingung. Ada apa? Sekilas kemudian, beberapa orang menyingkir dari tempatnya berdiri. Sang mempelai pria menggendong seorang gadis yang baru saja disahkan menjadi istrinya. Pemuda yang masih berdiri itupun terkejut saat melihat gaun putih pengantin penuh darah bersimbah di bagian perutnya.
Beberapa detik kemudian, pengantin perempuan itu dinyatakan meninggal dunia. Pelaku penusukan tidak lain adalah mantan kekasih suaminya yang tidak merestui pernikahan tersebut.
By: Z A N
************
3.
Ikut acara lempar bunga, katanya. Siapa tahu bisa menyusul, katanya. Terserahlah. Siapa juga yang terburu-buru memikirkan pernikahan. Lha, utang-utangku pada Bang Somad saja belum lunas. Argh. Kalau saja balutan pakaian serba putih ini bisa membuatku menyamar menjadi tiang, rasanya pasti akan menyenangkan.
By:
*************
4.
Bahagia. Satu kata yang dapat mendeskripsikan hari ini. Terlukis dalam setiap wajah para tamu undangan yang menghadiri pesta pernikahan ini. Begitu pula denganku. Gaun putih yang dikenakan sang mempelai wanita itu sangat serasi dengan pakaian jas ayahku. Kini, aku harus menerimanya. Menerima sang mempelai wanita tersebut sebagai ibu tiriku.
By:
************
5.
Senyum itu, tawa itu, dulu itu semua milikku. Kulirik tuxedo putih yang dikenakan sang pengantin pria, tuxedo yang kupilihkan untuk acara pernikahan kami. Tapi kini ia mengenakannya untuk bersanding dengan wanita lain. Pandangan kami beradu, aku memaksakan seuntai senyum hadir dibibirku. Berbahagialah kasih, dan selamat tinggal.
By:
**************
6.
Aku pergi menghadiri pesta penikahan itu, sebenarnya aku tidak ingin tp aku tidak bisa mnolak ajakannya, aku tidak ingin mmbuatnya sedih. Dia brrti bgiku, sangat. Akhirnya dsinilah aku berada diatas panggung pernikahan dan berniat tuk bersalaman n mngucapkan "selamat, semoga menjadi keluarga samawa". Mereka adalah pasangan serasi. Mreka memakai baju berwarna hijau toska dipadu dgn songket yg melilit dipinggang masing2. Begitulah baju khas melayu. Dia trsenyum melirikku tpi aku sibuk mncari kado kecil yg kusediakan khusus tuknya. Kado tuh kubungkus dgn kertas kado brwrna putih kesukaannya. Tpi dimana kado itu ??
By:
**************
7.
Satu lagi hari besar buatku. Menjadi pelengkap lembaran kenangan bahagia. Beberapa menit lagi, kebahagiaan hari ini akan sampai puncaknya. Aku melihat cermin besar di depanku, sekali lagi. Memastikan setiap senti penampilanku. Rambut mengkilap, lapisan bedak, kumis tipis; kancing baju, lipatan jas, dan resleting. Semua sudah siap saat pendamping mempelai menjemput. Aku berjalan melewati taman. Berjalan perlahan menikmati tatapan tamu undangan. Cahaya matahari tengah hari menjadikan suasana semakin menyenangkan. Hingga aku sampai di meja akad. Persis diletakkan di tengah taman bunga, yang sedang mekar-mekarnya. Dengan dekorasi serba putih. Apa lagi yang lebih indah, dari menikahi gadis muda, di kala rambut telah memutih.
By:
*****************
8.
Suasana hingar memenuhi rumahku. Hilir mudik orang yang sebagian besar tak ku kenal pun menjadi pemandangan yang biasa di beberapa jam terakhir. Aku mengenakan setelan jas hitam, lengkap dengan kemeja putih dan rambut licin klimis, masih berdiri sambil tersenyum 'tulus' pada setiap tamu yang berdatangan. Hari pernikahan adik lelakiku, membuat mereka yang mengenalku selalu bertanya, 'lu kapan nyusul!?'
'Asuw,' jawabku dalam hati.
By:
********************
9.
Cahaya itu membuatku tersentak dari tidur. Kepalaku sungguh sakit, sehingga aku harus berjalan sambil memegangi kepalaku. Sesampainya di luar kamar, aku terkejut!
"Apaan ini putih semua?" pikirku.
Mataku terbelalak. Aku baru menyadari ada jemuran kain putih di belakang kamarku.
Mama pun datang mengemasi kain itu.
"Mama, itu buat apaan?"
"Itu buat mama datang ke pernikahan abang kamu, sayang."Jujur, aku benci menghadiri pernikahan. Bukan karena pernikahannya, atau makanannya. Akan tetapi karena disana terlalu banyak basa basi.
By:
The end.

KAMU SEDANG MEMBACA
#oneparagraphchallenge
AléatoireSetiap hari Rabu, team MJA akan menuangkan apa yang ada dalam otak mereka membentuk sebuah tulisan. Dengan keyword dan tema yang berbeda setiap minggunya untuk belajar dan melatih kemampuan para author menjadi lebih baik lagi. Come and join us with...