part 2 : vendeitta

68 5 0
                                    

“Al…Al…   kamu enggak bangun, Pak Han udah datang lo ” ujar Fani.

                “ha? Ohh ya Fan. Makasih ya.” Jawab ku  dengan pelan karena aku masih merasa mengantuk. 

Suara lembut Fani membangunkanku dari mimpi di siang ini.

                “Al, kmu kelihatan ngantuk sekali hari ini?” Tanya Fani.

                “iya e, mungkin gara-gara kejadian kemaren malam.” Jawabku.                

Kemaren malam. Ketika di tengah jalan ada seseorang yang berdiri di kegelapan. Dia memakai jubah hitam. Aku tak bisa melihat wajahnya karena gelap. 

                “hai.. Alam” sapanya.

                “siapa kamu?” Jawab ku.

                “kau tak perlu tau siapa aku. Yang perlu kau tahu akulah yang menghancurkan rumahmu” pungkasnya

                “apa? Berani-beraninya kau” jawabku.

Tanpa basa-basi lagi. Ku keluarkan pistol pemberian chad dan langsung kuarahkan kepadanya.

                “hahaha…. Apa kau punya keberanian untuk membunuhku?”

                “ . . . . . .  ”

Belum sempat aku berkata-kata dia sudah pergi meninggalkan aku. Tanpa pikir panjang ku kejar dia hingga aku lupa kalau aku sedang bersama Fani.

                “sial. Kemana perginya dia?” Umpatku dalam hati

Karena kehilangan jejaknya aku beristirahat di pinggir jalan. Kemudian kusadari kalau aku meninggalkan Fani di tempat tadi. Ku akhiri istirahatku dan ku beranjak pergi kembali ke tempat aku meninggalkan Fani.

                Sesampainya di sana, terlihat Fani telah duduk tidur terlelap di pinggir jalan, tepat di seberang sepedaku terpakirkan.

                “Aku terlalu lama ya, hingga kau menungguku sampai tertidur begini“ ujarku sambil memasangkan jaketku padanya. 

Wajahnya yang tenang membuatku tak ingin membangunkannya, jadi kugendong dia pulang.

. . . . . . . . .

“tok. . Tok. .”

                Arlan, kakak Fani yang membuka pintu. Meskipun teman lama, kami tak bicara sepatah katapun.  Tanpa bicara dia langsung mengambil Fani dari gendonganku dan langsung berlalu pergi. Dan menutup pintu depan cukup keras didepan wajahku.               

                Mungkin ini saatnya aku harus memerbaiki hubunganku dengannya. Agar hubunganku dengan Fani bisa berjalan lancar.

. . . . . . . . .

                “Maaf ya Fan, kemaren kamu nungguin aku sampai tertidur.”

                “Enggak apa-apa kog Al, makasih juga sudah menggendongku pulang. Pasti berat ya?”

“hhaha. Emang agak berat sih”

“Ah, kamu jahat. Aku gendut ya. Huft” jawabnya cemberut.

“hhehe. Becanda aja Fan” jawabku tertawa kecil

                Sepulang sekolah, Fani pulang duluan. Dia menghilang di ujung jalan, kususul dia. Terlihat Fani terkapar lemas dengan perut yang bersimbah darah. Kulihat sekitar, tampak orang yang semalam kukejar, melihatku dari kejauhan dengan pedang yang bermerah darah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shoot  (war has begun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang