Bab 1

348 10 0
                                    

Ga semua masalah bisa dipendam dan diatasi sendiri, terkadang
kita butuh orang lain untuk mengerti kita.

-Happy Reading-
...

Dibalik tembok kamar yang dingin Vira menangis. Derai hujan di luar sana, serasa mewakili tangis nya saat ini. Sayup-sayup angin masuk ke kamar nya melalui ventilasi jendela kamar, membuat Vira menggigil walau sudah memakai selimut. Vira merasa menjadi orang yang paling bodoh dan tidak berguna untuk siapa pun, dan merasa sudah tidak di butuhkan lagi.

"Kenapa, kenapa harus keluarga gue, kenapa?".....

...

Cahaya matahari dari sela-sela tirai kamar membuat nya terbangun dari tidur. Vira segera mandi dan bersiap ke sekolah. Setelah siap ia langsung ke sekolah naik angkutan umum. Karena tidak seperti biasanya, beberapa minggu ini Vira tidak pernah berangkat diantar papa ataupun makan sarapan yang biasa mama buat untuk nya. Beberapa akhir ini Vira merasa asing dengan dirinya sendiri bahkan seperti tak mengenal mereka.

Sesampainya di sekolah Vira berjalan melaui koridor dengan kepala menunduk, karena ingin menutupi mata nya yang sembab karna menangis semalam. Saat Vira sudah sampai di depan kelas, Vira menarik napas dan berfikir alasan apa yang harus ia katakan bila mereka melihat mata nya.

"Eh, ngelamun aja didepan pintu lagi, masuk kali" Ucap Cika yang membuyarkan lamunan Vira. Gadis itu tetap diam menghiraukan kata-kata Cika. Saat Vira ingin masuk ke kelas, tangan Cika mencekal pergelangan tangan nya.

"Bentar-bentar mata lo kenapa kok bengkak gitu" tanya nya dengan aneh.

"Tadi gue kelilipan" jawab Vira gugup.

"Gausah bohong ra, lo pasti abis nangis lagi kan" kata Cika curiga.

"Gak kok"

"Bener" sambung Cika curiga.

"Ih, kenapa sih lo gak percaya sama gue" lirih Vira

"Bukan nya gak percaya tapi muka-muka lo itu kaya lagi ada masalah"

"Lo apaan sih, mata gue ini kena debu bajaj waktu di halte. Lo tau sendiri bajaj depan itu knalpot nya kaya kebakaran hutan, banyak banget sampe gue batuk-batuk"

...

Sejak pagi tadi Vira hanya diam di mejanya menatap ke depan. Bukan tatapan serius memperhatikan Bu Eni yang sedang menjelaskan materi di depan, tetapi tatapan kosong. Seperti ada ribuan pikiran dan pertanyaan yang menyerang kepalanya.

Cika yang melihat Vira seperti itu terus mengomel sepanjang pelajaran hingga selesai.

"Ra, ra dengerin gue dulu. Ra..." berkali-kali Cika berbicara panjang lebar, tapi Vira menghiraukan perkataan Cika yang membuat telinga nya makin panas dan memilih berjalan ke arah meja belakang.

"Dit gue duduk sini, lo pindah ke depan" pinta Vira ke Didit.

"Eh, kok-" Didit menggubris

"Udah cepet lo pindah gak usah basa-basi" potong nya.

Didit yang cupu tidak bisa melawan Vira yang sedang marah tingkat dewa ini, jadi mau gak mau akhirnya Didit mengalah.

Puisi Terakhir Untuk Vira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang