"Ca. Mau ikut nggak keluarga besarku mau ke Bali." Ajak seorang laki-laki yang sedang berada di sebuah mall, hanya berjalan-jalan. Tentunya hanya bersamaku.
"Hm.. nggak tau." Jawabku. Aku bingung harus ikut atau nggak. Terlalu banyak yang harus dipikirkan sehingga membuatku bimbang.
"Kamu kenapa lagi? Udah dong jangan dingin-dingin gitu." Mungkin terdengarnya atau terlihatnya aku dingin.
"Calonmu itu ikut?" Tanyaku yang memang harus aku tanyakan untuk aku ikut liburan.
Aku sedang bersama Bastian. Aku tidak ingin menyakiti Aldi yang tidak tahu apa-apa. Maafkan aku Aldi, aku tidak berniat menjauhimu. Ini demi keselamatanmu, demi kehidupanmu aku akan merelakan semua yang tidak aku inginkan demi kamu.
"Nggak aku ajak." Jawabnya.
"Kenapa? Pasti mamamu ngajak dia deh. Aku nggak enak aja kalau ada dia, kesannya aku jadi PHOnya gitu di hubungan kalian. Apa lagi dia udah dapet restu dari keluarga kamu." Jawabku lagi. Aku memang tidak ingin melihat mukanya lagi, mukanya terlihat terlalu cantik sehingga membuatku malas bertemu dengannya. Aku iri dengannya.
"Ya udah kalau gitu. Aku bilang sama mama, biar dia nggak ikut, biar mama nggak ngajak dia. Asal kamu ikut aja." Tawarnya.
"Jangan gitu juga sih, ya maksudnya aku aja yang nggak ikut biar calonmu itu aja yang ikut." Jawabku lagi untuk kesekian kalinya.
"Yah kok gitu sih. Aku kan mau liburan juga sama kamu, kayak Aldi."
"Aldi ikut juga dong, kalau sama keluarga besar kamu?" Tanyaku setelah mendengar Bastian menyebutkan nama Aldi.
"Ya, gimana dianya di mau ikut ya ikut kalau nggak ya nggak." Aku dan Bastian hanya mengelilingi mall ini, sesekali menghampiri store namun tidak membelinya. Aku sedang tidak tertarik untuk belanja.
"Ikut dong ya!" Ajaknya lagi.
"Ya udah, tapi kamu yah yang izin ke bunda ayah aku." Aku menyetujuinya, entahlah. Akhir-akhir ini aku jarang sekali berpikir dua kali.
"Iya."
"Eh tapi, gue baru sadar deh. Mereka nggak pulang-pulang sejak lo ngajak gue ke danau itu." Segitu pelupakah aku hingga aku tidak ingat kalau mereka sedang tidak ada di rumah? Pelupa akut, dasar.
"Oh ya? Udah coba hubungin belum?" Tanyanya, dia terlihat sedikit khawatir.
"Belum juga sih." Aku juga orang yang cuek.
"Kayaknya kamu jangan terlalu cuek deh sama keluarga kamu. Kamu harus yah sedikit care gitu. Mungkin mereka bakal berubah deh." Dia menasihatiku untuk tidak terlalu cuek. Tapi bagiku untuk merubah sifat atau sikap itu sangatlah sulit.
"Kalau aku sih kayak gimana sikap mereka ke aku aja. Ya maksudnya kalau mereka cuek apa lagi acuh banget sama aku ya aku pun begitu ke mereka. Aku juga kayak pengen gitu rasain keluarga yang hangat, keluarga yang harmonis kayak dulu, dulu sebelum Bunda ngerti masalah perusahaan ayah dan ikut campur masalah perusahaannya."
"Kamu yang sabar, nanti malem kamu hubungin ya. Jangan sampe kamu nggak tau keadaan orang tua kamu." Ternyata dia memiliki sifat yang lembut, care dan terlihat dewasa daripada Bastian si perencana jahat.
"Kok kamu lembut banget sih Bas?" Tanyaku.
"Aku sayang sih sama kamu, mana bisa aku kasarin kamu." Aku hanya terseyum dan Bastian merangkul pinggulku.
"Bas" panggilku. Aku merasa hatiku tidak enak. Seperti ada sesuatu yang sedang terjadi atau mungkin akan terjadi sesuatu.
"Kenapa?" Tanyanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/104120269-288-k837422.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] I'm A Girl
Short StoryThe highest ranking is #23 on the short story [P.s. SLOWUPDATE]