15. 2017

182 12 5
                                    

Untuk satu waktu,
Aku telah bersumpah.
Aku
Tidak akan pernah
Menyukainya.
Bahkan bila lebih.

R E U N I

Tulisan tinta di tahun itu menimbulkan rasa sesak dan penuh penyesalan bagi seorang gadis remaja yang telah beranjak dewasa. Saat itu, ia tidak berpikir panjang apa yang akan terjadi pada hari ke depannya. Ia mengucapkan apapun tanpa berpikir bila ucapan itu tidak akan berpengaruh pada apapun yang ia lakukan ke depannya. Akan tetapi, untuk yang pertama kalinya, ia tidak bisa memegang sumpahnya seperti sumpah-sumpah yang pernah ia perbuat. Ia menyesal, namun seperti rasa penyesalan pada umumnya, tidak akan merubah satu pun dari sekian yang terjadi. 

Bila di mana dunia paralel itu memang benar adanya, mungkinkah aku dan kamu masih seperti delapan tahun yang lalu? Atau mungkinkah kita di sana berdampingan tidak berpisah jarak dan waktu? -Ai.

Sesak di dada Aika tak terbendung melihat tumpukan foto yang diambil setiap momen yang disengaja maupun tidak disengaja oleh mereka di masa itu. Ada Keno yang usil, ada Andito yang kalem, ada Luna yang pemaaf, ada 3 gadis biang kehebohan, dan ada Razka yang pendiam, ketus, sampai misterius.

"Kalo kangen tuh ajak kumpul bareng, jangan dipandangi fotonya."

Aika menoleh, sosok Pemuda yang berpaut usia tidak terlalu jauh darinya berdiri tegap sembari bersandar di jendela kayu kamar adiknya. Matanya menuju ke arah Aika yang membungkukkan badan memasukkan beberapa lembar foto yang terjatuh ke lantai.

"Kalo masuk ke kamar itu ketuk pintu. Tahu etika, kan?"

"Nggak masalah dong kalau kamar adiknya sendiri."

"Terserah."

Obi mengubah posisinya kali ini ia merangkul adiknya yang Segera menutup kotak tersebut rapat-rapat. "Kamu sudah punya Alen, Ai. Lupain cerita lama kamu."

"Apaan sih, Kak? Alen masih jadi pacar aku dan tunanganku." bantah Aika."Setidaknya hanya tunangan." sambungnya lirih.

"Apa?" Obi kaget mendengar ucapan pelan yang keluar dari mulut sang Adik. "Kamu nggak yakin dengan dia?"

"Aku yakin."

"Terus kenapa?"

"Aku nggak punya perasaan dengan dia. Aku...," suaranya nampak bergetar. "Aku nggak tahu lagi, Kak. Aku harap, setelah bersamanya nanti, aku akan terbiasa untuk jatuh cinta padanya." tandasnya dengan suara agak parau.

"Kalau kamu nggak suka sama dia kenapa dari awal kamu terima? Kenapa kamu nggak nolak? Kenapa kamu memaksakan diri untuk suka? Kamu takut ayah dan ibu malu sama kamu? Kamu pikir mereka kecewa dengan kamu? Kamu pikir aku juga akan marah karena kamu mengkhianati sahabatku?" tanyanya beruntun. "Ayah dan Ibu nggak akan pernah maksa kamu. Kebahagiaan milik kamu, waktu ke depan milik kamu. Dan satu lagi, aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa bila hubungan kami merenggang." katanya sembari memeluk sang adik yang kaku di atas lantai kayu rumah tersebut.

"Karena aku nggak punya kesempatan untuk bilang enggak, Kak. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lain karena keegoisanku. Dan dicintai oleh dia, setidaknya ada petunjuk bahwa dengan dirinya mampu membuktikan lebih baik dicintai daripada mencintai."

"Terus jika nggak sama Abi, kamu suka sama siapa? Razka?"

Aika tidak menjawab, Ia berjalan menuju ranjang lalu membentangkan selimutnya.

"Menurut Kakak?" ujar dengan mata sayup. "Aku ngantuk, Kak." sambungnya kemudian dengan langkah kaki yang berat naik ke atas tempat tidurnya.

"Kakak cuma ingin tanya satu hal, Apa Razka selama ini menanyakan kabar kamu seperti yang dilakukan oleh kamu sendiri?"

Pertanyaan mendalam itu hanya dibalas oleh Aika dengan santai.

"Naluriku berkata, dia juga melakukan hal yang sama, jauh di ujung sana." jawabnya setengah memekik.

"Oke, kakak harap kamu tidak berharap sia-sia." jawab Obi sembari meninggalkan kamar adiknya yang terpisah dari dalam rumah.

Dan sayangnya, hanya naluriku yang berkata. Tapi tidak dengan logikaku.

Jujur saja, Aika bahkan sempat berpikir berat dengan lontaran kata-kata yang Obi sodorkan kepadanya. Razka yang hilang bak ditenggelamkan ke dalam dasar tanah. Membuat Aika harus terus mencari, namun Razka seakan tidak memberi petunjuk ke mana dia berada. Dan tidak pernah muncul di setiap kesempatan bersama yang lain.

Haruskah Aika menyerah? Dan menyudahi cinta pertamanya dengan sosok yang akan mengisi lembar kosong di bukunya.

Aika memeluk erat kotak tersebut, matanya kembali berair meluruh membasahi sisi kotak yang ia genggam.

Gadis itu menarik napas dalam, kini ia sudah membulatkan keputusannya.

Seandainya aku tak pernah menjadikanmu tokoh di dalam ceritaku, mungkin tidak akan pernah ada cerita manis di masa remajaku.

Dan seandainya Tuhan masih berkenan memercikkan kisah manis untukku. Aku harap kamu datang sebelum hari itu.

Sendiri ataupun berdua dengan gadis lain.

- R E U N I-

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang