Terik dan Teduh

2.6K 99 0
                                    

Oro-oro ombo membuatku seperti bebas, terhempas, berlari kesana-kemari seperti seorang balita yang baru bisa berlari. Dunia yang kutau sebelumnya adalah mengenai kuliah, Q2, dan rumah. Tapi ternyata argumen seperti itu adalah kesalahan besar. Banyak tempat yang perlu kusinggahi, menghirup udaranya, berkenalan dengan cuaca dan kisah-kisah menariknya. Kemudian ladang luas ini berada di penghujungnya, mulai tampak pohon cemara begitu banyaknya, nampaknya dibawah sana teduh, banyak pendaki yang beristirahat disana. Ialah Cemoro kandang, tempat dimana banyak pohon cemara, tempat dimana terdapat penjual gorengan dan potongan semangka, sama seperti tempat peristirahat di tempat sebelumnya.
"Break, break, kita isoma disini dulu" ujar ketua regu.
Hal yang pertama kali kulakukan setelah break adalah menyandarkan badan ke batang pohon, dan meluruskan kaki. Pemandangan yang kulihat adalah ladang luas oro-oro ombo, dimana berbeda sekali dengan disini, disana begitu panas terik, penuh dengan ilalang dan Verbenna, sedangkan disini begitu teduh. Seolah-olah Semeru mengajarkanku sesuatu kembali, bahwa dibalik perjuangan kerasmu melawan terik, melawan letih, melawan keputusasaan, akan ada suatu keteduhan yang akan menebus segala dari perjuanganmu, hingga letihmu habis tak bersisa.
Aku berkenalan dengan pendaki yang lainnya, yang sudah turun dari kalimati hingga kesini. Aku perlu mengetahui medan nya terlebih dahulu, agar espektasiku tidak terlalu muluk-muluk.
"Kalimati 2 jam jalan santai, trek agak menanjak, jika sudah menemukan trek menurun kalimati sudah dekat" begitu kata pendaki yang berasal dari kota Yogjakarta itu.
Mendengar itu setidaknya aku lebih tenang, pikirku 2 jam tidak akan terasa.
Aku baringkan badanku dibawah pohon cemara, menjadikan carrierku sebagai bantalnya.
"Bangun bangun ayo lanjut lagi" ujar Yudha.
Aku segera bangun, merenggangkan otot dan minum seteguk dua teguk air, dan kami berdoa kembali sebelum melanjutkan perjalanan.
"Kita harus di kalimati sebelum magrib, suhu di sana lewat magrib sangat dingin. Kita berdoa sebelum berangkat"
Ujar ketua team kami.
Kami berjalan kembali, melewati trek penuh pohon cemara, sesekali terdengar suara burung yang berkicau, dan dibalas dengan burung-burung lainnya. Udara disini sangat sejuk, suasana terteduh yang pernah aku rasakan. Setelah 1,5 jam kami berjalan kami menemukan dataran yang agak luas, dari situ nampak trek Mahameru, benar saja apa yang dibilang pemandu briefing saat di ranupani. "Batas pendakian hanya sampai dengan kalimati, tapi saya yakin jika kalian sudah melihat gagahnya Mahameru, seksinya Mahameru, aturan itu sudah tidak berlaku, pasti kalian akan kesana. Kami tidak melarang, hanya saja kami memberitahu batas aman pendakian hanya sampai kalimati, jika terjadi apa-apa jika melewati kalimati bukan tanggungan kami lagi, semua ditanggung sendiri"
Kami berfoto sejenak, melihat gagahnya Mahameru. Semenjak tempat ini, sudah banyak terdapat bunga Edelweiss, yang dijuluki bunga keabadian.
Kami lanjutkan lagi perjalanan, kali ini sudah mulai menurun. Aku teringat perkataan pendaki tadi, bahwa jika sudah menemukan turunan artinya kalimati sudah dekat.
Kurang lebih 20 menit kami melewati turunan akhirnya sampailah kami di kalimati, ekspektasiku mengenai kalimati adalah tempat yang gersang, seperti hutan mati pada gunung Papandayan, namun ternyata tidak. Disini banyak edelweiss, banyak rerumputan, dan terdapat juga wc umum yang dibuat oleh masyarakat sekitar.
Asal mula kalimati adalah kali yang tidak terdapat air lagi, kali dalam bahasa jawa dapat diartikan dengan sungai. Disini sangat luas, bisa banyak sekali tenda yang didirikan disini, dan disini sebagai trek awal pendakian menuju puncak Mahameru.

Aku dan Mahameru.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang