Letih yang terbayar

2K 89 2
                                    

Waktu untuk turun telah tiba, karena waktu aman berada di puncak sudah hampir berakhir. Jika terlalu siang, arah gas beracun dari gunung Semeru akan mengarah ke arah jalur pendakian, sehingga sebelum jam 9 siang diharapkan Mahameru sudah bersih dari para pendaki. Tidak sedikit orang yang pupus harapan untuk merasakan puncaknya. Tapi inilah konsekuensi pendakian, kita harus bisa mengalahkan ego kita sendiri.
Waktu yang dibutuhkan untuk turun lebih cepat dibandingkan waktu untuk naik, hanya belasan menit. Karena seperti bermain selancar. Hanya saja jangan sampai terlena, karena jalur pendakian dan jalur menuju blank 75 tidak ada bedanya. Perlu memperhatikan dan saling mengingatkan sesama pendaki. Aku kembali melewati Arcopodo, rute yang aku lalui dini hari tadi. Langit disini begitu biru, sangat biru, dan sangat indah. Kami lanjutkan perjalanan hingga tempat dimana kami mendirikan tenda, di Kalimati.
"Kita bermalam disini, besok pagi menuju ke Ranukumbolo yang dekat dengan tanjakan cinta" ujar ketua regu.
Sebenarnya ada dua spot untuk mendirikan tenda di Ranukumbolo. Namun yang paling indah adalah yang dekat dengan tanjakan cinta, karena matahari akan muncul dari tengah-tengah antara dua bukit, dan sinar mentari tersebut akan mewarnai Ranukumbolo dengan sendirinya.
Rasanya tenang, seperti sudah ada beban yang hilang. Perjalanan pulang lebih ringan daripada sebelumnya, bukan mengenai beban bawaan, bukan mengenai berkurangnya bobot makanan, ini mengenai hutang yang sudah terbayar.
Kami bermalam di kalimati, sambil sesekali merekam dinginnya, dingin yang tidak kami dapatkan di perkotaan sana.
Pagi kembali tiba, kami tidak begitu terburu-buru untuk melanjutkan perjalanan, toh tidak dikejar oleh waktu. Di kalimati terdapat shelter berjualan makanan, bahkan nasi bungkus pun ada disini dengan harga lima belas ribu saja. Air mineral siap minum pun ada disini, air yang sengaja diambil dari sumber air dibawah sana, jaraknya setengah jam dari lokasi mendirikan tenda. Bukan masalah jarak dan waktunya, tapi disitulah satu-satunya sumber air, sehingga binatang buas pun akan menuju kesitu jiga membutuhkan air.
Aku lebih suka sarapan dengan semangka, rasanya segar. Saat aku mendaki, sedang musim semangka sehingga rasanya yang sangat manis dan mudah ditemui, bahkan hingga disini.
Waktu hampir siang, anggota team kami memasak untuk mengisi tenaga sebelum akhirnya kembali menuju Ranukumbolo. Seperti biasa, semua bahan yang kami miliki digabungkan agar menjadi masakan yang agak mewah. Kami dengan jumlah delapan orang makan bersama, didalam wadah yang sama, tanpa rasa canggung, tanpa rasa malu. Padahal sebagian dari kami belum pernah bertemu sebelumnya, seolah-olah Semeru mengajarkanku sesuatu hal lagi, ialah mengenai pertemuan. Pertemuan adalah hal yang sering dialami, tapi cobalah lihat sisi filosofis dari pertemuan. Apakah kita bertemu untuk bertukar pikiran, atau saling sibuk membalas chat gebetan? Sungguh LDR yang sebenarnya bukanlah antara New york dan Jakarta, tapi ketika dua orang bertemu namun tidak bertukar sapa.

Aku dan Mahameru.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang