Chapter 3

2.2K 203 61
                                        

Lieve Indië

#IpenLaknatAgustus

Disclaimer: Axis Power Hetalia by Hidekaz Himaruya ; OC Indonesia by me ; Nama OC Belanda by me (Tapi wujud belandanya ngikut mas Hidekaz /yha)

Netherland (Belanda) x Indonesia
Romance + Sejarah (Proklamasi Indonesia)
Male x Male

Semua karakter tidak dimaksudkan untuk menjelek-jelekkan masing-masing negara ataupun karakter Hidekaz. Saya hanya meminjam. Tidak untuk dikomersilkan. Hanya dibuat untuk kesenangan dan untuk ikut ipen laknat.

.

"Hindia."

Suara berat bergaung di kamar bergaya klasik eropa. Tak ada jawaban. Hanya sunyi senyap menyapa.

Dipanggilnya kembali nama itu sambil melangkah mendekat. Sosok pemuda berambut hitam hanya duduk membelakangi di tempat tidur berkelambu. Derap langkah terdengar bagai hitungan mundur kematian.

Pemuda itu masih keras kepala tak menjawab.

Tangan besar menelungkup dagu pemuda sawo matang dari belakang. Menengadahkan kepalanya hingga bersender di dada bidang.

Binar hijau permata berserobok dengan binar cokelat tua.

"Namaku bukan Hindia," desis pemuda sawo matang.

Ditepisnya telapak tangan yang menggenggam wajah, pemuda itu berbalik menantang. Sikap pongah dan tak bersahabat ditunjukkannya tanpa jengah.

"Namaku Indonesia. Atau Indonesië dalam bahasamu. Bukankah anak-anakku sudah mengajukan nama itu ke petinggimu?" tambahnya sinis.

Lengan kurus digenggam kuat oleh jemari besar bule pirang. Mata hijaunya berkilat. Bayangan tubuh besar seakan memakan bayangan tubuh kecil di depannya.

"Sudah kubilang juga, bukan? Pengajuan itu ditolak," kecamnya.

Gigi kuning pemuda sawo matang bergemeretak. Menahan amarah meluap-luap. Ingin sekali ia menjambak rambut jabrik pirang. Sayang sungguh sayang, tingginya tak sampai. Ia hanya bisa memelotot, menggeram dan berusaha lepas dari cengkeraman.

"Sampai kapan pun namamu tetap Hindia Belanda. Tak ada yang berubah. Kau adalah milikku." Pria itu berujar tenang, "Dan tak akan ada yang bisa merubah statusmu itu, Hindia."

"Akan kurubah status itu. Bagaimana caranya, apa pun caranya, dan siapa pun yang akan membantuku. Camkan itu, Belanda," desis Hindia tak mau kalah. Belanda melepaskan genggamannya. Hindia mendesis sambil mengusap lengan yang membekas tangan.

Pria pirang itu berbalik ke arah meja bundar. Menggeser nampan perak yang berisikan makanan dan minuman.

"Makan. Kubawakan dari dapur. Habiskan sekarang juga," perintahnya lugas.

Hindia mencebik. Belanda mengabaikan perangai kekanakan. Ia mengangkat nampan, kemudian membawanya ke sebelah Hindia.

Bau semerbak rempah mengudara, membuat air liur mengalir di dalam mulut pemuda sawo matang. Hindia mengumpat kesal. Perut pun mengkhianatinya dengan bergemuruh meminta makan.

"Kaulapar, bukan?" cemooh Belanda. "Hentikan sikap kekanakanmu dan makan olahan daging dicampur rempah yang pas dicecap olehmu."

Belanda mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Hindia. Bibirnya berbisik pelan di telinga Hindia, hingga hembusan napas menggelitik rangsang.

"Tentu tak mungkin kau tak memakannya. Karena..., semur ini dibuat dari rempah hasil tanam anak-anakmu sendiri. Hasil dari jerih payah mereka, berlumur peluh dan darah dari tubuh mere—"

Lieve IndiëTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang