Chapter 4

1.7K 207 24
                                    

Lieve Indië

#IpenLaknatAgustus

Disclaimer: Axis Power Hetalia by Hidekaz Himaruya ; OC Indonesia by me ; Nama OC Belanda by me (Tapi wujud belandanya ngikut mas Hidekaz /yha)

Netherland (Belanda) x Indonesia
Romance + Sejarah (Proklamasi Indonesia)
Male x Male

Semua karakter tidak dimaksudkan untuk menjelek-jelekkan masing-masing negara ataupun karakter Hidekaz. Saya hanya meminjam. Tidak untuk dikomersilkan. Hanya dibuat untuk kesenangan dan untuk ikut ipen laknat.

.

.

Pembawa makanan ke kamarnya selalu berbeda.

Kadang pria paruh baya, pemuda tanggung, wanita, atau remaja lelaki dan perempuan. Persamaan mereka hanya satu, tubuh penuh luka hingga bau anyir menyerbak. Hindia menebak teror pembawa makanannya hanya akan berjalan sekitar satu atau dua bulan. Tebakannya meleset, teror itu berjalan hingga setahun penuh.

Belanda seakan memiliki stok budak yang siap siaga untuk disiksa dan diperintah untuk menjalankan tugas.

Hindia tetap berkukuh untuk tidak tunduk pada Belanda.

Justru teror itu digunakannya sebagai alat pengumpul informasi. Ia akan menyodorkan makanan kepada anak-anaknya. Meminta mereka membasuh diri, namun tidak kentara. Sebab jika kondisi mereka terlalu apik, Belanda akan curiga. Setelahnya, ia akan mengajak mereka berbicara mata ke mata.

Kadang mereka hanya diam, menangis, tertawa kecil ataupun meluapkan amarah. Hindia mencoba menangani masalah mereka satu persatu. Meminta mereka untuk tetap berjuang. Agar saat merdeka kelak, mereka dapat merasakan indahnya kebebasan.

Satu harapan kecil ditanam Hindia di dalam pemikiran anak-anaknya. Tak sedikit yang menepis pemikiran positifnya, namun banyak yang tersenyum kasih saat mendengar kisahnya.

Belanda tetap menemuinya tiap malam. Kadang meminta tubuhnya, kadang hanya ingin berbincang—atau lebih tepatnya, melontarkan serapah satu sama lain.

Hindia tak habis pikir dengan kesabaran Belanda menanganinya.

Pribadi Belanda terlihat bercampur aduk. Kadang marah, apatis, juga penuh kasih sayang.

Tak satu dua kali ia bersikap layaknya kekasih. Datang menghampiri Hindia, memeluk, mencium, juga menyetubuhinya penuh cinta. Tentu Hindia menolak mentah-mentah. Ia tak membalas kasih mesra yang ditujukan padanya. Ia hanya bersikap datar. Seakan cinta kasih Belanda sekadar bohong belaka.

Namun dustalah ia jika tidak merasakan gundah.

Saat pria itu menyatukan tubuhnya dengan penuh kelembutan, Hindia hampir terlena. Tubuhnya merespon terlalu sensitif, mengikuti gerakan lamat-lamat si kompeni, merasakan bagaimana kawasan vitalnya disentuh sayang.

Hindia menggosok pergelangan tangannya yang membekas tali.

Semalam, Belanda masuk ke pribadi biadab. Ia memperlakukan Hindia bagai budak. Menyeretnya, memukul, dan menyetubuhinya paksa. Saat ia hampir pingsan, Belanda akan menyiramnya dengan minuman keras. Kemudian menyesap cairan itu secara kasar, hingga menimbulkan bekas ungu di tubuhnya.

Ia sama sekali tidak mengerti Belanda.

Tentu ia tahu bagaimana beratnya posisi personifikasi negara. Merasakan apa yang dirasakan negaranya, rakyatnya, hingga masuk ke dalam batin. Tak sekali dua kali Belanda batuk darah, atau bonyok mendadak di sekujur tubuhnya. Belanda memang terlihat tak masalah dengan negaranya. Namun korupsi dan kekuasaan bermain kotor hingga sampah sarap terlihat nyata ataupun kasat mata.

Lieve IndiëTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang