sepuluh

76 5 0
                                    

Belio duduk didalam kamarnya. Ini hari bahagia Belio, akhirnya ia bisa mendapatkan Vania. Bukan sebagai sahabatnya lagi, tetapi sebagai wanitanya.

Ponsel Belio berdering, terdapat sebuah panggilan dari Bella dilayar ponselnya. Belio mengabaikan panggilan dari Bella. Lagi - lagi, Bella tak henti menelepon Belio. Akhirnya Belio menekan tombol hijau.
"Li bentar malem kerumah gue, ada doa syukuran oke? Gue tunggu" tanpa menunggu jawaban dari Belio, Bella langsung menutup telepon.

Vania membaringkan dirinya diatas tempat tidurnya. Vania menatap langit - langit kamarnya. Vania tak pernah sebodoh ini, Vania salah jalan. Ia meyakini persahabatannya dengan Belio akan runtuh.

Vania keluar dari kamarnya, terlihat jelas dari tangga Belio sedang duduk didepan TV. Vania berjalan mendekati Belio.
"Sini sayang duduk" ajak Belio.
Vania duduk disebelah Belio.
"Bella manggil aku kerumah dia, katanya ada doa syukuran".
"Aku juga diajak, kita pergi?".
"Yaudah kita pergi".
Vania menyandarkan kepalanya dipundak Belio. Belio menggenggam tangan Vania.
"Van, kamu lebih suka cowok humoris atau romantis?".
"Humoris".
"Kamu tau humoris itu apa?".
"Yng suka ngelawak kan?".
Belio mengangguk.

17.09
Perasaan Vania bercampur aduk, "gue nyaman banget sama Belio. Tapi gue ga mau kayak gini. Gue ga mau ngerusak persahabatan gue sama Belio" batinnya.

"Kalo gue mutusin Belio, gue sama dia bisa sahabatan kayak dulu lagi" batin Vania.
Vania memikirkan baik - baik keputusannya.

18.49
Belio mengetuk pintu kamar Vania. Vania keluar didepan pintu kamarnya.
"Sayang, aku mau futsal yah. Kamu ga usah ke doa syukuran Bella. Dirumah aja nungguin aku, oke?".
Vania mengangguk tersenyum.

"Li, masuk dulu. Ada yng mau aku omongin" ajak Vania pada Belio.
Belio masuk kedalam kamar Vania.
"Li, aku mau kita udahan".
"Maksud kamu?".
"Aku lebih nyaman kalo kita sahabatan Li. Aku ga mau ngerusak persahabatan kita Li. Kita lebih cocok sahabatan bukan pacaran. Maafin gue Li".
Belio terdiam menatap Vania, hatinya seperti diinjak - injak oleh Vania. Air mata Belio hampir jatuh didepan Vania.
"Lo berhasil bikin gue bahagia sesaat dan lo juga berhasil ngasih gue luka ditambah perasaan jeruk, selamat Van lo selalu berhasil dalam segala hal" Belio memancarkan senyum kecewanya. Belio membanting pintu kamar Vania sembari berlalu dari kamar Vania.

*
Vania berpikir jika ia mengambil keputusan ini, semua akan baik - baik saja semua akan kembali seperti dulu tetapi ekspetasi Vania lari dari realita. Vania menarik nafas panjangnya.

Vania memutuskan kembali kerumahnya, ia tak nyaman lagi berada dirumah Belio. "Semua ga akan sama lagi, lo udah salah Van" batinnya.
Vania kembali mengingat semua kenangannya bersama dengan Belio. Air mata Vania tak dapat lagi ia bendung. "Maafin gue Belio, maafin gue" gumamnya pelan bersama dengan deras air matanya.

Vania mempacking semua barang - barangnya. Tiga koper bawaannya ditarik turun dari tangga.
"Bi, bisa bantuin aku?".
"Oalah, non mau kemana? Kok bawa koper segala".
"Aku mau dirumah aja bi".
"Kenapa non?".
Vania hanya menggeleng.

Setelah koper Vania berada dilantai bawah, Vania lupa akan sesuatu diatas. Surat pamit untuk Belio belum sempat ia tulis. Vania berlari kembali naik kekamarnya sembari mengambil sebuah kertas HVS dan pulpen bertinta biru.

"Kamu adalah sebuah kado terindah dari Allah untuk menggantikan kedua orang tuaku. Kamu adalah seseorang yng selalu mampu membahagiakanku, memberiku senyuman, menjagaku. Maaf aku menyakitimu. Maaf aku egois, aku hanya tak ingin karena perasaan kita persahabatan kita harus menjadi korban. Rasa yng ku bangun ini, biarlah begini. Aku tak peduli dengan apapun selagi kamu masih tetap menjadi milikku seperti dulu. Aku tak ingin kita mempunyai hubungan lebih dari seorang sahabat walaupun aku mengerti tak akan pernah ada persahabatan yng murni dari laki - laki dan perempuan. Kini kita berdua merasakan bagaimana rasanya ketika sahabat menjadi cinta. Aku tak mau terus mempertahankanmu, karena jujur aku tak nyaman jika kita lebih dari seorang sahabat. Mungkin kau berpikir karena aku belum terbiasa dengan status baru kita. Tapi bisakah aku meminta? Aku ingin kau menggenggam tanganku seperti dulu yng selalu kau lakukan untuk menahanku agar tetap disisimu. Aku ingin kau memelukku seperti dulu saat aku ingin menangis dibawah pelukanmu. Aku ingin kau mengecup jidatku seperti dulu yng selalu kau lakukan untukku dan aku ingin kau tetap khawatir padaku saat mendengar kabarku tak baik. Bisakah kita seperti dulu lagi? Bisakah kita melawan masing - masing dari ego kita? Apakah permintaanku terlalu sulit bagimu? Akankah rasamu padaku hilang? Semua hanya Maha pembolak - balik hati dan kau yng tau. Apapun itu nanti, aku berharap hatimu kan tetap untukku. Sekali lagi, maafkan aku".

Vania melipat kertas itu dan meletakkannya diatas meja disamping tempat tidur Belio. Vania beranjak dari rumah Belio dengan kaos putih dan celana kulot cokelat serta tiga koper yng ditarik Vania dibantu oleh bi Ijah.

Alhamdulillah!😊
Part 10 selesai, semoga suka ya😊
Jangan lupa vote, comment.

Maaf ( completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang