empatbelas

72 6 0
                                    

Vania membuka matanya. Terdapat kakeknya yng berada disamping Vania. Ia dipindahkan diruang rawat inap. Vania melihat kearah kakeknya.
"Vania udah dua kali masuk rumah sakit kek" katanya tertawa kecil.
"Kamu lemah, ga ada kekuatan jadi kamu keluar masuk rumah sakit" balas kakeknya tertawa pada Vania.
"Kata dokter aku sakit apa kek?".
"Kamu hanya kecapean saja".
"Tapi kepalaku sering kambuh kek, kalo kambuh sekali itu pasti aku langsung pingsan".
"Memang begitu, yasudah karena kamu sudah bangun kamu mau makan apa?".
"Gudek Jogja kek aku mau itu kata orang - orang itu enak".
"Kamu tidur dulu nanti kakek datang lagi bawa gudek buat kamu".
Vania tersenyum mengangguk. Kakeknya membalikkan badannya dan berjalan kearah pintu keluar.

Vania membuka whats app nya. Terdapat sebuah grup obrolan disana dengan notifikasi sebanyak 96 pesan. Vania membuka grup itu dan membaca semua pesan.
Vania: kok banyak anggota?
Ghea: iya soalnya kita udah sahabatan banget.
Vania: oh gue kira yng sahabatan cuman lo berempat.
Ghea: ga lah, eh btw lo lagi dimana Van? Besok ga usah ngerjain pr dong biar kita dikeluarin dari kelas.
Vania: gue di rs Ghe.
Caca: ngapain lo dirs?
Ghia: eh lo ngapain di rs sih?
Anggita: yakali mungkin dia jalan aja.
Vania: gue masuk rs kepala gue kambuh
Ghia: yaudah kita semua besok ga masukkin pr biar bisa bolos ngejenguk lo.
Vania hanya tertawa membaca pesan teman - temannya. Ia meletakkan kembali ponselnya dimeja samping kasurnya.

Tak lama ia menaruh ponselnya diatas meja, ponselnya berdering. Terdapat sebuah panggilan dari Bella.
"Lo dimana? Sekolah gue seminggu ini lagi ada kegiatan ulang tahun sekolah gitu jadi gue ga mau masuk. Gue kangen nih sama lo, gue ke Jogja ya?" Kata Bella bersemangat.
"Iya gue di RS Kasih Fatimah, ruang anggrek" jawab Vania.
Tanpa menunggu kalimat Bella selanjutnya, ia langsung menutup teleponnya karena Vania tau yng akan keluar dari mulut Bella hanya pertanyaan.

Vania membaringkan kembali tubuhnya diatas kasur rumah sakit. Ia menarik nafasnya dalam - dalam. Ia memikirkan Belio, tak ada yng lain didalam fikirannya selain Belio.

Vania menghentikan fikirannya tentang Belio. Ia memutuskan untuk tidur kembali sampai kakeknya datang membawa pesanannya.

Tak lama setelah itu, Vania tertidur pulas. Ia bermimpi entah itu buruk ataupun baik. Hanya Allah yng tau arti mimpi Vania.

- MIMPI VANIA -
Vania dan Belio berada disebuah rumah. Belio duduk didepan Vania, ia memeluk Vania dengan erat disusul dengan tangisnya yng deras.
"Gue sayang sama lo Van, gue ga mau jauh dari lo" tangis Belio semakin menjadi - jadi.
"Ga usah nangis Li, gapapa gue ga bakal ninggalin lo. Lo ga usah nangis" jawab Vania pelan.

Seketika, Vania terbangun dari tidurnya dan ia mengingat kembali mimpinya. Vania bahagia karena ia memimpikan Belio. Tapi didalam kepalanya tersimpan banyak pertanyaan.

Mungkinkah Belio masih mencintai Vania?

Ataukah mimpi Vania hanya sebagai bunga tidur?

Atau malah sebaliknya?

Tak lama kemudian, kakek Vania membuka pintu ruang inap Vania. Kakeknya membawa gudek Jogja.
"Ini buat cucu kakek biar cepat sembuh" kata kakeknya tersenyum pada Vania.
"Makasih kakek" Vania tersenyum lebar pada kakeknya.

Vania mulai menyantap gudek yng dibawa kakeknya. Tiba - tiba seorang wanita muda masuk kedalam ruang inap Vania. Mata Vania dan kakeknya tertuju pada wanita itu.
"Bella?" Kata Vania pelan.
"Yaampun Van, lo kenapa sampe kayak gini" Bella berjalan mendekati Vania sembari tersenyum lebar pada kakek Vania. "Yasudah, nak kamu temani Vania kakek mau pulang kerumah dulu" sambung kakek Vania.
Bella hanya mengangguk.

"Lo kenapa bisa kayak gini sih, sakit apa lo?" Tanya Bella pada Vania yng sibuk menyantap gudeknya.
"Kepala gue" jawab Vania singkat.
"Kenapa pala lo? Amnesia?" Balas Bella tertawa kecil.
"Kalo bisa gue juga mau kali amnesia" jawab Vania tersenyum.

Ponsel Vania berdering, terdapat sebuah panggilan dari Viori. Vania mengangkat ponselnya.
"Halo?".
"Van lo dimana? Jalan sama gue sama Belio yuk".
"Duh maaf Ri, gue lagi dirumah sakit".
"Rumah sakit? Siapa yng sakit?".
"Gue".
"Lo dirumah sakit mana? Biar gue sama Belio kesana".
"Kasih fatimah".
Vania mendengus dan menutup ponselnya.

Tak lama setelah itu, keempat teman baru Vania masuk didalam ruang inap Vania. Tapi, dibelakang mereka masih ada delapan lelaki.

"Eh Van lo gapapa?" Pertanyaan Ghia berhasil memecahkan kebengongan Vania.
"Gapapa kok Ghi" jawab Vania pelan.
Teman - teman Vania duduk dikursi yng berada didalam ruang inap Vania dan yng lainnya duduk melantai dikarpet kecil yng berada dibawah kursi ruang inap.

"Van, gue keluar bentar yah. Nanti gue balik lagi" pamit Bella.
Vania menggeleng mengerti.

"Aw" Vania memegang belakang kepalanya.
Keempat temannya mendekati Vania,
"Lo gapapa?".
Vania hanya menggeleng.
Wajah Vania kembali pucat, kepalanya terus dipegang.
"Kita panggilin dokter yah Van?".
Vania menggeleng.
"Gue mau ke toilet" kata Vania.

Ghea dan Anggita menuntun Vania berjalan menuju toilet.
"Lo yakin gapapa?" Tanya Anggita.
Vania mengangguk lalu masuk kedalam toilet.

Vania memandangi wajahnya dikaca. Wajahnya pucat, terlihat jelas Vania sakit. Vania menarik nafasnya dalam - dalam menahan sakit dikepalanya.

Tiba - tiba, semua yng dilihat Vania menjadi kabur. Tak lama setelah itu, Vania jatuh terbaring dilantai.

Anggita dan Ghea langsung membuka pintu toilet.
"VANIA!".
"Bantuin guys plis!" Teriak Ghea.

Vania diangkat dan dibaringkan kembali diatas kasurnya.

Dokter yng menangani Vania, berlari mendekati Vania. Tak lama setelah itu, kakek Vania datang. Kakek Vania mendekati dokter,
"Dia gapapa kan dokter?" Tanya kakek Vania.
"Bapak bisa ikut saya?" dokter tidak menjawab pertanyaan dari kakek Vania.
Kakek Vania langsung berjalan mengikuti arah jalan dokter.

"Penyakitnya kambuh lagi. Sepertinya obat yng saya berikan sudah tidak mempan lagi pak. Kita harus memberi pasien obat yng agak keras agar Vania tidak akan terlalu sakit jika kepalanya kambuh" kata dokter pada kakek Vania.
"Lakukan apa yng terbaik untuk cucu saya dokter hanya dia satu - satunya yng saya punya sekarang" air mata kakek Vania hampir jatuh.
"Baik pak, tapi ada dampak dalam obat keras ini. Setelah lama - lama digunakan pasien, obat ini memiliki ketergantungan dan jika terlambat meminumnya, kepala pasien akan kambuh dan mungkin ia tak akan bisa bangun lagi".
Kakek Vania menarik nafasnya dalam - dalam. Air mata kakek Vania kini jatuh dipipi keriputnya.
"Berikan apapun untuk cucu saya asal dia sembuh".
Dokter mengangguk tersenyum.

Kakek Vania kembali keruang Vania. Tak ada lagi seorangpun disana selain Vania, kakeknya menatap tulus cucunya yng kini terbaring lemah akibat penyakit turun - temurun dari keluarga ayah Vania.

"Kamu harus sembuh nak, hanya kamu satu - satunya yng kakek punya. Kamu harus sembuh. Kamu belum cukup merasakan kasih sayang dari orang tua, kakek akan memberikan semua kasih sayang kakek untuk kamu. Kamu harus sembuh" ucap kakek Vania.

Alhamdulillah, part 14 selesai.
Semoga suka sampai selesai yah.
Jgn lupa divote dan comment.
Syukron😊🙏

Maaf ( completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang