10. Sedih atau Bahagia?

89 10 0
                                    

Aku langsung terkejut melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi dan menutup sebagian wajahnya dengan handuk, berdiri sambil mengehentak-hentakan kaki kanannya di atas westafel seperti mengusir sesuatu. Dia melihat ke arah ku yang memandang dia sambil mengerutkan dahi ku. Dia pun meminta tolong kepadaku untuk mengusir seekor kecoa yang berada di bawa westafel.

"Itu!! ituu!! tolong buang!! Hiiii..!!" Katanya sambil menunjuk kecoa itu.

Aku pun langsung panik dan mencari sesuatu untuk bisa mengusir kecoa itu. Aku keluar dari toilet dan mengambil sapu yang terletak di samping musolah. Aku juga sebenarnya geli dengan kecoa, tapi karena melihat laki-laki itu begitu ketakutan, aku pun memberanikan diri untuk mengusir kecoa itu.

Dengan ragu-ragu ku arahkan sapu ke arah kecoa itu dan sedikit ku hentak-hentakan. Laki-laki itu pun sedikit menjauh dan menyudutkan tubuhnya ke dinding pembatas.

"Pelan-pelan!! Ntar dia terbang," teriak laki-laki itu

"Iyaa, sabar dong! Gue juga geli!"

Setelah sekian lama ku hentak-hentakan sapu itu. Bukannya pergi, tapi kecoa itu malah terbang mengarah ke kaki kiri laki-laki itu. Sontak, laki-laki itu langsung berteriak dan mengentakan kaki kirinya untuk menyingkirkan kecoa itu. Aku ikut panik dan mendekati laki-laki itu.

"Itu!! Usir pake handuk lo!!" Teriakku sambil mengarahkan ujung sapu pada laki-laki itu.

Dia pun membuka handuk yang menutupi sebagian wajahnya dan mengibaskan dengan kencang ke arah kecoa itu. Dengan sekali kibasan, kecoa itu pun jatuh.

Tak di sangka, pria yang dari tadi berdiri konyol di atas westafel karena takut dengan kecoa itu adalah, Andra.

Aku menatap dengan wajah yang begitu terkejut ke arah Andra yang masih mematung memlihat kecoa yang mati di bawah westafel sambil sedikit ngos-ngosan. Dia pun mulai tersadar dan melihat ke arahku. Suasana tiba-tiba berubah menjadi hening.

Dia menuruni westafel itu dengan wajah yang salah tingkah menahan malu.

"Thanks.. Udah.. Nolongin," katanya dengan wajah yang memerah dan tak melihat ke arahku.

"I..iya, gak apa-apa"

"Udah, yuk.. keluar," sambungnya

Dia mengambil tasnya yang menggantung di salah satu pintu toilet, kemudian keluar. Aku pun mengikuti langkahnya dari belakang.

Kami berjalan melintasi koridor kelas yang gelap menuju lapangan basket. Andra berjalan di depanku, aku berjalan di belakangnya dan menatapi punggungnya. Tiba-tiba dia berhenti dan membalikan badannya.

"Lo ngapain jalan di belakang gue? Bareng sini, gelap-gelap gini kok jalan sendirian di belakang. Nanti kenapa-napa gue yang di salahin Satria"

Aku pun berjalan ke samping nya, kemudian kami melanjutkan langkah.

Kenapa Satria? Dia nganggap gue beneran sama Satria? Ndra.. gue gak suka Satria! gue suka Elo!

"Soal kecoa tadi, lo diem-diem aja ya," Andra tertawa kecil sambil mengelus lehernya.

"Iyaa.. iyaa," aku tersenyum. "Lagian, kenapa lo gak di toilet deket kantin aja sih? Kan lebih deket dari pada toilet tadi"

"Kalau di toilet dekat kantin rame banget, terus mereka pada bau," Andra tertawa kecil "Lo sendiri ngapain di situ? Solat?"

Hai, AndraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang