Epilog

1.1K 146 23
                                    

Shofia's Point of View.

Kini aku menghirup oksigen sebanyak mungkin lalu menghembuskannya dan mengembangkan senyum.

Dunia manusia itu menyenangkan. Banyak hal-hal yang tidak terduga disini.

Tanganku mulai membelai beberapa rerumputan hijau didekatku dari sekian banyaknya yang terhampar. Ya, ya memang di Olimpus ada yang seperti ini namun sangatlah berbeda! Hanya sekelas dewa-dewi saja yang dapat menikmatinya.

Selain itu...

Cup

Sebuah kecupan mendarat di pipiku. Lelaki ini juga yang membuatku lebih betah disini. Helios-- bukan, Moon Taeil.

"Lama nunggunya?" ia duduk tepat disampingku seraya melukis senyum kecil.

Aku mencuatkan bibirku kecil dan melipat tangan kedepan dada seakan merajuk. "Lama! Banget!"

Dia hanya terkekeh lalu menilik jam tangannya, "baru sepuluh menit, loh."

"Lamaaaaaaa," kataku terdengar meledeknya.

Tangannya mencubit pipiku gemas seraya meringis geregetan sendiri.

"Makin lama makin nyebelin." Ucapnya, "untung aku suka." Tambahnya membuat pipiku bersemburat merah.

Tangannya yang mencubitku beralih menjadi menusuk-nusuk pipiku yang lumayan berisi. "Gemes."

Perkataannya makin membuatku tersipu. Kurasa wajahku berubah menjadi kemerah-merahan.

"Huwa! Taeil, hentikan!" Seruku lalu memeluknya, menyembunyikan wajahku yang memerah itu pada dadanya.

Seperti biasa, saat aku memeluknya, ia pun membalas pelukanku. "Kamu nih, untung lagi sepi." Katanya. Kalau ramai pun juga masih bisa balas meluk aku.

"Malu ih, ya ampun. Rese banget kamu." Cibirku dan mencubit sisi perutnya. Namun, dia hanya tertawa renyah kemudian mengacak pelan ujung kepalaku.

Tangannya meraih kedua bahuku lalu mendorong tubuhku agak menjauh darinya.

"Oke, ini serius." Tutur Taeil lalu menghela nafas singkat. "Ayo menikah."

Itu bukanlah pertanyaan seperti 'maukah kamu jadi istriku?' atau 'will you marry me?' yang harus dijawab dengan 'iya' atau 'tidak' atau mungkin 'beri aku waktu', tapi suatu ajakan. Iya, mungkin karena dia tahu jika aku pasti tidak akan menolaknya.

Aku menepis kedua tangannya dari pundakku. "Kenapa tiba-tiba?"

"Sudah delapan tahunan sejak aku mengenalmu, tidak salahkan jika aku mengajakmu kejenjang yang lebih serius?"

"Ya, ya. Ayo menikah dan membuat keluarga kecil yang menyenangkan!"

Taeil malah berdecak, ia kembali tertawa dan mengacak puncak kepalaku pelan.

"Aku ingin kita punya duabelas anak. Pasti ramai." Perkataannya sontak membuatku melotot dan menjitak kepalanya.

"Ingin membuat Olimpus didunia manusia? HAHA! Gak! Cukup dua saja!" bentakku dan menyorotnya tajam.

Dia malah meraih lengan atasku dan menariknya. Wajahnya mendekat dan mengecup bibirku singkat.

"Nah gitu, diem. Kan makin cantik."

Kecupan. Pujian. Senyuman. Hatiku lemah untuk yang kesekian kalinya. Semburat merah dipipi yang baru saja hilang kini muncul kembali.

Telunjuknya sekarang kembali bermain-main dengan pipiku. "Merah nih. Kayak tomat."

"MAKANYA JANGAN DIBUAT MAKIN MERAH, MOON TAEIL."

"Udah, Sayang. Jangan galak gitu sama calon suami." Ia menyentil ujung hidungku membuatku sedikit kesal.

Tangannya sekarang menangkup pipiku, mendaratkan bibirnya lagi pada bibirku dan membuat sedikit pergerakan disana. Hembusan nafas yang termasuk stabil itu dapat kurasakan sebelum ia melepas tautan pada bibir kami.

Dia menarik kedua sudut bibirnya sebelum menarikku kedalam dekapannya.

"Benar kata orang. Cinta itu tahu jalannya untuk kembali."

"Sok tahu kamu."

"Hm? Emang iya?" Ia mengangkat sebelah alisnya sebelum mengendikkan bahu. "Entahlah. Yang kutahu pasti adalah, perasaanku ini hanya untukmu seorang. Aku sangat sangat sangat menyayangimu."








***
FIN








FIN BENERAN NIH

Maaf kutidak bisa membuat yang sampai baper-baper begitu/?

yang di mulmed di puter biar krenyes"(?)

Nymph ● Moon Taeil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang