000 🐾

961 69 12
                                    


Sampai kapan aku harus merangkai untaian hiperbola tentang indahnya kasih sayang? 

Suara teriakan seorang anak kecil membuat siapapun yang mendengarnya tidak tega untuk melihat keadaanya. Begitupun dengan Manda, dia tidak menyangka untuk melihat pemandangan miris di depan matanya saat ini. Anak kecil itu mendekap di sudut ruangan sambil memeluk erat pada kedua kakinya, sedangkan dua insan tengah sibuk beradu argumen tanpa menghiraukan apapun. Pecahan kaca, robekan kertas, semua hancur berantakan.

Plakk! 

"Mama...! "

02.30 WIB

Mimpi itu. Mimpi itu yang membuatku takut untuk memejamkan mata. Serpihan memory masa kecil yang terus berputar setiap kali aku pergi ke alam mimpi. Entah mengapa hanya ada kesedihan yang ku ingat di masa itu. Apakah tidak ada kebahagiaan yang tersisa untuk bisa ku kenang di saat mimpi buruk itu terputar kembali?

Embun pagi menyapaku,begitupun dengan sejuknya udara pagi di bandung yang mungkin sebentar lagi jarang untuk ku rasakan. Hamparan pohon teh dengan deretan rapinya tak luput dari tangkapan indra penglihatan. Para petani pemetik teh dengan tenggok yang bertengger di punggungnya menyapaku dengan ramah.

Uap air berhasil mengaburkan pandanganku, sehingga memaksaku untuk melepaskannya. Ya, Aku memang tidak bisa terlepas dari benda berkaca itu, semua karena ketercanduanku terhadap coretan orang-orang jenius maupun orang-orang yang ingin menyalurkan entah itu imajinasinya atau mungkin perasaanya.

"Cinta. "

Aku menoleh saat seseorang mengatakan kata itu, aku tersenyum sebelum tangan lembut itu menyentuh pundakku. Aku tau itu, aku sering menemukanya di buku-buku novel.

"Dulu saat nenek seusia kamu, nenek merasakan apa yang orang sebut itu dengan kata 'cinta', "

Aku tak melepaskan pandanganku dari sosok wanita yang telah berusia lebih dari setengah abad itu. Sambil menunggu apa yang akan ia katakan selanjutnya.

"Manda, apakah kamu pernah jatuh cinta? "

Aku mengalihkan pandanganku ke arah hamparan kebun teh sambil menggeleng lemah.

"Sebentar lagi pasti Manda merasakanya. Jika iya, jangan lupa cerita pada nenek, " ujarnya sambil tersenyum sebelum menghela nafas panjang dan memelukku.

Tiiiin!  Tiiin!

Bunyi klakson itu membuatku mengeratkan dekapan pada nenek sebelum aku mengurainya dengan terpaksa.

"Baik-baik di Jogja ya nak, nenek sayang Manda. Kalau kangen main saja kesini, pintu rumah ini selalu terbuka untuk cucu nenek, " aku mengangguk paham lalu mengecup pipi nenek secara bergantian sebagai salam perpisahan. Aku melambaikan tangan pada nenek dan terus memandanginya sebelum semuanya mengecil dan hilang dari pandanganku.

~♥♥♥~

LatentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang