"Terkadang ada banyak orang yang menganggap bahwa orang lain lebih bahagia dari dirinya. Tanpa tahu betapa menderitanya orang itu."
Sambil mencatat beberapa hal penting yang ada di papan tulis, sesekali Manda menengadahkan kepalanya untuk melihat jarum jam yang terus berputar. 3 menit lagi bel pulang berbunyi, sebuah senyuman terukir perlahan di wajahnya.
Sejak Devan diizinkan keluar dari rumah sakit. Hari-hari Manda kembali seperti semula begitupun dengan suasana hatinya. Sebagai seorang teman kudu bahagia dong.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal membuat Manda menghentikan langkahnya sejenak.
+628536164****
Hai Manda, ketemu yuk+628546164****
Gue tunggu di gerbang ya!Temuin
Engga
Temuin
Engga
Send :
IyaDari puluhan siswa yang ada di gerbang, Manda belum menjumpai seseorang yang mengirimnya pesan. Cuaca siang ini sangat terik, udara terasa panas dan banyak debu berterbangan. Debu adalah salah satu hal yang sangat Manda benci. Membuat tenggorakan gatal, mendatangkan dahaga tentunya tidak baik juga untuk kesehatan.
"Maaf lama nunggu," Manda mengangguk paham.
"Kenalin gue Isabel," seorang yang diyakini sebagai sang pengirim pesan menjulurkan tangannya.
"Panggil aja Abel," Manda membalas uluran tangan tersebut. Menurut Manda Abel itu cantik, tinggi semampai, rambutnya curly tapi itu yang membuat tampilannya menjadi lebih manis.
Demi memenuhi permintaan Abel, Manda rela menemaninya berjalan dan menunggu di tempat penungguan bis. Sedikit cerita, Abel tidak bisa diam selama perjalanan dari sekolah tadi. Dia terus bercerita tentang apa saja yang mau ia ceritakan. Bermula dari perkenalan umum yang biasa dilakukan saat bersama orang baru. Dari hal itu mulai melebarlah ke topik-topik kurang penting namun terasa seru karena seorang Abel yang bercerita. Tetapi terdapat satu hal yang belum Abel bicarakan. Apa alasannya menemui Manda.
"Biasanya bis dateng sekitar 5 menit lagi sih, lo mau bareng atau gimana?"
"Nanti aku naik ojek aja, aku belum hafal rute bus sama rute mau kerumah. "
Manda beranjak dari duduknya mengikuti apa yang Abel lakukan. Ia menautkan kedua tangannya dan memainkan jari-jarinya. Sempat heran dengan cuaca hari ini. Belum ada 1 jam yang lalu matahari bersinar dengan teriknya bahkan awanpun enggan memunculkan wajahnya. Tapi sekarang hampir sebagian cakrawala yang dapat tertangkap oleh mata tertutup oleh awan kelabu.
"Manda gue boleh minta tolong?" Ucap Abel sembari menatap Manda penuh harap.
"Ya?"
Manda mengangguk paham akan apa yang Abel katakan. Setelah mengucapkan salam perpisahan dan saling melambaikan tangan Manda kembali duduk untuk memesan ojek onlinenya. Ia menatap sekitarnya dan akhirnya berhenti pada suatu titik dimana ada dua sejoli yang Manda tebak satu sekolah dengannya. Mereka terlihat lebih dari sekedar teman. Bisa dibilang pacaran, sebelumnya Manda tidak tau apa itu pacaran. Ia mengetahuinya setelah Devan menjelaskannya dengan panjang lebar. Singkat cerita, tempo hari Devan ingin mengerjai Manda dengan mengajukan syarat menjadi pacarnya saat Manda bertanya siapa nama orang tuanya. Dan realita memang selalu berbanding terbalik dengan ekspetasi. Andai kalian tau bagaimana keadaan perasaan Devan saat itu. Bagaikan langit di sore hari berwarna biru tett teet, ngga deeng candaaa. Hancur sudah pamornya, ya yang benar saja setelah 17 tahun menghirup oksigen dia tidak tahu apa itu pacaran. TIDAK TAU APA ITU PACARAN!!! Bayangkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Latent
Teen FictionKamu tau fragile heart? Ya,dia adalah keadaan dimana hati dalam keadaan rapuh dan mudah hancur. Dan di saat itulah aku butuh seseorang yang setia memberiku motivasi. Jika hidup itu ibarat sebuah game yang harus di selesaikan, bukan di akhiri.