"Bahkan sebetapa berkilaunya sebuah cermin. Ia tetap memiliki sisi gelap di baliknya."
Tenang
Pradana menatap putri semata wayangnya menghembuskan nafas teratur di atas tempat tidur kecilnya. Ia melangkahkan kaki mendekati pintu balkon yang masih terbuka. Tatapannya terjatuh pada notebook yang tergeletak sempurna di atas meja. Sampulnya berembun, artinya sudah cukup lama benda itu berada disana.
"Maafin ayah nak." ucap Pradana dalam hati.
Tangannya beralih meraih gagang pintu lalu menutupnya rapat. Begitu juga dengan tirai rajut yang bertengger indah di jendela kamar Manda.
Depresi
Katakan saja begitu. Manda merasa dirinya sudah gila sekarang. Tidak bernafsu makan dan minum hanya karena cacian yang orang-orang lemparkan padanya.
"Apalagi sekarang?" Manda bertanya pada dirinya sendiri.
Ia mengambil semua barang yang berada di laci hingga atas mejanya. Tak usah repot-repot membuka kotak, surat, plastik apapun itu karena Manda sudah tau apa isinya. Ancaman yang di tulis dengan tinta bahkan darah dan bahan cair lain yang membuat dirinya gila beberapa hari ini.
Namun ada satu benda yang membuat Manda menghentikan gerakan tangannya.
"Bunga?"
Setelah membuang semua barang tadi, Manda meraih sekuntum mawar oranye yang terselip di antara barang-barang tadi. Satu-satunya benda indah yang ia terima hari ini.
"Dia menyesal."
Manda menolehkan kepalanya. Bryan menumpukan tubuhnya di meja sebelah lalu mengambil mawar tadi dari Manda.
"Jumlahnya lima belas tangkai dia menyesal."
"Darimana kamu tahu?"
"Nggak penting. Misi," Manda menggeser tubuhnya lalu menyusul Bryan duduk.
Manda tersentak saat tiba-tiba sebuah tangan bersender di pundaknya.
"Gue udah janji buat nemein lo," ucapnya lalu memasukkan tangannya kedalam saku celana.
"Apapun alasannya lo nggak bisa ngejauh."
Seperti anak burung yang kelaparan dan ditinggal pergi oleh sang induk. Manda ingin berteriak sekencang-kencangnya detik ini juga.
"Udah gue bilang yang kemarin adalah terakhir kalinya lo nangis di hadapan gue."
Manda menatap Bryan tepat pada pusat kedua bola matanya. Perlahan-lahan terasa penuh dan akhirnya semuanya tumpah begitu saja. Manda menalangkupkan kedua tangannya untuk menyembunyikan wajah menyedihkannya itu.
"Bandel," ucap Bryan sarkas setelah itu ia menyumpal telinganya dengan earphone lalu memejamkan mata.
Sudah hampir setengah jam tapi gadis di sampingnya belum juga berhenti mengeluarkan air matanya. Se-bodo amat Bryan dengan orang sekitarnya. Ia juga seorang manusia yang diciptakan Tuhan dengan sebuah hati nurani. Ia juga iba melihat seseorang menjadi korban tanpa suatu kesalahan.
Sudah menjadi suatu hal yang biasa terjadi di Nirwana Bangsa saat jajaran most wanted dekat dengan seseorang, maka seseorang itu akan mendapat masalah. Bahkan hal tersebut terjadi turun menurun setiap tahunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Latent
Fiksi RemajaKamu tau fragile heart? Ya,dia adalah keadaan dimana hati dalam keadaan rapuh dan mudah hancur. Dan di saat itulah aku butuh seseorang yang setia memberiku motivasi. Jika hidup itu ibarat sebuah game yang harus di selesaikan, bukan di akhiri.