Bel tanda istirahat pertama telah berbunyi, Kanza merapihkan buku-bukunya. Kemudian keluar kelas dengan senyum hangat seperti biasanya. Matanya memicing ke kelas sebrang disana.
"KANZAAAAAAAAA!" Suara teriakan itu membuat semua orang yang berada di koridor menutup telinga dan menatap tajam ke asal suara.
"Kenapa bisa-bisanya gue punya sahabat kaya orang utan?" gumam Kanza sambil menutup mukanya malu.
Karina melirik sinis teman kampretnya ini. Walaupun masih ngos-ngosan karna lumayan lari dari kelas sebrang ke koridor gadis disampingnya. Perlu lewat lapangan yang gedenya naudzubillah. "Apa? Lo ngebayangin temen lo kaya orang utan? Hah?"
Kanza menganga, "Sejak kapan lo jadi cenayang?"
Dengan mata malas, Karina menjawab, "Ini udah ke lima ribu dua ratus lima puluh lima, lo ngatain gue, kalo gue kaya orang utan."
"Dan sudah ke lima ribu dua ratus lima puluh lima, lo nebak itu. Emang kayanya lo beneran kaya orang utan, asli bahkan gue gak percaya lo dapet kekuatan cenayang itu--" telapak tangan kiri Karina sudah bertengter di mulut Kanza. "Sekarang kita ke kantin," Kanza hanya pasrah ditarik oleh orang utan dihadapannya.
Sepanjang jalan menuju kantin tak ada hentinya mereka mengatai satu sama lain. Bahkan mereka mendapat beberapa tatapan penasaran dari siswa siswi yang berjalan dikoridor.
Seperti biasa juga, mereka tidak peduli dan tetap melanjutkan perang mulut itu. Sampai berada dikantin, dengan kompaknya mereka berdua mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan-lahan.
"Gue mesen makanan, dan lo cari tempat duduk," Kanza menurut, dia cukup lelah berdebat dengan Karina.
Matanya mencari-cari tempat yang kosong, dalam hatinya gadis itu sedikit menyesal, coba saja mereka lebih cepat pasti banyak bangku yang kosong. Memang Karina sialan, ngajak ribut tidak tahu tempat. Mata Kanza berbinar melihat ada bangku yang kosong. Langsung saja gadis itu berjalan kearah sana.
Saat sedang asik melihat-lihat ponselnya, Karina datang membawa makanan kesukaannya, yang bahkan tanpa dia liatpun dia sudah tau apa isi nampan itu. Bakso.
Mata Kanza terlihat membulat melihat apa isi mangkok itu, "Kok soto?"
Karina menghela nafas, "Lo udah kebanyakan makan bakso dan itu gak baik. Sekarang makan soto itu, dan jangan protes lagi."
Dengan kesal, Kanza menyendok soto itu kedalam mulutnya. Enak. Karina menggelengkan kepala ringan, kadang dia merasa Kanza itu seperti adiknya. Karina itu anak tunggal, mereka bersahabat sejak umur mereka 8 tahun. Waktu itu, saat Karina kelas 2 sd, dia bertemu dengan Kanza yang masih duduk dibangku kelas 1 sd. Gadis itu menyendiri ditaman sekolah dengan buku gambar bergambar gunung. Karina kecil yang penasaran mendekatinya, Kanza kecil saat itu tidak menerima Karina dikehidupannya, menurutnya orang baru itu adalah pengganggu. Tapi saat Kanza belum dijemput dari sekolahnya, ibu Karina memaksa Kanza untuk ikut dengannya, gadis itu menurut setelah dapat paksaan. Dan dari situ pertemanan mereka dimulai, dengan tiba-tiba Kanza meloncat kelas, dan yah mereka akhirnya sekelas. Ya memang kalau dibandingi umur Karina dan Kanza, Karina lebih tua setahun. Dan sifatnya juga sedikit berbeda, kalau Karina penyabar maka Kanza emosian. Dan hanya dengan Karina, Kanza bisa mengontrol emosinya.
"Permisi, ini tempat duduk kami." suara itu membuat Kanza sedikit menegang, tapi dia buru-buru menggelengkan kepalanya. Lalu melanjutkan makan.
Sedangkan Karina mendongak, melihat siapa yang menegurnya. Alaska, laki-laki yang menghukum temannya itu. Tapi setelah Karina lebih sedikit mencondongkan tubuhnya ada tiga laki-laki lain yang berada di belakang punggung Alaska. Salah satu dari mereka, Karina kenal. Tubuhnya menegang. Kanza yang tak sengaja melihat Karina seperti itu pun menoleh kebelakang. Dia mendongak, "kenapa kak?"
"Ini tempat duduk kami," suaranya berbeda dari pertama dia menegur tadi.
Kanza berdiri, "tapi ini gak ada tulisan tempat duduk kakak."
"Ini memang tempat duduk kita-kita," suara dibelakang Alaska membuat Kanza kembali menegang. Dia sedikit memiringkan kepalanya, "kean?"
Laki-laki yang mendengar gumaman itu pun menoleh, sama terkejutnya. Alaska dan teman-teman yang lainnya menyeringit bingung. "Kalian kenal?"
Kanza mematung, tatapannya kosong melihat laki-laki dibelakang Kean. Begitu juga laki-laki itu yang sangat terkejut. Tanpa kata, Kanza langsung saja pergi dari hadapan empat laki-laki itu.
Tapi-- tangan Kean-- laki-laki itu mencekal pergelangan Kanza. "Kanza!" suara Kean terdengar pelan namun dalam.
Sentakan keras itu membuat tangan Kean terlepas dari pergelangan Kanza. "Kita gak kenal, jadi jangan coba-coba pegang tangan gue." Setelah mengatakan itu, Kanza berlalu pergi. Sedangkan Karina baru saja tersadar dari lamunanya.
"Karin.."
"Kalian yang memulai," setelah mengatakan itu Karina mengikuti Kanza keluar dari kantin.
"Lo kenal mereka?" tanya Alaska lalu duduk di bangku yang barusan di dudukin Kanza diikuti teman lainnya yang penasaran.
Kean menoleh menatap Alaska sebentar, laki-laki itu hanya mengangguk sekilas lalu melamun.
"Kean kenapa?" Bisik Rian yang dibalas gelengan dari Alaska tanda tidak tahu.
"Cewek tadi yang dihukum sama lo kan, Al?" Celetuk Gilang.
Kean menatap Gilang lalu Alaska, "hukum apa?" tanyanya penasaran.
Alaska mengangguk mengiyakan celetukan Gilang, "Lari, dia ke kantin pas waktu MOS."
Kean tersenyum tipis, "Urusan perut emang lo gak pernah berubah." gumamnya yang terdengar sedikit oleh Uta.
"Hah? Berubah apa Ke?"
"Gak ada."
Uta menggeplak kepala Kean sebal, "Jelas-jelas tadi lo ngomong."
"Salah denger kali lo."
Mata Uta menatap sinis Kean, "Au ah."
Karina menahan pergelangan Kanza, Kanza menatap Karina dengan kosong. "Apa?"
Hati Karina sedikit tercabik melihat tatapan itu, "Mau pindah sekolah?"
Dengan cepat gadis itu menggelengkan kepala tanda tak setuju, Karina menatap tak yakin gadis dihadapannya.
Kanza tidak mau merepotkan Karina dan keluarganya, sudah cukup gadis itu membantunya hingga saat ini. Jadi yang Kanza bilang, dua kata yang sudah terbiasa Karina dengar, "Gue gapapa."
Karina mengangguk walau dia tahu gadis dihadapannya tidak baik-baik saja, "Gue gak suka tatapan lo yang tadi."
Kepala Kanza tertunduk, "Maaf."
Karina mengacak rambut Kanza sayang, "Jadi jangan perlihatkan tatapan itu lagi didepan gue. Ngerti?"
Kanza mengangguk, dia tak akan membuat Karina mengasihaninya lagi. Tapi yang dimaksud Karina, dia tak suka melihat tatapan kosong Kanza. Karna ini membuat dirinya sakit, Kanza sahabatnya, Kanza adiknya. Dia tak akan membuat gadis itu selalu berada dalam kesedihan terus menerus. Karina menyayangi Kanza seperti dia menyayangi keluarganya. Kanza hidupnya.
"Lo tau, yang gue maksud bukan itu. Lo hidup gue, lo sakit gue sakit. Kita memang gak ada hubungan darah, tapi sampai kapanpun, lo selalu jadi orang pertama setelah Ibu dan Ayah yang bakalan gue cari kalau lo pergi dari hidup gue. Jadi tolong jangan sakit, obat penawar lo bukan selalu gue. Tapi diri lo sendiri."
-------
26.08.201704.07.2020 revisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanzayla
Teen FictionGadis berambut belonde itu selalu membuat semua yang berada didekatnya merasa nyaman, dengan tampang polos dan senyum yang selalu melekat di dirinya. Walaupun masalah-masalah selalu mengahampirinya, tapi tak membuat senyum di wajah gadis itu redup. ...