Happy reading!Gara-gara acara tidur di apartment, Kanza dan Karina tergeletak dibelakang kebun sekolah. Bahkan sedari tadi Karina tak berhenti mengoceh, menyemprot Kanza yang bisa-bisanya bangun jam setengah delapan.
Dan Kanza juga ikutan komat kamit mengetahui Karina bangun terlebih dahulu tapi tak membuat sarapan, gadis itu bahkan sampe pengen nyeburin muka Karina ke got.
"Bisa-bisanya ya lo curut, bangun jam setengah delapan padahal hari ini upacara."
Kanza mendesah pelan, "Ini salah siapa yang ngajak gue nangis malem-malem sampe jam dua subuh. Hah?"
"Gue gak ngajak ya, kan gue nanya masalah lo apa. Lo malah nangis," seru Karima sewot.
"Ya elu ngapain nanya-nanya, tadi malem aja sok-sok an nasehatin. Sekarang gue disemprot dengan seribu ceramahan lo yang gak merubah apapun."
Ingin sekali Karina menggunting mulut Kanza dengan gunting rumput yang dipegangnya. "Ini tuh cara gue mengungkapkan segala kesal gue."
"Ribet banget lagian, lo yang nanya jadi gue yang nangis. Kurang ajar emang, untung teman gue yang kaya lo satu doang."
"Kalau lo lupa, teman lo, gue doang," balas Karina sakarstik.
Kanza nyengir, "Masalahnya gue inget, jadi ini aib atau bukan ya?"
Karina melotot, "Jadi maksud lo berteman sama gue itu aib?"
"Pengennya sih begitu, biar afdol." Kanza menyengir bodoh, "Sayangnya lo udah aib dari lahir, gabisa gue aib-in lagi sekarang."
"KANZA BAHLUL!" teriak Karina sambil mengejar Kanza yang sudah berlari memutari kebun sekolah menghindari Karina.
Tanpa mereka sadari, ada seorang laki-laki yang memperhatikan mereka dengan tampang dinginnya.
"Bagus ya, lagi dihukum malah main-main."
Kanza dan Karina pun memberhentikan langkahnya, mata mereka melotot melihat siapa yang berbicara. Dia lagi?
"Kenapa sih kak, lo selalu dimana-mana?" Celetuk Kanza kesal.
Alaska. Laki-laki itu tersenyum tipis, "Kenapa sih, lo berdua gak bisa berhenti buat masalah?"
"Kenapa sih, lo selalu ikut campur?" Sewot Kanza jengah.
Alaska berjalan menghampiri gadis blasteran itu, "Punya nyali juga lo, masih kelas sepuluh yang sopan."
Kanza terkekeh sinis, "Heh? Gila hormat?"
Tangan Karina menarik lengan Kanza kencang, "Udah, jangan diladenin. Lo mau dapet masalah lagi?"
Alaska tersenyum remeh, dengan sekali hentakan lengan Karina terlepas dari pergelangan gadis itu. "Apa sih yang lo mau? Jelas-jelas gue gak pernah bikin masalah sama lo kak." Kanza menekan kata terakhirnya.
"Tapi lo bikin masalah dimana gue yang jadi penanggung jawab sekolah ini."
Kanza memutarkan kedua bola matanya, "Jadi lo OSIS?"
"Hm."
"Oh jadi gini ya kerjaan OSIS. Padahal setau gue urusan terlambat, langsung ke guru bersangkutan deh."
"Jelas aja, gue waketos disini."
Kanza tertawa kecil, "Jujur, gue gak peduli."
"Kanza, udah." Suara Karina mengintrupsi.
"Lo tau ga akibatnya bicara kaya gitu ke gue?'
Kaki Kanza berjinjit, mukanya ia dekatkan ke telinga kaka kelasnya itu. "Asli, gue gak tau, dan gak mau tau." Setelah berbisik seperti itu Kanza berlalu sambil menarik lengan Karina.
"Maaf ya kak!" Teriak Karina kencang.
Alaska mengepalkan tangannya, "Lihat apa yang bakalan terjadi sama lo kedepannya, Kelinci kecil."
"Ngapain minta maaf, dia kaka kelas songong. Kalau kaya gitu jangan di baikin, bisa semena-mena, Karin!"
Karina menghela nafas, menurut Karina sudah hukum alam kalau senior seperti itu kepada junior. Apalagi mereka masuk sekolah hits, dan sudah banyak terdengar kasus pembullyannya. Makanya dia antisipasi saja biar Kanza tidak dibully kalau tidak ada dirinya. Temannya ini memang sangat keras kepala.
"Sudah hukum alam, kalau kita harus sopan kepada yang lebih tua Kanzayla Avaza."
"Tapi dia itu songong, gak tau diri, gila hormat. Ngapain kita harus sopan?" Kanza mengeluarkan unek-uneknya tentang laki-laki itu yang pernah menghukumnya dan selalu cari gara-gara dengan dirinya.
Karina menghela nafas pelan, gadis ini mengapa keras kepala sekali. "Dengerin sekali aja za, kita gak bakalan tau kedepannya seperti apa, apalagi dia siswa berpengaruh. Kalau kita salah dikit, bisa-bisa dibully sama teman-temannya. Apalagi lo cewek dan masih junior. Apa mau dikata sama siswa-siswi disini?"
"Kenyataannya kan nggak," seru Kanza pelan.
"Antisipasi kalau bakalan terjadi nanti Kanza, jadi tolong jaga sikap." Karina menghela nafas lelah, "Masalahnya kalau dia sampe ngadu ke guru, dan guru ngadu ke orang tua lo. Apa yang bisa lo lakuin?"
"Itu bagus, jadi gue gak perlu cari alesan buat kabur dari neraka."
Karina menatap marah Kanza, "Jangan kaya gitu! Mereka tetap orang tua lo."
"Orang tua mana yang jahat sama anaknya?"
"Kanza.."
"Lo tau, gue bakalan bersyukur banget kalau gue diusir dari rumah. Cuman karna bunda doang gue masih bertahan dirumah." Kanza tersenyum penuh arti, "Kalau dengan mencari masalah bikin gue diusir dari rumah. Kenapa gue gak lakuin dari dulu ya rin?"
Karina memegang kedua bahu Kanza, "Lo mikirin cara keluar dari rumah. Tapi lo gak mikirin perjuangan Bunda lo, opah sama omah yang membuat lo masih bisa stay disana dari dulu. Bahkan mereka berharap suatu hari ada keajaiban za yang bisa ngebuat lo diterima lagi dikeluarga itu." Karina menepuk bahu Kanza dua kali, "Jangan egois, pikirin perasaan mereka yang berjuang agar lo tetap disisi mereka."
Kanza terdiam, otaknya melayang kembali mengingat kenangannya bersama bundanya, opah dan omahnya.
Hati kecilnya berbisik, kalau gadis itu masih kuat. Dan Kanza meyakinkan dirinya untuk tetap disisi bundanya sampe bundanya lelah dan menyuruh dia pergi, tanpa melakukan masalah apapun.
Biarkan ini mengalir seperti air, batin Kanza.
02.09.2017.
07.07.2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanzayla
Teen FictionGadis berambut belonde itu selalu membuat semua yang berada didekatnya merasa nyaman, dengan tampang polos dan senyum yang selalu melekat di dirinya. Walaupun masalah-masalah selalu mengahampirinya, tapi tak membuat senyum di wajah gadis itu redup. ...