Ojan menaiki motornya dengan kecepatan tinggi. Ojan masih terbawa emosi dengan ingatannya. Rasanya ingin ia mencabut paksa ingatan itu dari otaknya, membakarnya sampai habis menjadi butiran abu. Tapi ia tak bisa melakukan apapun, tak bisa lari dari masa lalu yang akan selalu melekat dengannya.
Ojan melihat bayangan orang di halte yang sendirian menunggu bis. Dilihatnya dengan teliti. Anggi? Ia mengemudikan motor, memberhentikan kendaraan di dekat gadis itu.
"Eh, Kakak," Anggi agak kaget melihat keberadaan Ojan yang tiba-tiba. Anggi pun tertarik untuk bertanya basa-basi. "Kakak mau ngapain di sini? Mau nunggu bis juga? Atau mau nunggu orang?"
"Lo mau ke mana?" Ojan tidak menggubris pertanyaan Anggi, malah balik bertanya.
"Gue mau ke toko buku, Kak. Nggak tau mau ngapain di kosan." Anggi agak sensi pertanyaannya diabaikan.
"Gue anter lo ke sana," kata Ojan tanpa ekspresi. Bersiap.
"Apa?" Anggi melongo, terlihat salah tingkah.
"Nggak mau ya udah," Ojan bersiap memakai helmnya, "Asal lo tau, jarang ada bis atau kendaraan umum lainnya lewat sini. Jangan salahin gue nanti kalau ada apa-apa kaya kemarin."
"G-gue mau," Anggi terbata menuruti Ojan. Ia menerima helm yang diberikan Ojan, memakainya.
"Udah siap?" tanya Ojan saat Anggi duduk di jok belakang motornya.
"Iya, udah, Kak."
Ojan melajukan motornya. Ia merasakan tubuh Anggi merapat di punggungnya. Ojan mengurangi laju motornya.
Anggi sadar dengan apa yang dia lakukan. Cepat-cepat ia melepas pelukannya. Kembali berpegangan pada jaket.
Sepuluh menit perjalanan, Anggi dan Ojan sampai di toko buku. Anggi langsung ngacir ke rak buku di belakang. Ojan santai berjalan di belakang. Ojan melihat Anggi konsentrasi membaca sinopsis sebuah novel. Lalu meletakkannya di tempat semula. Mengambil novel berikutnya, membaca bagian belakangnya lagi. Berulang kali seperti itu. Ojan agak pusing melihatnya. Maklum ya, cowok jarang ada yang suka baca, sih.
"Lo nyari buku kayak gimana sih?"
"Yang bagus, Kak." Anggi hanya nyengir.
Ojan berlalu meninggalkan Anggi yang masih sibuk dengan buku-buku. Beberapa menit Ojan kembali dengan sebuah novel. Ojan memperlihatkannya di depan mata Anggi.
"Buset dah, Kak, ngagetin aja deh." Anggi meraih novel itu. "Wah! Kak, kok lo tau gue lagi cari novel ini?"
"Cepetan bayar."
"Bentar lagi aja, please," Anggi menunjukkan rautnya yang memelas. Ojan menghela napas. Artinya setuju.
"Udah belum?" kata Ojan yang sekitar setengah jam menunggu Anggi selesai menjelajahi isi toko buku. "Buruan. Udah sore."
"Eh iya, Kak," Anggi agak keki dengan Ojan. Ia berjalan menuju kasir. Penjaga kasir menyebut harga novel itu. Anggi merogoh tasnya. Astaga, gue gak bawa dompet! Lama Anggi mengeduk-ngeduk tasnya.
Ojan menyodorkan uang miliknya. Membiarkan penjaga kasir sejenak sibuk dengan urusan pembayaran.
"Kak, kok lo yang bayar?"
Ojan mendekatkan wajahnya ke Anggi, sedikit berbisik, "Lo kan nggak bawa dompet, jadi hari ini gue yang bayar."
Jawaban Ojan membuat Anggi merona. Iya sih, peka juga nih orang, tau aja gue nggak bawa dompet. Ditambah kakak tingkatnya tersebut berbisik dengan jarak yang sangat dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Sehabis Hujan
Teen FictionNamanya Pelangi. Biasa dipanggil Anggi. Cewek yang menarik. Kenapa menarik? Entahlah. Dia di mata gue orangnya ceria, spiritful. Gue sayang dia. - Hujan Gue ketemu dia pertama kali pas nggak sengaja nabrak dia waktu ospek. Gue kira dia orangnya ding...