#6

1.7K 281 5
                                    

Mata Amar tak buta. Ia bisa melihat bagaimana Zifah begitu tegas untuk kerjasama yang kembali terjalin pasca perampokan kontainer empat tahun lalu. Amar melihat Zifah yang begitu kaku dan banyak bertanya pada Farah dan dirinya seputar kesiapan Amar sebagai vendor penyedia truck. Menanyakan kesiapan Amar jika hal yang terburuk terjadi kembali dan membuat Amar ada diposisi itu lagi. Amar tidak buta. Amar tahu Zifah trauma.

Amar memutar pulpennya dengan jarinya sambil mendengarkan penjalasan Bagas dari Divisi Operasional Dwillinga. Bagas menjelaskan bahwa nantinya Amar akan ikut meeting dengan bagian Warehouse mereka. Amar siap dan menunggu hal itu. Kerjasama dengan Dwillingga bukanlah hal yang besar. Amar memiliki beberapa klien besar yang skalanya Nasional. Dari perusahaan Jepang sampai Perusahaan yang bernaung di bawah Pemerintah. tapi sepertinya bekerjasama kembali dengan Dwilingga jadi tantangannya sendiri.

Sesekali Amar melihat Zifah terdiam dan menekuni agendanya yang sepertinya penuh dengan coretan. Amar bahkan tak kaget ketika wanita itu mendesaknya dengan pertanyaan yang membuat mereka diputar kembali pada peristiwa empat tahun lalu. Walau akhirnya Pak Ganjar atasan Amar dan Farah bagian Sales ikut membelanya tapi Amar tak gentar. Ia menjawab semua pertanyaan Zifah dengan mantap.

"Jadi... kalau Bu Zifah dan Pak Bagas berniat ikut survey ke garasi kami untuk melihat unit kami, saya siap mendampingi." ujar Amar.

Bagas mengangguk setuju sedangkan Zifah terlihat mengambil napas dalam lalu ikut menganggukkan kepalanya. "Minggu depan kita atur jadwal untuk survey ke garasi, gimana, Gas?" tanya Zifah pada Bagas yang duduk di sampingnya.

"Oke.. nanti dari situ baru kita minta Pak Amar untuk meeting sama warehouse, Bu Zifah mau ikut juga?"

"Boleh."

"Oke.. kalau begitu rapat kita selesai sampai di sini, kita lanjut lagi setelah survey dan meeting dengan warehouse Dwilingga." jelas Farah menutup meeting di sore menjelang malam itu. Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat dan Zifah melirik cemas karena belum sempat Shalat Maghrib.

"Baiklah, kita tutup meeting kali ini, sekali lagi terima kasih untuk Pak Ganjar, Bu Farah dan Pak Amar yang sudah repot-repot datang ke kantor kami." jelas Priyo.

"Sama-sama Pak Priyo, saya yang terima kasih karena Pak Priyo mau kembali membuat kerjasama antara Dwilingga dan Adi Panca." jelas Farah sambil beranjak bangkit dari posisinya. disusul oleh semua orang yang ada di ruang meeting. Amar melihat Zifah mengantri untuk menjabat tangan Farah dan Pak Ganjar lalu kemudian padanya. 

"Saya baru ingat kalau kamu nyeremin kalau lagi tegas." ujar Amar sedikit berbisik. Zifah terlihat tersenyum tipis.

"Kali ini jangan kecewakan saya dan yang lain, ya?" tanya Zifah dengan nada bersahabat. Amar tersenyum mendengarnya.

"Pasti, saya berharap setelah ini kerjasamanya semakin banyak, saya seneng bisa datang lagi ke kantor kamu." jawab Amar masih dengan niat menggoda. Zifah mencebikkan bibir tipisnya yang dipoles dengan lipstik berwarna pastel membuat Amar gemas melihatnya.

"Oh ya.. saya pamit shalat dulu ya.. duluan, Pak Amar." Zifah pun pergi meninggalkan ruang meeting lebih cepat dari yang lain. Amar menyusul dan melihat Zifah yang masuk ke sebuah ruangan yang tak jauh dari ruang meeting. Amar berjalan mendekat dan melihat dari kejauhan. Export-Import Document Manager Division.

Jadi Zifah sudah jadi Manager? Amar lagi-lagi kagum dengan wanita itu. Dulu saat Zifah masih di operasional dengan posisi masih staf wanita itu bertindak bak bos saat melabrak Amar yang jelas-jelas sudah jadi team leader di divisinya. Bahkan tak segan mengancamnya jika masalah perampokan kontener tak kunjung selesai atau Adi Panca lari dari tanggungjawab. Dan sepertinya tekad kuat dan totalitasnya dalam bekerja menuai hasil yang manis.

Unconfident LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang