#5

1.9K 309 12
                                    


Zifah bangun lebih pagi dari biasanya. Ia memasak sarapan dan bekal untuk dibawanya ke kantor. Zifah selalu membawa bekal karena selain hemat kemampuan memasaknya juga semakin meningkat. Zifah memasak omlet dan sayur sop untuk sarapan ia dan Visha. Sedangkan untuk bekal ia akan membuat Capcay dengan tambahan Udang dan Baso, perkedel jagung dan tempe goreng. Bukan Cuma untuk membuat bekal tapi Zifah harus memilih pakaian kantor yang pantas. Itu rutinitasnya setiap pagi.

Zifah sudah memasak nasi dan sayur sop saat adzan subuh terdengar. Ia mandi lalu menunaikan shalat subuh. Usai shalat ia bergegas membangunkan Visha yang selalu repot mengurusi rambutnya yang kadang belum sempat dikeringkan. 

"Cha." Panggil Zifah pada Visha yang baru bangun dari ranjangnya. Visha menoleh menatap Zifah yang memanggilnya 'Cha' subuh-subuh gini.

"Kenapa si Pah nada lo serius banget."

Zifah nyengir, "Lo dijemput Bowo atau naik ojek online?" tanya Zifah.

Visha menepuk dahinya karena baru ingat mobil Zifah ditinggal di kantor.

"Bowo ngambek gara-gara lo usir, gue naik ojek aja deh."

"Trus gue gimana, Cha?" tanya Zifah dengan wajah memelas.

"Lo nggak minta Amar jemput sekalian emangnya kemaren?" tanya Visha balik dengan niat meledek Zifah. Zifah yang keki sudah manyun dibuatnya.

"Lo kira Amar nawarin jasa antar-jemput apa?"

"Kirain, kan dia naksir lo, Pah."

"Sekali lagi lo ngeledek gue beneran gue nggak kasih sarapan."

Ekspresi panik muncul di wajah Visha kalau sudah urusan perut. Visha, sarapan dan masakan Zifah adalah satu paket. Visha lebih baik tidak kerja daripada harus melewatkan sarapan. Katanya 'Sarapan itu adalah sumber energi gue buat kerja, kalo gue nggak dapet energi buat apa gue kerja. Mengada-ngada memang tapi Zifah senang sekaligus keki karena kebiasaan Visha sarapan berdampak pada Zifah yang harus bangun lebih pagi.

"Jangan dong, Nek. lo mah suka gitu, ngancemnya pake makanan." sewot Visha yang akhirnya sudah bangkit dari ranjangnya mengikuti Zifah ke arah dapur.

"Abisnya dari semalem lo nggak selesai juga ngeledek gue, Amar sama gue tuh nggak ada apa-apa, dia cuma bersikap baik selayaknya rekan kerja aja." kekeuh Zifah karena sejak Amar meninggalkan kontrakannya Visha tak hentinya membahas bagaimana ganteng dan gentle-nya Amar.

"Dia tuh beneran kesemsem sama lo, Pah. percaya sama gue." Visha pun tak mau kalah. membuat Zifah akhirnya memilih bungkam. percuma berdebat dengan Visha hasilnya hanya bikin pusing kepala saja.

"Lagian ya, Pah. nggak mungkin Amar nggak ngelirik lo, tampang Laudya Cintya Bella lo nggak mungkin dilewatin gitu aja sama Amar, buta kalo Amar nggak naksir lo." Celoteh Visha sebelum wanita itu masuk ke kamar mandi. 

Zifah tertegun di tempatnya. Apa Amar jenis pria yang sama seperti teman-teman abangnya yang mengatakan kalau Zifah sangat sayang dilewatkan karena paras cantiknya? Apa Amar sama seperti teman kantor dan kliennya yang selalu menatapnya lama-lama hanya untuk menikmati kecantikan wajahnya? Mengapa hal itu mengganggu Zifah. Ia jadi tidak selera memasak bahkan sampai membuat beberapa perkedel jagungnya gosong.

Tak ingin memusingkan Zifah bergegas menyiapkan dirinya karena jam sudah menunjukkan pukul 6. Sarapan dan bekal sudah jadi. Zifah pun mematut wajahnya di cermin kamarnya. Apa hanya wajah ini yang menarik bagi pria-pria di luar sana? Ingin sekali Zifah memberikan wajah cantiknya hanya untuk suaminya kelak. Tapi Allah belum meneguhkan hati Zifah karena nyatanya ia masih gemar bersolek dan membeli pakaian yang tidak syar'i.

Unconfident LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang