Malam hari

854 64 0
                                    

          Malam ini adalah malam mencengram untuk diriku, ditemani tugas yang menumpuk dengan perut yang sudah tidak dapat diajak kompromi ini aku beranjak dari tempat tidur, mengenakan hijabku lalu berjalan keluar, kutemui seorang wanita paruh baya yang usianya sekitar 50 tahunan itu sedang menonton acara kontes dangdut disalah satu program Chennel .

"Nek Syila ijin keluar cari makan." Nenek menjawabnya dengan anggukan dengan pandangan tetap ke arah tv

Aku berjalan meninggalkan nenek, lalu membuka pintu .

"Jangan lama-lama Syill." Ujar nenenk membuatku menoleh seketika, mengangguk lalu melanjutkan langkahku

Jam 20:00 WIB merupakan waktu yang belum malam menurutku, disini masih sangat ramai ada banyak yang berjualan dipinggiran jalan .

Seketika itu aku menghampiri salah satunya, gerobak cokelat dengan tulisan SYIOMAY IKAN membuat senyumku merekah , aku dengan semangat tak sabar berjalan kearah gerobak tersebut "Pak siomaynya satu ya dibungkus, jangan dikasih kol sama paria." ujarku mendekati si amang

"Siap neng, tunggu sebentar ya duduk dulu ngantre soalnya." Si amang mencoba menunjukan tempat duduk yang kosong dengan jari jempolnya

segera aku menghampiri tempat tersebut, namun sial dihadapan ku ada sebuah drama yang menjijikan menurutku . Ku tatap dua orang kekasih itu sedang merayakan hari jadinya sepertinya, lihat saja si pria membawa kue besar dengan angka tiga, keduanya lalu meniup lilin, mereka sama-sama bertemu tatap sambil tersenyum, lalu saling berpelukan.

Aku melihatnya sampai berigidig ngeri, dihadapanku adalah contoh laki-laki yang tidak punya komitmen, jika ia punya komitmen maka dengan beraninya ia akan menghadapi orang tua wanita tersebut lalu nikahi bukan pacari

yang bikin aku menahan tawa adalah si wanita itu mau saja merayakan hari jadinya di tukang siomay? dengan pakaian yang sudah serba mewah itu?

Pendapatku, seseorang yang telah berpacaran adalah mereka yang tidak menghargai pendampingnya kelak.

Kasihan juga kali ya calon suami atau istrinya kelak bakal dapet bekas, bekas dipegang-pegang orang lain, kaya barang murah aja sudah dipegang-pegang eh tidak jadi dibeli

Jangan jadi barang yang pecah, lantas harus membeli. Jadilah barang yang berharga dan terjaga dengan kemasan yang serba rapih dan tertutup sampai seseorang yang mampu menghampiri untuk membeli.

"Ini neng siomaynya?" Si amang menyodorkan siomay yang telah terbungkus rapi

Syila tersenyum lalu merogoh kantungnya dengan mengambil dua lembar uang kuning "Hatur nuhun mang (Terima kasih mang)." Lalu menyodorkan uang tersebut

"Sami-sami (sama-sama)." Aku melanjutkan perjalanan menuju rumah dengan menggenggam plastik berisi siomay .

Ku menatap gelapnya malam dan merasakan dinginnya udara , untung saja aku mengenakan baju tertutup dengan balutan hijab yang memberikan kenyamanan juga keamanan pastinya, aku ini sebenarnya bukan remaja yang sudah pintar akan agama.

Baru dua tahun ini aku memutuskan untuk berhijab, tepat ketika aku kelas tiga SMP. Entah mengapa seperti ada perasaan yang membawaku berhijrah, selain itu aku juga mulai berfikir dewasa bahwasannya aku tidak ingin orang tua ku masuk neraka karena ku.

Aku pernah membaca salah satu hadist yang menjelaskan bahwa satu langkah anak perempuan keluar rumah tanpa menutup aurat, maka satu langkah pula ayahnya terancam masuk ke neraka, aku tidak mau itu terjadi.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." aku membuka pintu rumah dengan perlahan lalu menghampiri nenek yang masih di ruang tv

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, kok lama Syil?" Tanya nenek

"Iya tadi ngantre nek, mau?" aku menyodorkan siomay ini sebelum aku memakannya, dan nenek hanya menggeleng.

Selesai makan aku kembali ke kamar, ku rebahkan tubuh di atas kasur yang tidak besar ini sambil menatap dinding atap kamar setelahnya ku ambil ponselku, ternyata ada sms masuk

Kak Alfarizi: Assalamu'alaikum Syil? besok bawa
                          lembaran absen peserta marawis
Aku: Wa'alaikumussalam warahmatullahi
           Wabarakatuh, oh iya kak Insyaa Allah

Kak Fariz adalah ketua Rohis di sekolahku, aku juga termasuk anggotanya, sebelumnya aku memang memutuskan untuk masuk rohis anggap saja itu langkah awal hijrahku

Kembali ku letakan ponsel dipinggir tempat tidurku, ku pejamkan mata perlahan hingga terlelap.

-----------------------

      Ku ambil ponselku, ternyata ada satu pesan yang belum ku baca, entah siapa tidak ada nama tertera disana, sepertinya itu nomor baru.

"Hai Syila? kami dari penerbitan ingin mengajakmu bergabung menjadi salah satu penulis tetap dipenerbitan kami."

Tak bisa ku bayangkan, air mata mulai membendung di kelopak mataku, seketika aku merasa ada desiran sejuk angin tepi pantai yang membawaku pergi ke negeri dimana harapan dapat terwujud, aku berlari ke ruang tv ku tubruk tubuh nenek yang sedang menonton tv itu, ku peluk erat tubuhnya sambil menangis.

"Nenek, Syila dikontrak penerbitan menjadi penulis tetap." Aku bicara tersedu-sedu sambil menangis sejadinya

"Alhamdulillah Syila sayang." ujar nenek mengeratkan pelukan kami

Dan setelahnya aku melepaskan pelukan ini, nenek menatapku lekat penuh rasa bangga sambil tersenyum penuh arti

"Syila bakal bawa nenek ke tanah suci."

"Amiin amiin sayang, aamiin ya rabbal'alamiin." lagi-lagi diriku tak dapat menahan tangis haru, semua impianku akan terwujud, aku dapat membangun rumah impian panti asuhan, aku dapat membawa nenek ke tanah suci, dan berdakwah melalui karya-karya tulisanku yang tertuang melalui lembaran-lembaran novel .

Keesokannya aku mendatangi dimana penerbitan tersebut berada dengan ditemani nenek tersayangku, aku dibawa ke sebuah tempat ber ac, dengan sofa-sofa mewah, dan terdapat lukisan-lukisan cantik menghiasai setiap sudut dindingnya. Aku diminta seorang wanita cantik berhijab hitam menandatangani sebuah map yang artinya aku menyetujui permintaan penerbit untuk dikontrak menjadi penulis penerbit tersebut.

Kembali aku digiringnya untuk memasuki ruangan yang terdapat satu buah komputer, dengan peralatan serba mewah. Aku bingung lalu bertanya "Mengapa aku dibawa kesini?" dengan wajah polos dan penuh kebingungan aku menatap lekat wanita tersebut

"Ini tempat kerjamu, tempat dimana kamu bisa berkonsentrasi menghayal dan berimajinasi." Wanita itu menjawabnya dengan sangat ramah tanpa menghilangkan senyum di bibir mungilnya

"Tapi aku harus sekolah?" Kembali ku bertanya dengan ekspresi bingung

"Kamu bisa datang kesini setiap hari sabtu dan minggu." Wanita itu meletakan tangannya dibahuku seraya memberiku tahu bahwa aku tak perlu khawatir

"Baiklah, terima kasih." Aku tersenyum ke arahnya dan dibalasnya senyumku dengan dua jari jempolnya.

Wanita itu sudah jauh meninggalkan ku sendiri di ruangan ini, kemana nenek?
aku baru mengingatnya, bukankah aku kesini bersama nenek?

Sekencang mungkin aku mencari nenek ke setiap sudut ruangan "nenek?" teriakku dengan nada mencari dan penuh kekhawatiran

"Nenek?"

"Nenek?"

"Nenek?"

Kebuka pintu ruangan tenpat ini satu persatu, namun nihil tidak ada nenek disini.

Aku berlari sekencang mungkin sampai ke rumah, dan hasilnya sama saja. Nenek juga tidak ada di rumah "Nenek?" Akhirnya aku hanya bisa berlutut kelelahan di halaman rumah.

Publikasi, 1 September 2017
Selamat Hari Raya Idul Adha ♡♡

Goresan Pena Arsyila (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang