Bel istirahat sudah berbunyi dan disambutnya dengan sangat senang oleh para siswa dan siswi, kali ini aku memutuskan untuk shalat dhuha terlebih dahulu bersama Shafira .
Aku dan Shafira berjalan menuju masjid sekolah ku lepaskan sepatu lalu mengambil air wudhu, rakaat demi rakaat telah aku kerjakan .
Sejenak ku merenung, entah mengapa pikiranku kembali pada masa-masa saat dirinya belum pergi. Sosok laki-laki taat, yang ku kenal satu tahun lalu, namannya Rayhan . Cinta dalam diam ini masih terus ku pendam dan tetap terjaga, meski ia telah pergi mengejar mimpi.
Yang ku tahu ia melanjutkan kuliahnya dengan mondok di salah satu pasantren di kota, terakhir ku mendengar lantunan ayat suci yang keluar dari mulutnya itu ketika acara perpisahan, dan terakhir ku dengar suara adzan dan melihat wajahnya ketika ia hendak mengambil ijazah. Ku dengar kini hafalannya sudah sampai sepuluh juz.
Entah, mendengar berita itu aku seperti terlempar jauh ke dasar jurang. Aku seperti ingin pergi kelembah sepi sendiri, tidak pantas aku jatuh cinta padanya, aku hanya manusia pendosa yang sedang belajar memperbaiki diri.Dan jam ini, menit ini, detik ini ku coba tutup hatiku untuk siapapun manusia kecuali Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam dan akan ku buka kembali saat ada seseorang yang benar-benar datang untuk menghitbahku kelak nanti.
Selesai shalat aku dan Fira beranjak menuju kantin untuk membeli beberapa cemilan "Syil, kamu bawa makan ya?" Tanya Fira kepadaku
Aku mengangguk "Iya Fir sengaja biar uangku awet."
"Pantes jajannya sedikit sekali." Ujarnya lagi sambil merogoh beberapa lembar uang di sakunya
"Banyak-banyak sekali untuk apa, nanti obesitas." Aku menyengirkan gigi yang nampak gingsul ini
"Kaya Husna." Shafira berkata sambil melirik kanan kiri, mungkin takut ada orangnya
"Husna bukan obesitas tau, subur dia mah sehat." Ujarku membuat Shafira tertawa "Iya deh iya."
Kami berdua melanjutkan perjalanan menuju kelas, terlihat dua orang pria sedang berdiri di depan pintu kelas . Siapa lagi kalau bukan Rizqi dan Riziq dua kembar ini memang selalu usil, sudahku duga mereka menghadang kami ketika ingin masuk "Karcisnya mana?" Ucap Rizqi
"Tidak ada." Shafira berhasil masuk karena menyingkirkan dua kembar itu dengan tangannya, kali ini aku masih berdiri di hadapan dua kembar usil ini
"Mana Syila karcisnya?" Kali ini Riziq mengeluarkan suara
Aku hanya menggeleng "Karcis apaaan?" sambil menyeritkan dahi, sebenarnya aku bisa saja mendorong tubuh kedua pria usil ini menyingkir dari hadapanku, namun aku sudah bertekad untuk hijrah dan tidak lagi menyentuh lawan jenis yang bukan mahramku .
"Itu?" Keduanya menunjuk pada plastik yang sedang aku genggam
"Ini?" Aku mengangkat plastik hitam ini tinggi-tinggi
Kedua kembar itu mengangguk "Nih." aku menyerahkan plastik itu , mereka buka plastik dengan bersemangat, dan ternyata isinya roti empuk milik wanita, aku tak kuasa menahan tawa, Riziq menyerahkan kembali plastik tersebut kepadaku
"Apa ini, pembalut. Kamu jajan kok pembalut sih Syil?" Ucap Riziq kepadaku
Aku tersenyum sambil mengangkat bahu lalu melanjutkan perjalananku menuju bangku .
"Nih Na titipan kamu." Aku menyerahkan plastik berisi pembalut itu kepada Husna , lalu mengeluarkan jajananku di kantung rokku
"Haha kamu hebat ya? pantas saja tadi jajanan kamu taruh di kantung ternyata kamu sudah sangat hafal kelakuan dua jail itu." Ucap Fira di sebelahku, aku hanya menyengir.
Kamu tahu, sesuatu dapat berharga apabila senantiasa kita jaga.
Aku pulang sendiri. Berjalan menelusuri jalan yang begitu ramai dengan penjual, sesekali Aku menoleh kanan ataupun kiri lalu kembali menunduk, ku tatap sebuah pemandangan yang sering aku jumpai tapi belum pernah aku rasakan. Keluarga yang lengkap, cerita penuh canda tawa. Aku ingin merasakan itu, aku rindu buayan seorang ibu, aku juga rindu semangat dari seorang ayah andai mereka masih di sisiku.
Ku hela nafas kasar sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tanganku Astaghfirullah, tidak baik berandai-andai semua telah Allah rencanakan dengan maksud yang baik Hatiku berkata demikian
Ku lanjutkan langkahku yang sedikit lelah, wajah kusam dengan perut yang dari tadi sudah meraung-raung meminta jatah. Hingga sampailah aku di depan rumah sederhana, cat berwarn biru, mempunyai dua pintu kamar untuk Aku dan nenek.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." ucapku dengan sedikit mengetuk pintu
Seorang wanita paruh baya keluar membukakan pintu "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, parantos uih neng? (Sudah pulang neng?)." Tanya nenek sambil menyodorkan punggung tangannya untuk aku cium
"Muhun atos nek (iya, sudah nek)." jawabku
Tak kuduga, perutku memang tidak dapat diajak kompromi. Bunyi ini membuat suasana yang hening seketika menjadi tawa
"Ya Allah neng Syila, ganti baju dulu atuh cepetan nanti sesudahnya kita makan." ucap nenek sambil sedikit menahan tawa
Dengan ekspresi malu aku berjalan menuju kamar, sesudah memberi jawaban anggukan kepada nenek
Sesudah ganti baju aku berjalan menuju ruang tv sederhana sambil membawa sepiring nasu dengan telur ceplok seadanya.
"Kalau sudah makan belikan nenek obat nyamuk di warung ya?" Ucapan nenek membuat aku berhenti seketika, lalu mengangguk
Setelah makan dan cuci tangan aku bersiap keluar rumah mengenakan gamis merah dengan kerudung hitam panjangku, hari tidak terlalu malam seperti biasa disini masih begitu ramai untuk disebut malam.
Ku hampiri warung pinggir jalan yang tak jauh dari rumahku, aku menyebutkan apa saja yang perlu aku beli dan sambil menunggu penjualnya mengambilkan keperluanku, aku duduk diantara ibu-ibu yang sedang mengobrol
"Syila?" Seseorang memanggilku hingga Ku arahkan pandangan kepada sumber suara
"Azmi, ngapain di sini jauh amat mainnya?" Tanyaku berdiri menyalami Azmi (Azmi adalah teman sekelasku)
"Iya Syil, Pak Fikri besok mau nikah nah anak-anak seni di undang ke rumahnya untuk menginap." (Pak Fikri adalah pembina seni)
aku hanya mengangguk paham "Terus kamu mau beli apa?" Tanyaku
"Nganter Rafiq." seketika itu pula diriku celingukan
"Mana Rafiqnya?" Tanyaku sambil memutarkan bola mata ke kanan dan kiri
"Itu." Azmi menunjuk seorang pria mengenakan training panjang hitam dengan baju setengah lengan berwarna putih yang berjalan ke arah kami sepertinya baru saja membeli siomay
"Ini neng Syila." ibu Tuti si penjual menyodorkan pesananku dan segera Ku keluarkan beberapa lembar uang dari kantong
"Oh Iya Azmi." Ku lirik Rafiq yang baru saja sampai di tengah-tengah kami. lalu melanjutkan ucapanku "Rafiq aku duluan ya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." keduanya menjawab salam ku dengan sopan dan ada yang aneh dengan tatapannya.
Pena beritahu aku
Mengapa aku selalu menulis kata rindu
Dalam lembaran buku
Pena beritahu aku
Mengapa aku selalu menulis namanya
Dalam barisan doa
Apa aku jatuh cinta?
Pena
Biar ku hapus namanya
Aku tak ingin larut dalam zinaPublikasi, 08 September 2017
Mohon maaf untuk yang sudah terlanjur memasukan cerita Ini ke reading list. Cerita Ini akan aku pending dulu sebelum dua ceritaku yang lain (Cinta RidhoMu dan Karena Imam dan Iman) punya vomment yang banyak . Yang pasti Insyaa Allah cerita Ini bakal aku lanjut, Terima kasih atas perhatiannya. WASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Pena Arsyila (Pending)
Adventure#28Desember2017(Rank90InAdventure) #12Januari2018 (Rank78InAdventure) #11Februari2018(Rank76InAdventure) Cover by: @dimhp07 (Sellow update) CERITA INI BERGENRE ADVENTUR RASA SPIRITUAL😊 Aku, Arsyila Shazfa Falihah adalah seorang yang selalu menulisk...