Kisah Cinta

330 29 1
                                    

Pagi ini, ditemani riuh suara menggema penjuru koridor aku tersenyum sambil sesekali melirik kanan kiri. Semester dua bukan sebuah perjuangan main-main, ditambah aku dituntut untuk menguasai semua materi dengan cepat. Dilema memang mendapat predikat 1 di kelas, awalnya aku sempat ingin berhenti dari mengejar prestasi. Biarlah aku menjadi orang bodoh seperti dahulu, tidak diinginkan ada, tidak pula diandalkan kemana-kemana. Tetapi sejatinya perjuangan lebih berat dari pada menahan ejekan. Kalau aku berhenti, maka aku akan menjadi manusia yang lebih bodoh dari sebelumnya.

"Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh. " Ucapku memasuki kelas.

" Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. " Beberapa orang yang sudah menjawab salamku.

Aku melihat Nadhifa membaca sebuah tumpukan kertas putih, kemudian aku menghampirinya. Ia tersenyum, lantas akupun membalas senyumnya.

"Baca apa Fa?"

"Ini, kertas dapat dikasih anak osis, katanya sekitar tiga mingguan lagi akan diadakan lomba untuk pekan kreativitas siswa. "

" Masyaa Allah, kayaknya seru, boleh aku lihat kertasnya Fa? " Nadhifapun menyodorkan beberapa lembar kertas yang sudah dibacanya kepadaku.

Mading, cerpen, melukis, kaligrafi, nasyeed, marawis, musikalisasi puisi, band, standup comedy, mojang, desiain baju, poster dan segala macam lomba lainnya membuat aku semakin tertarik.

"Syil, kamu vokalis marawis ya?" Kata Nadhifa.

Aku terkejut, sungguh.

"Tidak mau Fa, malu. "

" Tapi suaramu bagus, ayolah Syil kali ini saja, kamu juga tidak pernah mau kalau diajak jadi vokalis di rohis, sayang tahu punya bakat jangan dipendam terus. " Bujuk Nadhifa.

Aku tetap masih dalam pendirian,
"Insyaa Allah kalau kelas dua belas aku mau. "

" Masih lama. " Aku hanya mampu tersenyum, bingung hendak menjawab apalagi.

***

Bel masuk berbunyi, kali ini pelajaran bahasa Inggris. Entah sejak kapan aku tidak menyukainya, padahal sejak sd sampai dengan smp aku baik-baik saja dengan pelajaran bahasa Inggris. Mungkin faktor pengajar yang membuatku berhenti menyukai, Mr. Irwan adalah guru paling tidak jelas yang pernah aku temui. Mengerjakan soal tetapi tidak pernah dibahas, akupun membenci guru yang ketika menerangkan malah dibaca bukunya, kalau begitu akupun bisa baca sendiri. Sejak kelas satu aku memang diajar dengan Mr Irwan, dia memang tidak pelit nilai, buktinya nilai raporku selalu mendapat angka 8. Tetapi aku bukan murid yang mengedepankan hasil tanpa adanya usaha, sejak sd aku selalu dihina.

Flashback

Aku dibilang anak miskin tidak berguna, bahkan di waktu smp aku pernah disebut anak idiot oleh temanku, teman yang pada saat itu menjadi cinta monyetku.

Dia Muhammad Alfin, panggil saja Alfin. Lelaki putih, memiliki perwakan cukup tinggi, tetapi sayang mulutnya selalu menyakiti. Hingga ketika aku kelas 8 tidak satu kelas lagi dengannya. Hampir semua mata memandangku manusia tidak berguna, aku sulit jatuh cinta. Bahkan, aku terlalu takut untuk merasakannya.

Dulu, ada seorang kakak kelas yang juga osis di smp. Ia mendekatiku ketika aku masih kelas satu, awalnya aku tidak tahu ia dapat nomorku dari mana. Kemudian kita saling mengenal satu sama lain, nama dia kak Agil. Aku ini anak palang merah, suatu ketika kotak obat berada di ruang osis. Kemudian aku menghampiri kak Agil yang sedang berdiri menjaga diantara barisan para pria.

"Kak, aku butuh kotak obat, katanya ada di ruang osis. " Kataku gugup.

" Oh iya de, ambil saja ya di ruang osis ada kak Yusi, atau perlu kakak antar?" Aku tersenyum lantas menggeleng.

Goresan Pena Arsyila (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang