Bab 8

6.1K 1K 86
                                    


Mendapat pertanyaan seperti itu, Jaejoong menggeleng. Tidak tahu kenapa ia menjadi asisten CEO. Tatapannya tertuju kembali pada Yunho, segera menunduk tatkala pria itu menatapnya dengan sangat tajam.

"Maaf Bos, saya tidak tahu," jawabnya dengan sopan.

Mengontrol diri agar tidak mengatakan sekehendak hatinya, Jaejoong rasa ia harus berhati-hati dalam bersikap. Ekor mata Jaejoong melirik Yunho yang tengah berdiri. Dalam hati ia berdebar karena pria itu menghampirinya.

Yunho menatap Jaejoong dengan lamat. Entah apa yang ada dalam benak gadis itu, yang jelas emosinya pada Jaejoong menggelegak. Andai Jaejoong bukan seorang gadis mungkin dirinya sudah berbuat kasar dan berkata kasar.

"Maka dari kau tidak tahu apa-apa bersikaplah dengan baik, aku bisa memecatmu kapan saja!"

Dalam hal normal mungkin Jaejoong akan menyahut lagi. Tapi ia sadar bahwa Yunho adalah penguasa perusahaan ini. Ia memang tidak takut andai dipecat tapi jika ia dipecat, ia akan membuat citra Junsu sebagai atasannya tercoreng  dan lagi ia belum memiliki pekerjaan lain selain blogger.

Meski penghasilan blogger cukup bisa memenuhi kebutuhannya. Tapi semua itu cukup untuk memenuhi biaya hariannya. Bekerja adalah usaha Jaejoong untuk memiliki apartemen sendiri. Kehidupannya cukup rumit.

"Baiklah, Pak. Saya akan menuruti Bapak," meski kesal karena diperintah dengan seenak hati, tapi Jaejoong bisa apa? Ia masih perlu uang untuk memenuhi biaya persyarat uang DP mencicil apartemen.

"Bagus, sekarang bawa semua dokumen yang ada di atas meja, bagikan ke setiap divisi dimana dokumen itu berasal!"

Jaejoong mengangguk patuh. Menghela napas, ia melangkah ke depan meja. Mengambil dokumen yang sudah di tanda tangani oleh sang CEO. Menuju keluar, Jaejoong ingin sekali membanting pintu.

"Jika saja aku sudah menemukan pekerjaan baru, aku tidak segan-segan menghajar wajahmu, dasar tukang perintah!" gerutunya seraya melangkah menuju ke arah lift.

Mengabaikan kedua sekretaris CEO, Jaejoong  berpikir bahwa mereka pasti menemui hari yang sulit selama bekerja langsung di bawah CEO kejam mereka. Jaejoong berharap Junsu segera selesai cuti dan membantunya untuk kembali ke posisi semula.

.
.
.

Kembali ke ruangan sang CEO, Jaejoong bingung kala tak ada siapa pun di sini. Ia memeriksa ke seluruh sudut bahkan kamar mandi yang ada di sini. Tak ada tanda-tanda pria itu ada. Baru saja Jaejoong melangkah ingin keluar untuk ke ruangan yang bertuliskan asisten CEO, interkom yang ada di atas meja CEO berbunyi.

Jaejoong bergegas menekan tombol terima pada interkom. Ia hendak berbicara namun, suara dari seberang sana lebih dahulu menyapa telinganya.

"Maaf, Pak Shim berpesan agar kau menyusulnya serta Tuan Jung ke ruang rapat khusus klien, di lantai sebelas."

Mata Jaejoong mengerjap, ia berdecak saat menyadari bahwa CEO jahat itu tak menunggunya. Dengan wajah kesal, Jaejoong keluar ruangan. Ia menatap ke arah sekretaris pria arogan itu dengan memicing. Sialan, bahkan kedua gadis itu terlihat meremehkannya. Padahal jabatannya lebih tinggi di banding mereka.

Menaiki lift dan menekan tombol sebelas, Jaejoong terkejut saat ponselnya berdering. Ia mengambil ponsel dan melihat nama peneleponnya. Junsu. Mata Jaejoong terbelalak dan ia dengan bersemangat mengangkat panggilan sang sahabat. Ketika lift terbuka, Jaejoong langsung keluar.

"Hallo, Su!" ujarnya dengan riang, dan menatap sekeliling lantai. Ia berniat mencari toilet.

"Jaejoongiiieee, yuhuuu!" teriak Junsu dari seberang.

Spontan Jaejoong menjauhkan ponsel dan ia mengelus dada mendengar teriakan tak terkira gadis itu di telepon. "Ah Su, tolong kurangi intonasi suaramu, okay?"

"Hahaha, maaf Jae. Bagaimana hari pertamamu sebagai asisten CEO, hmm?"

Memutar bola matanya, Jaejoong menghela napas. Kenapa Junsu bertanya tentang kesengsaraannya. "Tak perlu bertanya, yang jelas aku ingin kau segera bekerja, uuh dia kejam sekali padaku!" rengek Jaejoong.

"Kejam? Hmm dia memang seperti itu, tapi dia juga baik Jae, coba saja kau bersikap manis sedikit padanya, gunakan keahlianmu di depan kamera saat bekerja, Jae. Coba berdandan seperti kau memberikan tutorial make up!"

Astaga, ia ingin bekerja bukan mencari jodoh. Jaejoong hanya memoleskan cushion, bedak tabur serta lipstik. Ia terlalu malas untuk merias diri ketika bekerja. Bukan apa-apa, Jaejoong tidak ingin mulut ibunya mengoceh jika melihat ia berdandan.

"Aku tidak sempat, Su. Kau tahu sendiri bagaimana aku."

"Aku tahu, maka dari itu aku menyarankanmu untuk bersikap manis pada CEO kita, demi dirimu Jae."

Jaejoong tidak mengerti kenapa Junsu menyarankan demikian. Ia mengendikkan bahu dan berucap, "Nanti telepon lagi, aku harus ke ruang rapat!"

Mematikan telepon, Jaejoong melangkah menuju ke dalam, satu persatu ruangan ia lihat dan akhirnya ia menemukan ruang rapat khusus yang dikatakan si sekretaris.

Mengetuk pintu, Jaejoong lalu dengan sopan membukanya. Ia menatap sejenak beberapa orang yang ada di dalam dan mengulas senyum. "Maaf, jika saya mengejutkan," ujarnya.

Yunho menghela napas, pria itu memberi isyarat agar Jaejoong mendekat. Menurut perintah Jaejoong mendekat pada Yunho.

"Buatkan kopi dan sajikan bersama beberapa cemilan!"

Mulut Jaejoong terbuka, ia tentu terkejut. Bagaimana bisa ia yang sebagai asisten diminta ke sini hanya untuk membuat kopi? Wajahnya memerah, ini tidak bisa dibiarkan.

"Maaf apa tadi kau bilang?" tanyanya dengan senyuman manis.

"Buatkan kopi serta cemilan!"

Berdecak, Jaejoong berdesekap. Ia bukanlah office girl yang bekerja seperti itu. Bekerja keras sebagai blogger sejak lulus SMA, Jaejoong mampu kuliah dan membayar iurannya dengan baik. Dari ia yang bukan siapa-siapa menjadi terkenal dan memiliki banyak subcribers.

Lantas dengan seenak hati, pria di depannya ini memperlakukannya seperti seorang office girl. Apa gunanya ijazah yang ia miliki sebagai sarjana, jika pada akhirnya seperti seorang office girl.

Jaejoong tersenyum, "Maaf Pak, bukan kah aku ini asistenmu, tapi kenapa dari tadi kerjaanku sama seperti seorang office girl?"

Terkejut, Yunho menatap lamat Jaejoong. Mengatur napasnya, Yunho melirik kliennya yang terlihat bingung. Sangat memalukan. Itu adalah satu kalimat yang memenuhi benak Yunho. Marah dengan gadis ini nampaknya tidak berefek.

Mengumbar senyum pada kedua pria yang sedang menatapnya dan Jaejoong. Yunho serba salah. Bisa-bisa pertemuannya kacau karena gadis ini.

"Ah, Maaf Tuan, Bos memang biasa bertengkar dengan Nona Kim. Mungkin karena mereka sepasang kekasih jadi bersikap demikian," Changmin tersenyum lebar.

Demi menyelamatkan kontrak kerja bernilai milyaran won, sebagai asisten Changmin harus cepat tanggap. Klien bisa-bisa membatalkan kontrak hanya karena insiden kecil ini.

Memperhatikan Jaejoong yang terbelalak, Changmin menyenggol gadis itu. Matanya memberi isyarat pada Jaejoong agar menurut. Sedangkan Yunho, mungkin sang bos tidak bisa berkata apa-apa saat ini. Urusan dua orang ini biarlah nanti dilanjutkan yang terpenting tanda tangan klien sudah di kantongi mereka.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" -bow- no edit.

Thank for voted dan komentar.

.
.
.

When CEO Fallin' LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang