ISENG

26 6 0
                                    

"Kaaaaakkkk," suara Adrian kali ini cukup menggetarkan pensil di atas mesin cuci yang masih berputar. Setelan kaos oblong kuning bergambar monkichi, dan celana senada, membuatnya terlihat imut, meski belum mutlak juga, sih.

Oh, ya. Maksudnya imut tuh sebenarnya item mutlak, ya. Bukan imut yang kiyut (cute). Tapi sebenarnya Adrian tuh beneran imut, sih. Buktinya, dia suka makan kacang, kuaci biji bunga matahari, dan yang sebangsa biji-bijian gitu. Eh, itu marmut sih, ya. Beda-beda tipis, lah.

"Apaaaaaa," sahut Erina tak mau kalah teriak. Suara cempreng menggelegarnya mungkin bisa membuat ikan tutup mata, sebelum akuarium pecah terkena getarannya.

"Kak, aku mau buat sesuatu yang enak, lezat, lekkeng, semngiiwiiinngggg," ujar Adrian sembari mengatupkan ujung ibu jari dan telunjuknya, membentuk huruf O.

Erina yang sedang asyik membaca doraemon, terkejut melihat Adrian tiba-tiba muncul di depannya.

"Kuning kuning kuningnya mundu*. Gigi kuning gigi yang mambu (bau)," ujar Erina sambil tertawa terbahak-bahak melihat kaos kuning bergambar monkichi. "Sek, sek. Lekeng, semngiwing itu apa to?" tanya Erina sambil menaikkan alis kanan dan membenahi posisi duduknya.

"Ah, pokoke enak. Minuman rasane tiada duanya," ujar Adrian dengan mata berbinar-binar dan mengangkat telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. Meski sudah berusia lima tahun, Adrian belum bisa mengucapkan huruf 'R', dan itu sering jadi bahan ejekan buat Erina.

"Memange kamu meh buat apa?"

"Gini, lho," ujar Adrian sambil agak berbisik. "Sebentar lagi Mami sama Papi kan pergi to. Sebelum pulang kita buat...," bisik Adrian pelan, dan karena sangat pelan, maka tidak ada seorang pun yang bisa mendengar, selain Adrian dan Erina sendiri.

"Erin, Rian," suara Mami yang tiba-tiba ada di pintu kamar mereka, membubarkan rapat pleno kedua kurcaci mengenai sesuatu yang semngiwing dan ada manis-manisnya gitu. Eh, koq jadi ikutan Adrian. Yang pasti mereka mau membuat sesuatu yang lekker, alias enak, semriwing, dan ada manis-manisnya.

"Eh, ya. Ada apa, Mi," sahut Erina sedikit salah tingkah, karena sebelum Mami muncul di depan mereka, ia sedang ber high-five dan berhaha hihi dengan Adrian.

"Ki ngopo kok podo ngguya ngguyu wae?" (ini kenapa kok pada ketawa ketiwi saja?" selidik Mami sedikit curiga dengan tingkah anak-anak yang berbau horor namun tak mencekam di pagi yang belum bolong. Karena istilah bolong hanya untuk siang. (siang bolong).

"Udahlah, Mi. Biar aja. Sebentar lagi Mbok Iyem kan dateng. Cepetan, yok. Kalo kesiangan nanti rame," ajak Pak Kevin seraya berjalan ke teras setelah mengambil kunci mobil yang tergantung di sebelah televisi.

"Awas ya kalo kalian macem-macem."Mami memberi peringatan pada Erin dan Adrian. "Erin, jaga Rian. Sebentar lagi Mbok Iyem dateng. Jangan nakal," lanjut Mami sambil mengecup kedua anaknya, dan bergegas menyusul Papi yang sudah menunggu di mobil. "Dan satu lagi, jangan aneh-aneh. Dah, Mami pergi sek."

Setelah klakson dibunyikan beberapa kali, tanda Papi Mami sudah pergi, kini saatnya kedua kurcaci beraksi.

"Ayo, katane mau buat sesuatu," ajak Erina saat melihat Adrian duduk dan kehilangan mood untuk bereksperimen.

"Ndak jadi, ah. Tadi Mami bilang ndak boleh nakal. Nanti aku diomeli."

"Lho, pie. Ayo, to," paksa Erina sambil menarik tangan Adrian. "Ngapain takut, ndak ketahuan, ndak. Tenang aja, aman," Erina meyakinkan adiknya yang sempat kehilangan mood menjalankan misi kreatifnya. Terhasut ajakan Erina, niat Adrian memberi kejutan melalui eksperimen kembali menyala.

Adrian dan Erina berjalan cepat ke dapur, dan mulai meracik sesuatu. "Kecap, mana kecap?" tanya Adrian sambil celingak celinguk mencari botol yang berisi cairan kental berwarna hitam. Lalu menuangkannya ke dalam gelas yang sudah disiapkan.

Gen •UK•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang